Singkil - Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Aceh Singkil mencatat kasus Pedofilia (Predator anak) atau pelecehan seksual pada anak dibawah umur meningkat sepanjang tahun 2019.
Kepala Dinas P3AP2KB, Rumadhan mengatakan kasus pelecehan seksual terhadap anak meningkat di Aceh Singkil sepanjang tahun 2019 jika dibandingkan dengan tahun 2018 lalu.
"Tercatat ada 12 kasus yang ditangani sepanjang 2019, namun didominasi kasus pelecehan seksual pada anak, selebihnya penelantaran perempuan dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) beserta Bullying, " kata Rumadhan di Aceh Singkil, Senin 9 Desember 2019.
Pelaku rata-rata orang terdekat korban.
Sedangkan tahun 2018 lalu, kata Rumadhan sebanyak 18 kasus, namun laporan pelecehan anak dibawah umur hanya satu kasus, selebihnya, yakni 17 kasus lainnya lebih mendominasi KDRT pada wanita dewasa.
Kasi Perlindungan anak, Husnah mmenyebutkan tahun 2019 mulai bulan Januari, Juli hingga September ditemukan sebanyak tujuh kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah usia rata-rata 12 tahun. Husnah menduga fakfor utamanya adalah kurangnya ketahanan keluarga dalam menjaga dan mengasuh serta mendidik anak secara layak.
"Pelaku rata-rata orang terdekat korban, ketika terjadi persoalan, terdapat kasus yang berulang dikarenakan anak tidak melapor sehingga pelaku melakukannya hingga berkali-kali dan itu membuat anak tertekan batinnya," ujarn Husnah.
Husnah berkesimpulan hal ini terjadi lantaran terdapat pola asuh orang tua terhadap anak yang keliru. "Pengasuhan dalam keluarga sangat penting, kasus ini setelah dirunut kenapa terjadi berulang, penyebabnya karena pengasuhan yang keliru," ujarnya.
Husnah mencontohkan sebuah kasus anak yang diperkosa sampai 9 kali oleh pelaku, tetapi korban tidak pernah cerita kepada siapapun. Setelah dirunut, korban sering berpindah pengasuhan dan tidak memiliki konsep diri yang posifif, siapa yang dilihat menjadi acuan untuk menyatakan persoalannya.
Penanganan terhadap korban yang mengalami trauma, sejauh ini dirujuk ke P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) tingkat Provinsi. Selain itu DP3AP2KB juga berusaha untuk terus berkomunikasi dengan korban dan memahami karakter serta memenuhi kebutuhannya.
"Sebab untuk pemulihan psikologis korban yang notabenenya, membutuhkan waktu hingga 18 kali pertemuan kurun waktu enam bulan," katanya.[]
Baca juga: