Jusuf Kalla Sebut MK Jalan Terbaik Selesaikan UU KPK

Jusuf Kalla mengatakan jalan terbaik UU KPK dengan melakukan proses permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla. (Foto: Tagar/Fahzian Aldevan)

Jakarta - Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) mengatakan jalan terbaik perdebatan Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah dengan melakukan proses permohonan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kan ada jalan yang konstitusional, yaitu judicial review di MK, itu jalan yang terbaik, lebih tetap gitu kan kalau di MK," kata Wapres di Jakarta, Selasa, 1 Oktober 2019, seperti diberitakan Antara

Kan baru saja Presiden teken berlaku (revisi UU KPK), masa langsung Presiden sendiri menarik itu.

Menurut dia, proses MK sudah berjalan dan ada yang mengajukan. Pengesahan revisi UU KPK, lanjutnya, tidak dilakukan dengan cara terburu-buru.

"Karena pembahasan itu sudah dilakukan sejak 2010 hingga masuk ke dalam program legislasi nasional (prolegnas) sejak 2011 sebagai inisiatif dari DPR," ucap JK. 

Pada 2012, kata dia, Badan Legislasi (Baleg) DPR sepakat untuk menghentikan pembahasan revisi UU KPK, hingga kembali masuk ke Prolegnas pada 2015.

"Jangan lupa, itu sudah dibicarakan DPR sejak 2015, cuma kan ditunda. Jadi, bukan tergesa-gesa, malah memakan tempo. Jadi sebenarnya apa yang dikhawatirkan dalam perubahan itu?" ujar JK.

Revisi terhadap UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK telah disahkan pada 17 September 2019 di DPR. Revisi UU KPK tersebut mendapat penolakan dari sebagian masyarakat karena dinilai memuat pasal-pasal yang akan melemahkan KPK.

Meski telah disahkan di DPR, UU KPK yang baru tersebut belum ditandatangani dan dinomori oleh Presiden Joko Widodo. Namun sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, sebuah UU akan tetap menjadi sah meskipun tidak ditandatangani hingga paling lama 30 hari sejak disetujui.

Selain upaya uji materi MK, penolakan terhadap UU KPK hasil revisi juga muncul lewat usulan penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) dan legislative review atau membahas kembali antara Pemerintah dan DPR.

Terkait Perppu, Wapres menolak penerbitan produk hukum itu karena dapat melemahkan wibawa Presiden Joko Widodo yang sebelumnya sudah menyepakati pembahasan revisi UU KPK melalui surat presiden (surpres).

Dalam surpres tersebut, Presiden mengatakan pihaknya menunjuk Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) saat itu Yasonna Laoly dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Syafruddin sebagai perwakilan dari Pemerintah untuk pembahasan revisi UU KPK di DPR.

"Kan baru saja Presiden teken berlaku (revisi UU KPK), masa langsung Presiden sendiri menarik itu. Dimana kita mau tempatkan kewibawaan Pemerintah? Baru meneken berlaku, lalu satu minggu kemudian ditarik lagi. Logikanya dimana?" ucap JK. []

Berita terkait
GMKI: Revisi UU KPK dan RKUHP Harus Libatkan Publik
PP GMKI meminta pemerintah dan DPR melibatkan publik dalam penyusunan revisi UU KPK dan RUU KUHP. KPK harus semakin diperkuat.
Mahfud MD: Situasi Genting, Perppu UU KPK Hak Presiden
Mantan Ketua MK Mahfud MD menilai penerbitan Perppu UU KPK merupakan hak subjektif Presiden Jokowi. Namun lain pendapat dengan Yasonna Laoly.
Perrpu UU KPK, Jaksa Agung: Adakah Kegentingan Memaksa?
Jaksa Agung HM Prasetyo mempertanyakan kegentingan penerbitan Perrpu Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.