Jokowi Dinilai Blunder Tunjuk Mualimin Jadi Pansel KPK

Presiden Jokowi dinilai blunder menunjuk Mualimin Abdi, Dirjen HAM di Kementerian Hukum dan HAM sebagai anggota Pansel KPK.
Dirjen HAM di Kementerian Hukum dan HAM, Mualimin Abdi. (foto: poskotanews.com)

Jakarta – Presiden Jokowi dinilai melakukan blunder karena menunjuk Mualimin Abdi, Dirjen HAM di Kementerian Hukum dan HAM sebagai salah seorang anggota  Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel KPK). Penyebabnya, Mualimin pernah menggugat sebuah laundry rumahan hanya karena jasnya kusut alias tidak licin. Selain itu ia diduga pernah menyontek waktu mengikuti seleksi di Kementerian Hukum dan HAM.

Pakar hukum pidana Bustaman Umar mengatakan rekam jejak seseorang sangat penting dan patut dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan. 

Bustaman menerangkan, sekurangnya terdapat tiga catatan negatif Mualimin yang dapat menjadi polemik baru di masyarakat apabila pemerintah tidak gesit dalam merespons kritik. 

Menurut dia, dalam kasus gugatan Mualimin terhadap pengusaha laundry rumahan hanya karena insiden jas kusut, mencerminkan sosok yang bersangkutan tidak menyadari martabat dan kedudukannya sebagai pejabat. 

Baca juga: Masyarakat Anti Korupsi Tolak Pansel KPK

“Ini parah. Ini hanya bisa terjadi hanya pada orang yang egosentris saja. Benar dia sudah mencabut gugatannya dan meminta maaf. Itu kan karena kasusnya ramai dibincangkan di medsos. Bagaimana jika tidak?” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Tagar, Minggu 19 Mei 2019. 

Bustaman juga mencatat sepak terjang Mualimin yang pernah kedapatan menyontek makalah ketika sedang diuji untuk jabatan dirjen perundang-undangan. Menurutnya, perbuatan tersebut amatlah tercela, terlebih bila dipandang dari segi kacamata akademis dan intelektual. 

“Dalam kasus kedua ini, Mualimin punya watak kurang terpuji. Dia siap melakukan apapun asal dia bisa sampai ke tujuannya, ini bahaya,” urainya.

Selanjutnya, Mualimin juga pernah kedapatan tidak melaporkan polis asuransinya ke dalam LHKPN dengan nominal yang tidak sedikit, sekitar Rp 2,5 miliar. 

Baca juga: Presiden Tetapkan Sembilan Anggota Pansel KPK

Menurut Bustaman, polis asuransi yang dimiliki seorang pejabat atau anggota keluarganya, pernah marak di tahun awal reformasi malah justru dijadikan modus suap. “Pejabat atau orang berpengaruh diberikan polis-polis yang nilainya aduhai oleh para pengusaha,” jelasnya.

Sementara itu pengamat hukum pidana Abdul Fickar Hadjar berpandangan penunjukan Mualimin Abdi, justru menunjukkan wujud ketidakseriusan Presiden Jokowi dalam memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia. Tim pansel KPK yang belum lama ini dibentuk, menurutnya, sarat dengan kepentingan politik.

“Seperti juga aspirasi teman-teman digerakan anti korupsi. Saya juga berpendapat pansel ini tidak menggambarkan keberpihakan Presiden pada pemberantasan korupsi. Tim ini justru menimbulkan banyak kekhawatiran akan kualitas pimpinan KPK yang terpilih. Saya khawatir pada KPK di masa depan yang penuh kepentingan politiknya,” kata Abdul Fickar saat dikonfirmasi Tagar, Minggu 19 Mei 2019. 

Oleh sebab itu, Abdul menyarankan, presiden hendaknya mengganti pansel dengan para akademisi yang tidak berorientasi pada instansi tertentu. Terutama yang suka menakut-nakuti KPK. Langkah ini ia rasa penting, agar KPK betul-betul independen, termasuk terhadap sesama penegak hukum.

DPR Membela Apel Busuk

Sebelumnya, Anggota Komisi III Fraksi PPP DPR, Arsul Sani, meminta rekam jejak Mualimin tak dijadikan dasar untuk mendelegitimasi pansel itu.

"Pansel KPK ini kan sifatnya kolektif-kolegial. Jadi kalau ada anggotanya yang pernah menjadi sorotan publik karena satu kejadian, maka tidak usah dipergunakan untuk mendelegitimasi pansel tersebut. Kecuali kalau peristiwanya menyangkut dugaan korupsi atau suap atau perilaku tercela lainnya, seperti sexual harassment atau radikalisme," kata Arsul kepada wartawan, Minggu 19 Mei 2019.

Baca juga: RI Pindah Ibu Kota, Tsamara Ingin KPK Terlibat

Arsul meminta publik memberi kesempatan kepada setiap anggota pansel untuk bekerja. Dia memilih menghormati jajaran pansel pimpinan KPK itu.

"Mari kita beri kesempatan panselnya bekerja dan kita kawal. Juga mendorong orang-orang yang memenuhi syarat dan integritas tinggi untuk mengikuti proses seleksi sehingga nantinya siapa pun yang dikirim ke DPR, maka mereka merupakan kandidat-kandidat yang equal dalam konteks kapasitas dan integritas," ucap dia.

Langkah Arsul yang pasang badan membela seorang anggota pansel KPK dengan dalih tak pernah tersangkut sexual harassment atau radikalisme, dikatakan Bustaman, tidak perlu dijadikan bahan acuan terkait jabatan yang diemban. 

“Itu pendapat yang kurang dipikirkan. Ketika seseorang akan menyandang satu jabatan yang kewenangannya akan punya pengaruh di masyarakat seperti KPK, hal-hal yang membela Mualimin itu masuk kategori sangat serius,” kata dia.

Baca juga: KPK Optimis Kalahkan Praperadilan Romahurmuziy

“Toh sistem pansel KPK itu kolektif kolegial. Saya beri contoh: jika dalam sekeranjang apel, ada sebuah apel yang busuk, untuk selamatkan apel-apel lain yang sehat maka apel busuk itu harus dikeluarkan dari keranjang,” imbuhnya.

Dalam kesempatan terpisah, Jokowi meyakinkan bahwa pansel pimpinan KPK yang ia pilih merupakan sosok kredibel. Dia berharap tim pansel benar-benar memilih calon yang terbaik untuk bertugas di KPK.

"Kita harapkan ini kan panitia seleksi, beliau-beliau ini yang menyeleksi calon ketua, komisioner di KPK. Serahkan pada pansel, saya kira itu figur-figurnya sangat kredibel dan memiliki kapasitas untuk menyeleksi," kata Jokowi di sela kunjungannya di Pasar Badung, Denpasar, Bali, Sabtu 18 Mei 2019. []


Berita terkait
0
Gempa di Afghanistan Akibatkan 1.000 Orang Lebih Tewas
Gempa kuat di kawasan pegunungan di bagian tenggara Afghanistan telah menewaskan lebih dari 1.000 orang dan mencederai ratusan lainnya