RI Pindah Ibu Kota, Tsamara Ingin KPK Terlibat

Politikus PSI Tsamara Amany menyarankan pemerintah melibatkan KPK terkait wacana pemindahan ibu kota dari Jakarta ke luar Pulau Jawa.
Politikus PSI Tsamara Amany Alatas diwawancarai awak media di Posko Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa 14 Mei 2019

Jakarta - Politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Tsamara Amany Alatas menyarankan pemerintah melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait wacana pemindahan ibu kota dari Jakarta ke luar Pulau Jawa yang digulirkan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK).

Menurut Tsamara, dilibatkannya lembaga antirasuah agar proses pemindahan ibu kota berjalan transparan dapat diketahui publik. Hal ini musti dilakukan, agar wacana tersebut tidak disikapi dengan kabar miring.

"Ya sekarang ada publik yang suka curiga. Untuk menghilangkan kecurigaan publik, kita bisa melibatkan semisal KPK dalam proses penganggaran, untuk menghindari ketakutan, kecurigaan yang berlebihan dari publik terkait besaran anggaran," kata Tsamara di Posko Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa 14 Mei 2019.

Menurut Tsamara, Jakarta saat ini memiliki beban berat sebagai ibu kota. Utamanya dari segi lalu lintas yang terpapar kemacetan di banyak titik, ditambah kepadatan penduduk yang mulai memprihatinkan. "Persoalan lainnya adalah banjir pada musim hujan," tambahnya. 

Ia juga mempersoalkan mengenai minimnya keberadaan ruang terbuka hijau di Jakarta. Seandainya ada, itu pun sudah dipastikan terpapar polusi.

"Ruang terbuka yang hijau itu gak ada di Jakarta, sangat sulit sekali menemukan itu. Andaikan ada juga polusi banget. Saya lihat dari atas pesawat ketika take off atau landing. Itu benar-benar polusi semua, karena memang 30 persen tempat hijau enggak terpenuhi, kendaraan juga padet banget," ujarnya.

Jakarta dan problematikanya saat ini sedang dibenahi satu persatu. Misalnya dibangunnnya MRT (Mass Rapid Transit) untuk mengurai kemacetan sekaligus menjadi alternatif transportasi massal. Namun, Tsamara menilai itu telat, sepatutnya upaya tersebut dilakukan sebelum masalah terjadi.

"Kita lihat ketika kemarin Mass Rapid Transit  beroperasi, banyak orang berbondong-bondong naik MRT. Kita bersyukur MRT dibangun. Tapi itu sebenarnya telat. Menurut saya itu mengejar ketertinggalan," tutur Tsamara.

Sebab itu ketika perpindahan ibu kota terjadi beragam infrastruktur untuk mencegah polemik seperti di Jakarta telah dibangun. "Memang infrastruktur pasti akan memakan banyak hal, tapi memang harus disiapkan, karena di sana akan membangun pusat ekonomi baru," tandasnya

Seperti diketahui, pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke wilayah di luar pulau Jawa menyita perhatian. Berbagai aspek tentu harus diperhatikan agar proses pemindahan berjalan lancar, termasuk dari segi pembiayaan.

Pemindahan ibu kota negara menelan biaya yang tidak sedikit. Ada dua skema pemindahan yang diusulkan Bappenas, yaitu skema rightsizing dan tidak. Dengan skema rightsizing, biaya yang diperlukan sekitar Rp 323 triliun dan untuk skema non-rightsizing sekitar Rp 466 triliun.

Membendung Mafia Tanah

Pemerhati persoalan agraria, Eldonie Asi Mahar, meminta masyarakat berhati-hati soal wacana pemindahan ibu kota dari Jakarta ke luar Pulau Jawa berpotensi menjadi 'atraksi' mafia tanah. 

Meneruskan catatan Borneonews, Eldonie mengatakan tanah bisa menjadi sebuah investasi jangka panjang yang menggiurkan, apalagi dengan wacana pemindahan ibu kota pemerintahan yang santer diberitakan beberapa pekan ini menjadi salah satu nilai dorong harga tanah di pasaran.

"Jangan dipandang sebelah mata, melainkan dilihat sebagai persoalan serius dari berbagai aspek. Prinsipnya persoalan tanah ini kompleks dan harus diselesaikan secara hati-hati, sehingga jangan sampai menimbulkan berbagai hal yang tidak diinginkan," ujar Eldonie.

Misalnya ketika pindah ke Kalimantan Tengah (Kalteng). Ia mewanti-wanti, ada banyak persoalan yang terjadi terkait tanah di Kalteng, terlebih jika dalam pengurusan surat atas tanah yang diberikan merupakan surat tanah palsu akibat ulah dari mafia tanah yang bekerjasama dengan oknum pemerintahan yang tidak bertanggungjawab.

"Masyarakat masih belum jeli dalam membeli lahan yang ada di Kalteng ini, sehingga hal tersebut banyak dimanfaatkan oleh sekelompok oknum yang tidak bertanggungjawab," tandasnya.

Berbeda dengan politikus NasDem Lathifa Al Anshori, ia memandang praktik mafia tanah tidak akan menjegal wacana pemindahan ibu kota ke luar Jawa. Lathifa mengklaim, pemerintah memiliki formula ampuh untuk menangkal hal-hal yang tidak diinginkan, khususnya pada bidang petanahan. 

"Saya rasa enggak ya. Ada program reformasi agraria yang sudah dilakukan oleh Pak Jokowi dari awal pemerintahan periode ini, yang dengan target tahun 2025 itu selesai. Tahun ini saja 9 juta hektare, direncanakan akan bersertifikat," ujar Lathifa kepada Tagar di kawasan Menteng, Selasa 14 Mei 2019.

Jadi, kata Lathifa, praktik mafia tanah bukan masalah besar. Ia mengharapkan masyarakat membentuk soliditas, bekerjasama memastikan supaya negara ini maju.

"Yang penting strategi dan perencanaannya matang, juga mendapat dukungan dari masyarakat. Bukan untuk kepentingan sepihak saja," tandas Lathifa.

Baca juga:

Berita terkait
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.