Jakarta - Jaksa Agung HM Prasetyo membantah Kejaksaan Agung (Kejagung) berhenti dalam penanganan kasus pelanggaran HAM berat. Namun, menurut dia bukti-bukti yang ada kurang kuat untuk dinaikkan ke tingkat penyidikan.
"Selama ini meskipun sudah sekian lama proses penanganan pelanggaran HAM berat ini, dikatakan mandeg ya tidak, karena bagaimana pun hasil penyelidikan Komnas HAM jadi acuan kami untuk ditingkatkan ke penyidikan atau tidak," ujar dia di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat, 4 Oktober 2019, seperti diberitakan Antara.
Kami ingin mempertanyakan apa kekurangannya.
Diketahui, beberapa kali berkas perkara pelanggaran HAM berat dikembalikan ke Komnas HAM. Namun, kata Prasetyo kini berkas tersebut sudah di Kejaksaan Agung untuk diteliti oleh jaksa penyidik.
Prasetyo menyadari sulitnya mengumpulkan bukti untuk kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, karena peristiwanya sudah lama sehingga saksi dan tersangkanya diduga sudah banyak yang meninggal.
"Kami bisa pahami itu kalau Komnas HAM juga rasanya tidak mudah untuk menghasilkan penyelidikan yang maksimal, yang memiliki syarat untuk bisa ditingkatkan ke penyidikan," kata dia.
Dari pada jalan yudisial, lanjut bekas politisi Partai NasDem itu, yang masih menemui kendala, Prasetyo menyampaikan jalan yang lebih mudah untuk kasus pelanggaran HAM masa lalu adalah pendekatan nonyudisial dengan rekonsiliasi.
"Penyelesaian rekonsiliasi, pendekatan nonyudisial ini kan masih pro dan kontra, sementara kalau dipaksakan pendekatan yudisial, ya, itu kendalanya lamanya waktu peristiwa itu terjadi, tentunya terkait masalah pengumpulan bukti-bukti," tutur dia.
Sebelumnya, Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 65, Bedjo Untung menyerahkan temuan 346 kuburan massal korban pembunuhan 1965 kepada komnas HAM serta Kejaksaan Agung.
Ia turut mempertanyakan ungkapan Prasetyo terkait kurangnya kuatnya bukti yang disebut menjadi kendala penanganan pelanggaran HAM berat jalur yudisial.
"Kami ingin mempertanyakan apa kekurangannya. Kami serahkan bukti memang betul ada kejadian kejahatan kemanusiaan tahun 1965. Mestinya Jaksa Agung tidak bisa mengelak bahwa kurang alat bukti atau segala macam," kata dia.
Menurut dia, temuan ratusan kuburan massal di sejumlah daerah di Indonesia dapat menjadi barang bukti agar kasus ini segera ditindaklanjuti Jaksa Agung. []