Hari Indah di Bantaeng Sebelum Monster Covid Datang

Hari indah di Desa Layoa, Bantaeng, Sulawesi Selatan, sebelum ada monster covid, semua bersorak gembira, berdekatan satu sama lain tanpa khawatir.
Pertandingan bola di Lapangan Kareng Cakke, Desa Layoa, Kecamatan Gantarangkeke, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, Sabtu sore, 14 Maret 2020. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Bantaeng - Hari itu kehidupan berjalan normal, belum ada monster bernama Covid-19 yang merusak segalanya. Hari itu, Sabtu sore, 14 Maret 2020, gemuruh sorak-sorai di Lapangan Kareng Cakke, Desa Layoa, Kecamatan Gantarangkeke, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. Para penonton meneriakkan dukungan kepada jagoan masing-masing. Satu sama lain berdekatan tanpa khawatir. Tak perlu menutupi wajah dengan masker. 

Lapangan hijau untuk pertandingan olahraga itu terletak di depan Puskesmas Pembantu Desa Layoa. Orang-orang membentuk kelompok-kelompok dengan kaus warna-warni sesuai tim yang didukung.

Tepuk tangan ramai menggema, sesekali suitan yang menggoda terdengar dari kumpulan penonton. Berbagai macam ekspresi dan cara mereka memberi semangat dan meramaikan turnamen. Sempritan wasit yang mengawal jalannya pertandingan juga menjadi bunyi-bunyian yang mengisi liang-liang telinga. Sungguh sebuah pemandangan kawula muda yang bebas merdeka, bersemangat dan luar biasa.

Ada tiga cabang olahraga dalam turnamen itu. Yaitu bola voli, sepak takraw, dan sepak bola. Turnamen ini adalah kali keempat yang dilaksanakan Ikatan Pemuda Layoa atau Ikapela. Kegiatan ini merupakan rangkaian perayaan ulang tahun organisasi pemuda tingkat desa tersebut.

Ikapela berdiri 25 Maret 2016. Dari semua turnamen yang pernah dilaksanakan, kali ini yang terbesar. Diikuti peserta dari tiga kabupaten tetangga, yakni Jeneponto, Bulukumba, dan Bantaeng sebagai tuan rumah.

Malam itu kami, beberapa orang dari kepanitiaan ke rumah beliau. Dari sana alhamdulillah kami kembali mendapat keyakinan, acara bisa terlaksana.

Cerita Desa LayoaPertandingan bola di Lapangan Kareng Cakke, Desa Layoa, Kecamatan Gantarangkeke, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, Sabtu sore, 14 Maret 2020. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Andi Manaf, 37 tahun, tokoh masyarakat yang mendampingi perjuangan Ikapela. Ia mengatakan ini sebuah event yang cukup besar dengan memberdayakan kemampuan lembaga seadanya. Dari segi materi bisa dibilang nol, Ikapela hanya bermodal tenaga, tekad, keyakinan. Mereka mengurus izin untuk mengorganisir event fantastis berskala tiga kabupaten. 

Tentu itu sebuah prestasi untuk kelas desa, ada kegigihan para pemuda di baliknya, di antara pemuda itu ada Fahrul Rozi, usia 20 tahun, angkata pertama Ikapela, ketua panitia turnamen olahraga tiga kabupaten ini.

"Kami dapat banyak bimbingan dari Andi Manaf, beliau tokoh pemuda di sini yang memang sudah lama berkecimpung di dunia kepemudaan dan olahraga khususnya," ujar Fahrul Rozi.

Sore itu Fahrul juga berperan sebagai wasit, mengisi kekosongan posisi tersebut.

Di tengah jeda pertandingan, Fahrul bercerita banyak kepada Tagar, proses panjang sebelum sampai pada hari itu. Dari perencanaan hingga rekan-rekannya nyaris menyerah di tengah perjalanan. 

"Ya apa lagi sumber masalahnya kalau bukan soal anggaran. Tak ada satupun lobi dengan berbagai pihak yang menghasilkan kesepakatan," ujarnya.

Padahal dengan mental setebal baja, para pemuda Ikapela sudah hilir-mudik mencari bantuan, mencari sponsor, namun nasib baik tak kunjung berpihak. 

Hingga hari menjelang batas akhir, Fahrul dan teman-teman mengadu kepada Andi Manaf. Di titik ini harapan kembali menyala, semangat kembali membara. Peduli apa soal dana. Mereka dilatih berpikir kreatif dan nekat. Ada cara lain bisa ditempuh.

Cerita Desa LayoaFahrul Rozi, jadi panitia merangkap wasit bola voli di Lapangan Kareng Cakke, Desa Layoa, Kecamatan Gantarangkeke, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, Sabtu sore, 14 Maret 2020. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

"Malam itu kami, beberapa orang dari kepanitiaan ke rumah beliau. Dari sana alhamdulillah kami kembali mendapat keyakinan, acara bisa terlaksana," mata Fahrul bersinar. Ia tampak begitu senang mengenang malam itu.

Setelah membereskan urusan administratif, segenap panitia menyebarluaskan informasi kegiatan mereka. Tentang adanya pertandingan antardesa. Sebuah pertandingan yang sifatnya semi kompetisi. Pada dasarnya mereka ingin menjalin silaturahmi. Keberuntungan bersambut. Satu persatu tim dari berbagai daerah, berbagai cabang olahraga mendaftarkan diri.

Tercatat 16 tim untuk masing-masing cabang olahraga voli dan sepak takraw dari Kabupaten Bulukumba. Sedangkan cabang olahraga sepak bola mini diikuti 44 tim dari tiga kabupaten, yaitu Bulukumba, Bantaeng, dan Jeneponto. Tiap tim diwajibkan mendaftar dengan membayar Rp 200 ribu. 

"Uang itu kami gunakan untuk pembelian hadiah nantinya," kata Fahrul.

Begitulah, fase jatuh bangun dialami. Sebuah pelajaran besar yang patut diacungi jempol. Tentang keuletan, kegigihan, percaya diri, dan kekompakan para pemuda. Hingga akhirnya lapangan hijau sore itu bisa bercorak begitu indahnya. 

Bukan hanya dari kalangan atlet dan suporter, beberapa warga setempat sangat tertolong. Karena dengan adanya kegiatan yang menjadi pusat keramaian di desa mereka, beberapa orang memanfaatkan keadaan itu untuk berjualan makanan ringan, kue-kue dan gorengan, bakso bakar, ada pula es jeruk peras pelepas dahaga.

Sebelum kembali ke tengah lapangan untuk menjalankan tugas sebagai wasit pertandingan bola voli, Fahrul mengungkapkan harapannya.

"Semoga pemerintah dan pihak-pihak terkait bisa melihat kegiatan kami, dan ke depannya mau berperan serta dengan kami. Kalau tidak bisa materi, setidaknya dukungan moril," ujarnya.

Cerita Desa LayoaAndi Manaf, tokoh pemuda, di Lapangan Kareng Cakke, Desa Layoa, Kecamatan Gantarangkeke, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, Sabtu sore, 14 Maret 2020. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Andi Manaf terlihat lega dan bangga melihat Fahrul Rozi.

"Saya hanya ingin melihat generasi muda terutama di Desa Layoa ini terselamatkan dari hal-hal negatif terutama minuman keras dan narkoba. Tentu harapan ini akan mustahil apabila kami tidak berbuat. Maka dari itu kami buatkan suatu wadah untuk generasi berkreasi," tutur Manaf.

Ia telah bergulat dengan dunia kepemudaan dan olahraga di berbagai tingkat selama kurang lebih 15 tahun terakhir. Ia akan terus memberikan dukungan kepada setiap pemuda yang siap bergerak, ingin maju menjadi lapisan generasi lebih baik, andal, mampu bersaing.

Baginya pemuda yang bergerak dari desa adalah satu jalan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, unggul. Dengan memberi ruang berekspresi dan kesempatan untuk menggali potensi diri, dengan sendirinya akan lahir barisan pemuda-pemudi berkarakter, militan, mampu bersaing. Karena menurut Manaf, organisasi adalah wadah untuk menempa diri serta menemukan jati diri.

"Kami berharap momen kali ini menjadi momentum bagi semua pihak untuk lebih peduli dan mendukung semua kegiatan yang bernilai positif," tutur Andi Manaf dengan pandangan optimis, penuh harapan baik. []

Baca cerita lain:

Berita terkait
Seni Menyablon Papadev di Bantaeng
Nirman berdiri di antara tumpukan lebih dari 1000 lembar goodie bag berwarna hitam, pesanan pelanggan. Ia gesit, sangat menguasai pekerjaannya.
Petaka Amonia di Aceh Utara
Aroma busuk amonia mengotori udara Desa Tambon Baroh, Kecamatan Dewantara, Kabupaten Aceh Utara. Bikin warga pusing, muntah sampai pingsan.
Siasat Warga Bali Bertahan di Tengah Covid-19
Tak ada yang lebih parah dari dampak virus Covid-19 ini. Saya sudah merasakan semuanya saat bom Bali, musibah Gunung Agung, virus Sars, Flu Burung.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.