Siasat Warga Bali Bertahan di Tengah Covid-19

Tak ada yang lebih parah dari dampak virus Covid-19 ini. Saya sudah merasakan semuanya saat bom Bali, musibah Gunung Agung, virus Sars, Flu Burung.
Sepi menyergap spot destinasi wisata unggulan di Bali setelah virus corona Covid-19 menjadi pandemi dunia. Sebelum pandemi, spot ini dipadati turis mancanegara. Foto diambil pada pengujung Maret 2020. (Foto: Tagar/Nila Sofianty)

Denpasar, Bali - Luar biasa virus corona Covid-19 yang sudah menjadi pandemi dunia ini, semua sisi kehidupan dibuat mati gaya. Apalagi Bali yang sebagian besar warganya menghidupi kebutuhan bulanan dan harian dari industri pariwisata. Banyak orang Bali betul-betul memahami arti jargon "gak ada turis gak makan".

Virus ini lebih dahsyat dampaknya dari musibah-musibah sejenis yang pernah dilalui Bali, mulai dari bom Bali, virus SARs , Flu burung hingga erupsi Gunung Agung. Semua relatif bisa dilalui lebih cepat dan recovery-nya juga terbilang lebih mudah. Tapi Covid-19 ini tak tahu sampai kapan, jaga jarak, social distancing, physical distancing 14 hari, berlanjut 2 minggu lagi, lagi dan lagi entah sampai kapan.

Di samping urusan perut, untuk urusan batiniah ritual agama dan tradisi kemanusiaan pun dibuat kacau. Padahal sebagian besar upacara keagamaan Umat Hindu di Bali melibatkan kerumunan massa.

Semuanya harus menepi dulu menunggu virus ini lewat dan berlalu. Yang baru lewat adalah upacara Ngembak Geni setelah Nyepi yang biasa diisi dengan anjangsana halal antarkeluarga sahabat kerabat pun tak bisa karena harus tetap di rumah agar virus ini tak leluasa menyebar ke sana ke mari.

Virus ini betul-betul memporakporandakan tradisi kemanusiaan yang telah lama kita jaga untuk memupuk rasa manusiawi manusia. Pun tak beda yang dialami umat beragama lain di Bali. Semua menepi dulu di rumah, sekolah, bekerja, dan beribadah serta beraktivitas di rumah saja.

Tapi urusan perut kelangsungan hidup keluarga harus terus diperjuangkan. 'Gak boleh mati gaya, kalau perlu salto bolak-balik ya kudu dijalani', begitu kebanyakan yang dikatakan para pencari nafkah di Bali di tengah kondisi mendung pariwisata Pulau Dewata ini.

Tak ada yang lebih parah dari dampak virus corona ini. Saya pernah merasakan semuanya saat bom bali, musibah Gunung Agung, Virus Sars, Flu Burung jangka waktunya tak terlalu lama kami bisa recovery tapi ini corona, kita tak tahu sampai kapan berakhir.

Bali Sepi di Tengah PandemiSepi menyergap spot destinasi wisata unggulan di Bali setelah virus corona Covid-19 menjadi pandemi dunia. Sebelum pandemi, spot ini dipadati turis mancanegara. Foto diambil pada pengujung Maret 2020. (Foto: Tagar/Nila Sofianty)

Simak saja, gaya salto Boy, kepala keluarga dengan 3 anak yang memiliki perusahaan tour & travel keluarga di Nusa Dua. meski usaha yang dia bilang kecil-kecilan tapi sudah bertahun-tahun usaha ini mampu menopang kebutuhan keluarga kecil tambah keponakan dan sepupu di Bali serta bisa membantu keluarga besarnya di Jawa, daerah asalnya.

Dengan beberapa mobil yang dimiliki untuk disewakan plus guide tour selama ini pemasukan bersih bisa di atas 10 juta sebulan. Ada saja tamu turis yang menyewa mobil dan tour guide-nya belum lagi penjualan tiket pesawat dan tiket mobil travel atau bus antarprovinsi yang juga dilayaninya.

Awalnya saat virus muncul di Wuhan, China, hanya turis China yang hilang, tapi sekarang setelah pandemi semua turis tunggang-langgang dari Bali. "Sudah 2 bulan blas gak ada tamu, terpaksa memancing dan menjala ikan di Waduk Muara dekat Sanur," ujar Boy.

Ditambahkannya juga menjala harus dari subuh hingga malam juga bisa dan kalau sedang beruntung dapat ikan mujair bisa 10 kilogram lebih dijual 25 atau 30 ribu per kilogram setelah dibersihkan istrinya di rumah. "Ya istri nawarin pakai WhatsApp, tergantung pesanan. Hari ini ada pesanan 15 kilo. Kadang mancing juga pagi siang, hitung-hitung berjemur mencegah virus corona," gurau Boy mencoba bersahabat dengan kondisi hidup.

Bali Sepi di Tengah PandemiSepi menyergap spot destinasi wisata unggulan di Bali setelah virus corona Covid-19 menjadi pandemi dunia. Sebelum pandemi, spot ini dipadati turis mancanegara. Foto diambil pada pengujung Maret 2020. (Foto: Tagar/Nila Sofianty)

Cerita soal sepi turis juga dikisahkan para hotelier Bali. Cerita sedikit soal Nyepi dari para hotelier saat corona rata-rata senada.

Buat para hotelier, senyum cerah momen Nyepi dengan menyambut para tamu yang membuat momen ini menjadi momen-momen peak season kemarin memang hilang. Tingkat hunian hotel bahkan di bawah garis yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya.

"Tak ada yang lebih parah dari dampak virus corona ini. Saya pernah merasakan semuanya saat bom bali, musibah Gunung Agung, Virus Sars, Flu Burung jangka waktunya tak terlalu lama kami bisa recovery tapi ini corona, kita tak tahu sampai kapan berakhir," ujar Muhwar asal Singaraja, Bali, seorang general manager di sebuah hotel di Jimbaran yang sudah puluhan tahun mengabdikan diri di industri perhotelan Indonesia.

Bali Sepi di Tengah PandemiSepi menyergap spot destinasi wisata unggulan di Bali setelah virus corona Covid-19 menjadi pandemi dunia. Sebelum pandemi, spot ini dipadati turis mancanegara. Foto diambil pada pengujung Maret 2020. (Foto: Tagar/Nila Sofianty)

Awal virus hanya terjadi di China, ia mengatakan tamu masih 50 persen karena tamu China bisa ditutup dengan tamu mancanegara negara lain juga domestik, tapi saat diumumkannya banyak warga Indonesia yang positif, tamu langsung anjlok hingga berada di 10-20 saja.

Tapi Muhwar mengatakan terus berusaha membesarkan hati karyawannya yang berjumlah hampir 100 untuk tetap tersenyum menyambut segelintir tamu yang tersisa dengan pelayanan tak berubah meskipun "dapur" mereka porak-poranda. 

"Kami berusaha berhemat di dalam dari 3 lift hanya 1 yang kami fungsikan, penghematan listrik AC air untuk memangkas biaya, plus sejumlah daily worker yang terpaksa dirumahkan. Bahkan kalau perlu budget biaya makan karyawan sebagian dipangkas. Semoga kondisi cepat membaik," ujarnya.

Bali Sepi di Tengah PandemiSepi menyergap spot destinasi wisata unggulan di Bali setelah virus corona Covid-19 menjadi pandemi dunia. Sebelum pandemi, spot ini dipadati turis mancanegara. Foto diambil pada pengujung Maret 2020. (Foto: Tagar/Nila Sofianty)

Senada dengannya, Fely dari Divisi Marketing sebuah hotel berbintang 4 di tepi Pantai Kuta yang sudah puluhan tahun berdiri, mengaku paket Nyepi yang biasa laris manis tahun-tahun sebelumnya, saat ini laku beberapa saja. Meskipun begitu ia masih bisa bersyukur karena owner hotelnya lumayan kuat sehingga untuk urusan pangkas memangkas karyawan ia berharap jangan sampai terjadi.

"Tinggal 20 persen tamu, dulu kalau peak season bisa sampai 80-90 persen, beberapa tamu yang tadinya long stay jadi early check out. Disiasati dengan tamu domestik juga susah. Bahkan kami sampai membuat paket Nyepi untuk komunitas kami para hotelier pun tak mempan. Semua jadi parno banyak travel ban. Mau nyasar lokal sama saja ekonomi lagi down. Tapi kita juga harus mentaati upaya pemerintah menanggulangi dampak virus ini dan semoga berakhir," ujar Fely.

Di spot-spot kondang seperti Kuta dan Jimbaran, pengencangan ikat pinggang hingga bikin sesak ini terjadi agak lama setelah viralnya dampak virus karena warga Indonesia mulai banyak yang positif terkena virus ini.

Bali Sepi di Tengah PandemiSepi menyergap spot destinasi wisata unggulan di Bali setelah virus corona Covid-19 menjadi pandemi dunia. Sebelum pandemi, spot ini dipadati turis mancanegara. Foto diambil pada pengujung Maret 2020. (Foto: Tagar/Nila Sofianty)

Andin, Manager Marketing sebuah hotel di Pinggir Pantai Lebih Gianyar yang pernah disebut sebut mertua Rafi Ahmad, pesohor televisi itu, yang dialami tak kalah pedih.

Saat belum sebulan kabar dampak corona saja manajemen hotelnya sudah merugi hampir Rp 2,8 miliar karena banyaknya pembatalan tamu. "Di awal-awal saja dampak cancelation belum sebulan 2,8 M itu masih ada tamu bikin acara di Bali jadi kami membuat juga paket stay di hotel untuk tamu Bali yang sedang menggelar acara di hotel lain," ujar Andin.

Ditambahkannya, sekarang tamu hanya sekitar 20 persenan. Karenanya daily work sudah banyak yang dirumahkan. Ia pun sama berharap situasi ini segera mereda. "Ya harus sabar dulu lah, gak cuma kita tapi semua."

Hotel guncang otomatis para rekanan bisnis hotel pun begitu. Termasuk Dwita Mauli, pengusaha catering yang biasa menangani urusan catering karyawan 5-6 hotel di seputaran Kuta Selatan. "Manajemen hotel saja kencangkan ikat pinggang, imbasnya ke catering karyawan juga. Dulu sehari bisa ratusan karyawan yang dibikinkan catering, sekarang susut cuma belasan," ujar Dwita.

Belum lagi harga paket per pax minta diturunkan karena memang itu adalah salah satu kebijakan manajemen hotel untuk memangkas pengeluaran daripada mem-PHK karyawan. "Dulu 15-20 ribu per pax, paket lengkap plus kerupuk dan buah. Sekarang minta diturunkan sampai 10 ribu, ya gak masuk modal donk. Masak kita nombok ya terpaksa sekarang berhenti semua catering hotel."

Bali Sepi di Tengah PandemiSepi menyergap spot destinasi wisata unggulan di Bali setelah virus corona Covid-19 menjadi pandemi dunia. Sebelum pandemi, spot ini dipadati turis mancanegara. Foto diambil pada pengujung Maret 2020. (Foto: Tagar/Nila Sofianty)

[]

Baca cerita lain:

Berita terkait
Pergolakan Batin Sukarsih Tenaga Medis Positif Covid-19
Sukarsih, seorang perempuan ayu dengan rambut panjang tergerai. Usianya 29 tahun. Ia bekerja sebagai tenaga medis, melayani pasien Covid-19.
Menahan Rindu, Karantina Mandiri 14 Hari di Empang
Selama karantina mandiri 14 hari, Dwi dan Tria tinggal di gubuk di tengah empang, tanpa listrik, sunyi, jauh dari rumah warga desa.
Kisah Profesor Idrus Paturusi Sembuh dari Covid-19
Profesor Idrus Paturusi mantan Rektor Universitas Hasanuddin mengumumkan dirinya positif virus corona Covid-19. Ia telah sembuh. Ini ceritanya.
0
LaNyalla Minta Pemerintah Serius Berantas Pungli
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, meminta pemerintah serius memberantas pungutan liar (pungli). Simak ulasannya berikut ini.