Jakarta - Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Arief Poyuono mengajak seluruh elemen masyarakat dari buruh, tani, hingga nelayan untuk menentukan sikap menolak revisi UU KPK.
Usulan revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 kini tinggal menunggu keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) apakah menerbitkan surat presiden (surpres) atau tidak.
"Nah, seluruh elemen masyarakat dari berbagai kalangan, baik buruh, tani, nelayan maupun lainnya harus menolak revisi UU KPK yang akan digunakan untuk merampok uang negara nantinya," ucap Arief lewat keterangan tertulis yang diterima Tagar, Selasa 10 September 2019.
Kita akan berikan dukungan kepada Presiden Joko Widodo untuk membatalkan revisi UU KPK.
Menurut Arief, usulan revisi UU KPK yang berasal dari DPR di era Jokowi ini akan membuat aksi bersih-bersih di pemerintahan terhambat. Sebab itu, Gerindra memberikan dorongan agar Jokowi sebagai kepala negara tidak mengeluarkan surpres sebagai bentuk penolakan usulan revisi UU KPK.
"Kita akan berikan dukungan kepada Presiden Joko Widodo untuk membatalkan revisi UU KPK, karena revisi UU KPK itu sebagai upaya untuk mengagalkan Joko Widodo dalam menciptakan pemerintahan yang bersih," demikian Arief Poyuono.
Seperti diketahui revisi UU KPK pernah digulirkan oleh Komisi Hukum DPR pada 26 Oktober 2010. Ketika itu, untuk pertama kalinya, wacana revisi UU KPK muncul, kemudian masuk program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2011.
Tak jauh berbeda, poin-poin yang diusulkan diubah dalam UU KPK di antaranya terkait kewenangan hingga surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
Dalam perjalanannya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang kala itu menjabat sebagai Presiden menyatakan sikap menolak. Pada 8 Oktober 2012, SBY mengatakan revisi UU KPK tidak pada waktu yang tepat.
Baca juga: