Gegara Jiwasraya, Bakal Dibentuk Penjamin Polis?

Pemerintah membuka peluang pembentukan lembaga penjamin polis guna meningkatkan sistem pengawasan terhadap lembaga asuransi di Indonesia.
Wakil Menteri Keuangan Republik Indonesia (Wamenkeu), Suahasil Nazara. (Foto: dok. dok. Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu)

Jakarta - Pemerintah membuka peluang  pembentukan lembaga penjamin polis (LPP) guna meningkatkan sistem pengawasan terhadap lembaga asuransi di Indonesia. Apakah pembentukan LPP asuransi ini gegara merebaknya kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero)? Namun yang pasti menurut Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, konstitusi mengamanatkan pendirian lembaga yang namanya lembaga penjamin polis.

Hal itu dilontarkan Suahasil Nazara usai resmi diangkat sebagai anggota Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) oleh Mahkamah Agung. Menurutnya, rencana pendirian LPP tersebut tidak serta merta dapat dilakukan dalam waktu dekat. Hal itu mengingat diperlukan koordinasi antar lembaga terkait agar dapat bekerja sesuai dengan tugas dan fungsi secara sistematis.

Rencana pembentukan LPP perlu koordinasi DPR

Dari sisi dasar pembentukan, lembaga ini juga harus dilandasi oleh ketetapan undang-undang yang berlaku. Oleh karenanya, pemerintah tidak bisa berjalan sendiri dalam proses perumusannya. “Karena pembentukannnya dengan undang-undang maka diperlukan koordinasi dengan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dalam proses persetujuan tersebut,” tegas Suahasil.

Adapun dari sisi pemerintah, sambung Suahasil, pihaknya di Kementerian Keuangan sangat terbuka terhadap opsi pendirian LPP. Selain sebagai elemen kontrol terhadap industri jasa keuangan di Tanah Air, khususnya asuransi, pembentukan badan yang dimaksud juga bisa berfungsi sebagai entitas pelindung bagi dana nasabah yang diparkir. “Kalau persiapan di pemerintah itu kami terus menginisiasi langkah awal pembentukan lembaga penjaminan polis itu,” imbuh dia.

PT Asuransi JiwasrayaWarga melintas di depan kantor Asuransi Jiwasraya di Jalan Juanda, Jakarta, Rabu (11/12/2019). (Foto: Antara/Galih Pradipta)

Pertimbangan yang masak

Sebelumnya, Direktur Data Indonesia Herry Gunawan mengatakan kepada Tagar bahwa pembentukan ‘LPS’-nya industri asuransi harus berdasarkan pada pertimbangan yang masak. Pasalnya, pembentukan LPP akan sangat berbeda dengan lembaga penjamin simpanan (LPS) yang berlaku pada industri perbankan.

Sebab, jika LPS mengacu pada penjaminan simpanan nasabah yang masuk dalam rentang suku bunga yang telah ditetapkan, maka tolak ukur lembaga penjamin polis bersifat lebih kompleks. “Asuransi kan berbeda, mereka menghimpun dana dari masyarakat kemudian diinvestasikan dana tersebut pada beberapa instrumen,” katanya pekan lalu , 10 Januari 2020.

Selain itu, Herry juga mengingatkan bahwa pembentukan LPP harus bisa mengidentifikasikan secara jelas jenis instrumen dana apa yang kemudian dibatasi. “Misalnya, yang mau dibatasi itu apakah imbal hasil dari polis, sistem investasinya, atau apa? Ini bisa berpotensi rancu nanti,” terangnya.

Pembentukan Dewan Pengawas OJK

Malahan, dia mengusulkan kepada pemerintah untuk memperkuat sektor pengawasan melalui pembentukan Dewan Pengawas OJK dengan tujuan meningkatkan fungsi pemantauan terhadap kinerja pelaku industri jasa keuangan di Tanah Air.

Sebagai informasi, wacana pembentukan lembaga penjamin polis dirasa semakin relevan pasca mega skandal Asuransi Jiwasraya dengan dugaan kerugian negara senilai Rp13,7 triliun. Pembentukan badan tersebut bisa menjadi cara tersendiri bagi pemerintah untuk memberikan jaminan kepastian atas dana nasabah yang terparkir pada entitas asuransi.

OJKOJK

Berdasarkan data Statistik Perasuransian Indonesia 2017 yang dilansir oleh OJK, jumlah premi bruto industri asuransi pada periode tersebut mencapai Rp 407,71 triliun. Dalam lima tahun terakhir, pertumbuhan rata-rata premi bruto adalah sekitar 20,6 persen (menggunakan metode Compounded Annual Growth Rate/CAGR).

Apabila jumlah premi bruto tersebut dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia pada 2017, yaitu sebanyak 261,9 juta jiwa, maka akan diperoleh densitas asuransi sebesar Rp 1.556.711. Hal ini memiliki pengertian bahwa secara rata-rata setiap penduduk Indonesia mengeluarkan dana sebesar Rp 1.556.711 untuk membayar premi asuransi.[]

Baca Juga:

Berita terkait
Kasus Jiwasraya, Pembentukan Dewas OJK Sudah Urgen?
Polemik keuangan yang melanda PT Asuransi Jiwasraya merupakan bukti lemahnya kontrol terhadap OJK dalam menjalankan fungsi pengawasan.
Saham Gorengan Jiwasraya Rugikan Negara Rp 10,4 T
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berhasil mengidentifikasi kerugian negara atas penempatan dana PT Asuransi Jiwasraya.
BPK: Ada Penyimpangan Penjualan Produk Jiwasraya
BPK telah menyelesaikan pemeriksaan pendahuluan terhadap kondisi keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero).