Jakarta - Pegiat legalisasi ganja yang tergabung di dalam Lingkar Ganja Nusantara (LGN) buka suara soal status tanaman mariyuana atau canabis sativa ketika masa orde lama atau pemerintahan Presiden Soekarno.
Advokat LGN Singgih Tomi Gumilang mengungkapkan pelarangan ganja di Indonesia berawal dari perjanjian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam sebuah forum internasional bernama 'Single Convention on Narcotic Drugs' pada tahun 1961.
Perjanjian tersebut membuat nilai positif ganja luntur seketika, berbalik menjadi zat haram bagi tubuh karena dikategorikan narkoba.
Pertanyaannya, kalau ganja baru ilegal tahun 76, berarti pada saat tahun kemerdekaan 45 sampai 75, ganja legal ga?
"Kita kembali ke dasar, mengapa ganja ilegal. Awalnya karena ada 'United Nations Single Convention on Narcotic Drugs' tahun 1961 yang menyatakan bahwa ganja tidak punya manfaat ekonomi, medis atau apapun," ujar CEO LGNshop itu kepada Tagar, Jumat 31 Januari 2020.
Baca juga: Ekspor Ganja oleh PKS Mewakili Warga Aceh
Meskipun telah ada sejak tahun 1961, Indonesia sendiri baru menyetujui perjanjian tersebut pada tahun 1976. Saat itu, kata Tomi, yang sedang berkuasa adalah rezim orde baru di bawah pemerintahan Presiden ke-2 Soeharto.
"Pertanyaannya, kalau ganja baru ilegal tahun 76, berarti pada saat tahun kemerdekaan 45 sampai 75, ganja legal ga?," ucapnya.
Tomi enggan menjawab perihal itu secara terang benderang. Dia mempersilakan siapapun yang ingin mengetahui dan berdiskusi soal sejarah untuk datang langsung ke Kantor LGN yang ada di salah satu kompleks perumahan di Jalan Cempaka Lestari, Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
"Jawabanya, bisa kamu datang ke kantor LGN kalau kamu mau," kata dia.
Sebelumnya, pembahasan mengenai ganja ekspor menjadi perbincangan hangat publik. Hal demikian karena anggota Komisi VI DPR Rafli Kande mengusulkan agar tanaman yang khas dengan wilayahn Aceh menjadi komoditas ekspor Nasional.
Sebab, Rafli yang berasal dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menilai ganja cukup menjanjikan bagi perdagangan Indonesia. Dia menyampaikan usulan tersebut dalam rapat kerja dengan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto.
Baca juga: Konspirasi Global 'Kriminalisasi' Peganja
"Ganja entah itu untuk kebutuhan farmasi, untuk apa saja jangan kaku. Kita harus dinamis berpikirnya. Jadi ganja ini di Aceh tumbuhannya itu mudah," kata Rafli di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis, 30 Januari 2020.
Kemudian, Rafli juga merasa bahwa menanam ganja di sini tidak sulit, terlebih dengan ketersediaan lahan yang tidak sempit.
"Jadi Pak, ganja ini bagaimana kita jadikan komoditas yang ekspor yang bagus. Jadi kita buat lokasinya. Saya bisa kasih nanti daerahnya di mana," ujar Rafli. []