Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, menjelaskan bahwa penemuan ladang ganja di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) merupakan hasil kolaborasi antara Kementerian Kehutanan dan Kepolisian RI. Dia menegaskan bahwa penemuan ini bukan alasan penutupan TNBTS, melainkan upaya bersama untuk menjaga keamanan dan konservasi taman nasional tersebut.
“Ladang ganja itu bukan hasil karya teman-teman Taman Nasional di sana. Tapi itu bekerja sama dengan kepolisian untuk menemukan ladangnya,” ujar Menhut Raja Juli Antoni dalam pernyataan terkonfirmasi di Jakarta. Penemuan area ladang ganja dilakukan dengan menggunakan drone dan pemetaan bersama pihak Kepolisian RI serta Polisi Hutan.
Menhut Raja Antoni menegaskan bahwa penggunaan drone dan kerja sama tim lapangan tidak terkait dengan penutupan taman nasional. “Kan isunya 'oh ditutup supaya ganjanya tidak ketahuan, justru dengan drone, dan teman-teman di Taman Nasional yang menemukan titiknya bersama Polhut, itu kita cabut dan menjadi barang bukti yang kita bawa ke polisi,” tambahnya.
Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kemenhut, Satyawan Pudyatmoko, menjelaskan bahwa penemuan ladang ganja ini terjadi pada September 2024. Pihak TNBTS membantu mengungkap area lahan yang ditanami ganja tersebut dengan menurunkan petugas, Polisi Hutan, hingga Manggala Agni untuk mengecek lokasi menggunakan drone. “Karena ladang ganja itu biasanya ditanam di tempat-tempat yang relatif sulit untuk ditemukan, sehingga kita menurunkan petugas termasuk Kepala Balai Taman Nasional waktu itu, Polhut, Masyarakat Mitra Polhut, dan juga Manggala Agni yang ada di sana,” ujar Satyawan.
Pihak Kemenhut akan terus melakukan patroli dengan intensif untuk mencegah kasus serupa di masa depan. “Kita petakan, ada beberapa titik yang ada ganjanya, kita hitung, lalu dilakukan pencabutan dan setelah itu tentu ada proses ke pengadilan. Jadi mulai dari awal penemuan ladang ganja itu sampai dengan pembersihan dan proses pengadilan kita terus lakukan pengawalan,” tutup Satyawan.