Eggi Sudjana dan Mereka Berurusan Kasus Makar

Berikut ini nama-nama termasuk Eggi Sudjana yang pernah dan sedang berurusan dengan kasus makar dalam beberapa tahun belakangan.
Eggi Sudjana saat memberikan orasi di depan kediaman Prabowo Subianto di kawasan Jakarta Selatan, Rabu 17 April 2019. (Foto: Tagar/Eno Suratno Wongsodimedjo)

Jakarta - Tak lama setelah Eggi Sudjana ditetapkan sebagai tersangka makar, Amien Rais penggagas wacana people power tak mau lagi memakai kata people power. Ia menggantinya dengan istilah Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat (GNKR).

Berikut ini nama-nama yang pernah dan sedang berurusan dengan kasus makar dalam beberapa tahun belakangan.

1. Eggi Sudjana

Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) Eggi Sudjana sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan penyidik Polda Metro Jaya pada Selasa 14 Mei 2019. 

Eggi sebelumnya dilaporkan oleh relawan Jokowi, Supriyanto, dan caleg PDIP Dewi Tanjung atas dugaan makar. 

Caleg PAN yang gagal melesat ke Senayan ini dilaporkan atas pidatonya di depan rumah Prabowo Subianto di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa 17 April 2019.  

Surat pelaporan Eggi teregister dengan nomor: LP/B/0391/IV/2019/BARESKRIM tertanggal 19 April 2019 dengan tuduhan penghasutan menyusul adanya video Eggi Sudjana yang mengajak gerakan people power.

2. Kivlan Zen

Mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) Mayjen (Purn) Kivlan Zen diperiksa penyidik selama lima jam, Senin 13 Mei 2019. 

Kivlan diperiksa sebagai saksi terkait dugaan penyebaran berita bohong dan makar. Ia dicecar 26 pertanyaan oleh penyidik.

Sebelumnya, Kivlan dilaporkan oleh seorang wiraswasta bernama Jalaludin. Laporan tersebut telah diterima dengan nomor LP/B/0442/V/2019/ BARESKRIM tertanggal 7 Mei 2019. 

Pasal yang disangkakan adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 14 an/atau Pasal 15, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 107 jo Pasal 110 jo Pasal 87 dan/atau Pasal 163 jo Pasal 107.

Setelah pemeriksaan berlangsung, Kivlan menganggap kasusnya sudah selesai. "Saya anggap ini sudah selesai. Insya Allah ini baik-baik saja," kata Kivlan di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.

3. Permadi

Politikus Partai Gerindra Permadi memenuhi panggilan Bareskrim Polri terkait tuduhan berita bohong atau hoaks dan makar. Sejauh ini dia diperiksa sebagai saksi.

Permadi mengaku tidak punya persiapan khusus terkait kasus tersebut. Menurut dia, pemeriksaan ini merupakan perintah undang-undang.

"Saya sudah di ruang pemeriksaan. Saya tidak usah mempersiapkan diri, soalnya siap atau tidak siap ini perintah undang-undang," ucapnya kepada wartawan, Jumat 17 Mei 2019.

Beberapa waktu lalu, pengacara Fajri Safi'i melaporkan politikus Partai Gerindra Permadi ke Polda Metro Jaya terkait pernyataannya soal 'revolusi' dalam sebuah video yang tersebar melalui YouTube. Fajri menilai kalimat yang diucapkan Permadi mengandung unsur SARA untuk masyarakat Indonesia.

Selain Fajri, Permadi juga dilaporkan politikus PDIP Stefanus Asat Gusma terkait video yang sama. Dari kata-kata yang diucapkan Permadi, Stefanus menilai sudah termasuk ajakan melakukan makar.

Laporan itu terdaftar di Bareskrim dengan nomor LP/B/0442/V/2019/BARESKRIM. Dalam laporan, pelapor menyertakan Pasal 14 dan/atau 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan Pasal 107 juncto Pasal 110 juncto Pasal 87 KUHP dan/atau Pasal 163 bis juncto Pasal 107 KUHP. Kasus ini ditangani Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim.

4. Lieus Sungkharisma

Juru kampanye Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Lieus Sungkharisma dijadwalkan menjalani pemeriksaan di Badan Reserse Kriminal Mabes Polri pada Jumat, 17 Mei 2019 atas kasus dugaan makar.

Sebelumnya Lieus dijadwalkan menjalani pemeriksaan pada 14 Mei 2019. Namun ia absen karena masih harus mencari pengacara yang bersedia mendampingi kasusnya.

Lieus dilaporkan oleh seseorang bernama Eman Soleman atas dugaan penyebaran berita bohong dan makar pada 7 Mei 2019. laporan terhadap Lieus diterima dengan nomor laporan LP/B/0441/B/2019/Bareskrim tertanggal 7 Mei 2019.

Dalam laporan tersebut, Lieus Sungkharisma dilaporkan atas Tindak Pidana Penyebaran Berita Bohong atau hoax dengan Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP pasal 14 dan atau pasal 15 serta terhadap Keamanan Negara atau Makar UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP pasal 107 jo asal 110 jo pasal 87 dan atau pasal 163 bis jo pasal 107.

5. Sri Bintang Pamungkas

Sri Bintang Pamungkas ditangkap bersama delapan aktivis dan tokoh nasional lainnya pada 2 Desember 2016. Penangkapan sejumlah aktivis itu jelang aksi damai 212 itu diduga terkait perencanaan makar.

Akibat kasus tindak dugaan makar, Sri Bintang dijerat Pasal 28 Ayat (2) UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta Pasal 107 juncto Pasal 110 KUHP tentang Makar dan Permufakatan Jahat. Dia ditahan di Mapolda Metro Jaya.

Namun Sri Bintang akhirnya dibebaskan dari tahanan pada 15 Maret 2017. Ia ditahan selama 75 hari sejak penangkapan atas kasus dugaan makar pada 3 Desember 2016. Sejumlah nama lainnya bebas lebih dulu dalam kasus makar.

Sri Bintang Pamungkas dikenal sebagai tokoh pergerakan, reformis, politikus, aktivis, dan juga orator hebat di masa penggulingan Soeharto. Di rezim Soeharto, ia pernah ditahan dengan tuduhan makar.

6. Rizal dan Jamran

Kakak beradik, Rizal dan Jamran, diduga terlibat permufakatan jahat untuk melakukan aksi makar. Mereka berdua dianggap terkait dengan delapan tokoh lain yang juga ditangkap terpisah seperti Rachmawati Soekarnoputri, Ahmad Dhani, Sri Bintang Pamungkasi, Kivlan Zen.

Rizal yang aktif dalam gerakan Komando Barisan Rakyat (Kobar) ditangkap di Seven Eleven Stasiun Gambir. Sedangkan saudara kandungnya, Jamran, ditangkap di Hotel Bintang Baru. Jamran adalah Ketua KONI Jakarta Utara dan tokoh Aliansi Masyarakat Jakarta Utara (AMJU) yang dikenal aktif mengampanyekan anti-Ahok.

Dalam penyidikan, polisi menemukan Rizal dan Jamran sempat menerima uang dari Gde Sardjana, suami bekas calon wakil gubernur DKI Jakarta Sylviana Murni sebelum aksi 212 karena dianggap memiliki massa. 

Namun tuduhan makar keduanya tidak terbukti. Keduanya kemudian disangkakan melakukan ujaran kebencian berdasar SARA dari periode 2015 hingga 2016.

7. Rachmawati Soekarnoputri

Politikus Gerindra Rachmawati Soekarnoputri membantah dengan tegas tudingan dirinya terlibat dalam aksi makar pada pemerintahan Presiden. Sebab bagaimana pun juga, dirinya merupakan anak dari proklamator Ir Soekarno atau Bung Karno. 

Rachmawati diketahui menyeberang haluan dari pro Jokowi yang mengendarai Partai NasDem, kemudian merapat ke Gerindra, partai bentukan Prabowo Subianto.

Ia mendukung aksi 212 dalam rangka bela Islam dan menangkap Ahok. Kemudian menggalang bela negara untuk mengembalikan landasan negara pada UUD 1945.

Pada tanggal 2 Desember, Rachmawati berencana menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR untuk menyerukan aspirasinya. Aksi itu pun sudah diketahui pihak kepolisian dengan bukti adanya surat pemberitahuan.

8. Muhammad Al-Khaththath

Tiga bulan setelah Aksi Bela Islam 212, tepatnya pada Jumat 31 Maret 2017 atau menjelang Aksi Bela Islam 313, polisi kembali menangkap beberapa tokoh yang diduga merencanakan tindakan makar.

Mereka adalah Sekretaris Jenderal Forum Umat Islam (FUI) Muhammad Al-Khaththath, Pimpinan Gerakan Mahasiswa Pelajar Bela Bangsa dan Rakyat (GMPBBR) Zainuddin Arsyad, Wakil Koordinator Lapangan Aksi Bela Islam 313 Irwansyah, serta Panglima Forum Syuhada Indonesia Diko Nugraha.

Tersangka kasus dugaan makar tersebut berencana melakukan tindakan jahat terhadap pemerintahan sah, dengan menduduki Gedung DPR/MPR RI pada 19 April 2017. Selain itu, mereka juga akan menggelar aksi besar di lima kota secara serentak.

Status hukum mereka pada akhirnya menguap. Penangguhan Al-Khaththath dikabulkan dengan pertimbangan subjektif penyidik yakni tidak akan melarikan diri dan tidak akan mengulangi perbuatannya. Alasan kesehatan juga menjadi pertimbangan penahanan Al-Khaththath ditangguhkan.

9. Ratna Sarumpaet 

Ratna Sarumpaet bersama Kivlan Zen, Adityawarman, Firza Husein, Eko, Alvin Indra, dan Rachmawati Soekarnoputri ditangkap dengan tuduhan makar. Mereka ditetapkan sebagai tersangka sesaat sebelum aksi 212 pada akhir 2016.

Mereka dituduh akan memanfaatkan gelombang massa Aksi Bela Islam 212 untuk mengepung Gedung DPR/MPR, dan mendesak parlemen mengamandemen UUD 1945, serta mencoba menggulingkan pemerintahan Presiden Jokowi.

Begitu juga musikus politikus Gerindra Ahmad Dhani, dalam penangkapan ini ditetapkan sebagai tersangka penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo.

Kasus mereka mendapatkan penangguhan penahanan, karena tidak ada satu pun berkas perkara yang dinyatakan lengkap oleh pengadilan. []

Baca juga:

Berita terkait
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.