Dugaan Kejahatan Pertambangan oleh PT DPM di Dairi

Aktivitas yang dilakukan oleh PT Dairi Prima Mineral (DPM) dinilai tidak sesuai prosedur.
BAKUMSU, YDPK,JATAM, dan Petrasa, di Caldera Cafe, Medan, Selasa 8 Oktober 2019, menggelar konferensi pers, terkait tertutupnya informasi publik atas izin AMDAL PT DPM. (Foto: Tagar/Istimewa).

Dairi - Aktivitas yang dilakukan oleh PT Dairi Prima Mineral (DPM) dinilai tidak sesuai prosedur. Dari awal perusahaan masuk ke Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, masyarakat tidak diikutsertakan dalam sosialisasi dan pengambilan keputusan.

Begitu pula dengan izin untuk melakukan tahapan aktivitas pertambangan, PT DPM masih menggunakan izin lama, yakni tahun 2005. Izin itu, tidak sesuai dengan aktivitas perusahaan tambang saat ini.

Masyarakat sulit memperoleh informasi dari PT DPM. Padahal, sesuai Undang-Undang nomor 14 Tahun 2008, keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan badan publik lainnya, serta segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik.

Atas kondisi itu, salah seorang warga, Sherly Siahaan, penduduk Kelurahan Parongil, Kecamatan Silima Pungga-Pungga, Kabupaten Dairi, mengajukan permohonan informasi ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Hal itu dipaparkan pada konferensi pers Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (BAKUMSU), Yayasan Diakonia Pelangi Kasih (YDPK), Jaringan Advokasi Tambang Nasional (JATAM), dan Petrasa, di Caldera Cafe, Medan, Selasa 8 Oktober 2019.

Dalam rilis diterima Tagar disebut, tanggal 27 Juni 2019, Sherly mengirimkan pengajuan permohonan informasi kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Dokumen yang dimohonkan, salinan SK Kontrak Karya Hasil Renegoisasi terbaru tahun 2017 Pertambangan PT Dairi Prima Mineral dan SK Kontrak Karya nomor: 272.K/30/D/DJB/2018, status operasi produksi terbaru PT DPM.

Tanggal 28 Juni 2019, Sherly juga mengirimkan permohonan informasi kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Sesuai peta, gudang bahan peledak itu ada di Dusun Sipat, Desa Longkotan, Kecamatan Silima Pungga-pungga. Itu di tengah pemukiman

Dokumen yang dimohonkan, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) terbaru PT DPM, karena sesuai hasil pengamatan di lapangan, PT DPM sudah melakukan kegiatan pertambangan.

Atas permohonan itu, pada 30 Juli 1019, KLHK menjawab, PT DPM belum melakukan perubahan izin lingkungan. Dokumen AMDAL tahun 2005 masih berlaku.

Point selanjutnya disebut, status izin lingkungan dan AMDAL operasi produksi PT DPM, merencanakan perubahan kegiatan dan meminta arahan kepada Direktorat Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan.

Sementara itu, permohonan informasi ke Kementerian ESDM tidak memperoleh jawaban, walau telah diajukan surat keberatan kepada atasan Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kementerian ESDM pada tanggal 15 Juli 2019.

Karena ketertutupan informasi itu, Sherly Siahaan didampingi kuasa hukumnya Muhammad Jamil, mengirimkan surat ke Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP) RI, permohonan penyelesaian sengketa informasi publik.

Tanggal 12 September 2019, permohonan itu diregistrasi pada buku registrasi Sengketa Informasi Publik dengan nomor 039/VIII/KIP-PS/2019.

Direktur BAKUMSU Manambus Pasaribu dan Kepala Divisi Advokasinya Juniaty Aritonang, Kepala Divisi Advokasi YPDK Debora Gultom, serta Serly Siahaan, staff YPDK, melalui konferensi pers itu, menyampaikan agar KIP RI menindaklanjuti permohonan informasi tersebut, sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Selain itu, Kementerian ESDM diminta membuka informasi terkait izin PT DPM. Perusahaan tambang timah hitam di Kabupaten Dairi itu juga diminta untuk melakukan usaha pertambangan sesuai hukum.

Terpisah, Sherly Siahaan dikonfirmasi Tagar lewat ponsel, menyebut bahwa PT DPM masih menggunakan izin AMDAL tahun 2005.

"Izin AMDAL tahun 2005 itu harus dirubah. Tidak sesuai dengan aktivitas PT DPM saat ini. Itu izin dalam status eksplorasi. Sekarang sudah eksploitasi, maka izin itu tidak sesuai. Melanggar aturan," katanya.

Ditambahkan, sesuai penelitian pihaknya, pihak PT DPM sudah membangun gudang bahan peledak yang jaraknya 20 meter dari pemukiman.

"Sesuai peta, gudang bahan peledak itu ada di Dusun Sipat, Desa Longkotan, Kecamatan Silima Pungga-pungga. Itu di tengah pemukiman. Kalau mereka ditanya, dibilang itu sementara," tambahnya.

Sementara itu, External Manager PT DPM, Holy Nurrachman, dikonfirmasi Tagar terkait permohonan informasi warga atas izin AMDAL PT DPM, tidak berhasil. Ponselnya tidak diangkat. Pesan WhatsApp juga tidak dibalas.[]

Berita terkait
GeRAK Aceh Kaji Perizinan Pertambangan PT LMR
Gerakan Anti Korupsi Aceh mulai melakukan kajian terhadap proses Izin Usaha Pertambangan PT Linge Mineral Resource di Aceh
Mohon Perhatian Pemda, Pulau Sebuku Terancam Limbah Pertambangan
Aktivis Komite Aksi Penyelamat Kotabaru meminta pemerintah pusat maupun daerah memerhatikan keselamatan Pulau Sebuku, Kalsel, akibat pertambangan.
Kasus Pembacokan Aktivis Pertambangan Usman Pahero Masih Gelap
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam LSISK berunjuk rasa ke Mapolda Kalimantan Selatan, mendesak pengusutan kasus pembacokan aktivis Usman Pahero.
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.