Jakarta - Komisi III DPR tanya KPK soal daftar kasus di lembaga antirasuah yang dapat diterbitkan Surat Penghentian Penyidikan (SP3). Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai upaya itu membuktikan regulasi KPK sedang dilemahkan.
Bukan malah mendorong penanganan perkara dituntaskan sampai keakar-akarnya, justru sebaliknya malah perkara mana yang bisa dihentikan.
Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Tama Satrya mengatakan sepatutnya DPR mendorong penanganan perkara korupsi yang ditangani KPK dilibas dari hilir ke hulu tanpa tersisa. Namun, dengan tindakan DPR melempar pertanyaan tersebut Tama menjadi pesimis.
"Bukan bicara seperti di awal, ngomong pencegahan dan lain sebagainya. kalau kemudian dia (DPR) menanyakan soal SP3, berarti kekhawatiran kita semua terbukti. Regulasinya dilemahkan, bukan malah mendorong penanganan perkara dituntaskan sampai keakar-akarnya, justru sebaliknya malah perkara mana yang bisa dihentikan," ujar Tama kepada Tagar, Kamis 28 November 2019.
Tama menyarankan sebaiknya DPR tidak ikut campur dalam ranah penanganan kasus korupsi yang merupakan wewenang KPK. Musababnya, DPR dan pemerintah telah membentuk dan memberikan kuasa kepada Dewan Pengawas di tubuh lembaga antirasuah.
Hal itu tertuang dalam Undang Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2019 tentang KPK yang kini berlembar negara UU Nomor 19 Tahun 2019.
"Kalau soal penanganan hukum, biarkan KPK yang bekerja. DPR sudah menaruh dewan pengawas di situ melalui revisi undang-undang KPK. Meskipun yang mengangkat itu presiden, tetapi kan itu keinginan antara presiden dan legislatif si pembuat undang-undang. Sudah ada dewan pengawas, sekarang mau ikut lagi DPR mengawasi soal itu?" kata dia.
Sebelumnya Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Junaidi Mahesa meminta KPK memberikan catatan kepada anggota dewan terkait kasus mana saja di KPK yang bisa dihentikan penyidikannya atau SP3.
"Kami komisi III ingin meminta masukan sebenarnya, karena dalam UU KPK yang baru ada SP3. Dari sekian kasus yang lumpuh yang tidak terselesaikan sekian tahun dari awal sampai sekarang, ada enggak catatan-catatan yang layak di beri SP3," kata Desmond dalam rapat dengar pendapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 27 November 2019.
Desmond mengatakan DPR memerlukan penjelasan dari KPK tentang kasus-kasus lama. Karena saat ini kriteria SP3 di Undang-Undang KPK belum jelas. "Jangan jadi kesannya ini ATM baru nanti," tutur Desmond. []