Jakarta - Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Heroik Muttaqin Pratama sepakat jika calon kepala daerah yang melanggar protokol kesehatan mendapat sanksi tegas berupa diskualifikasi.
Kendati demikian, Heroik meminta payung hukum harus segera disiapkan untuk melaksanakan tindakan tersebut.
"Mekanisme law informancenya harus kuat karena di tengah pandemi ini. Karena mau tidak mau kerangka hukum harus memaksa partai politik peserta pemilu, cakada atau siapapun itu harus mematuhi protokol kesehatan," ujarnya saat wawancara bersama Tagar TV, Selasa, 15 September 2020.
Kalau hanya di Perbawaslu itu masih bisa dipersoalkan karena memang ketentuan hukum yang paling kuat itu di level UU.
Baca juga: Perludem Khawatir Pilkada Jadi Klaster Baru C-19
Menurutnya hukuman yang tegas dapat memberi efek jera terhadap pelaku pelanggaran. Karena pilkada di tengah pandemi ini dikhawatirkan akan menjadi klaster baru penularan Covid-19.
"Namun ketika ada wacana sanksi diskualifikasi yang melanggar protokol kesehatan payung hukumnya harus jelas, jangan hanya diatur Perbawaslu tetapi harus diatur dalam UU Pemilu. Kalau hanya di Perbawaslu itu masih bisa dipersoalkan karena memang ketentuan hukum yang paling kuat itu di level UU," tuturnya.
Ia memberikan opsi agar pemerintah bersama DPR untuk menyiapkan perangkat hukum yang kuat terhadap wacana tersebut. Misalnya melakukan melakukan revisi Undang-undang pemilu tahun 2016.
"Keseriuan pemerintah dalam menyelenggarakan pemilu di tengah pandemi maka koridor hukum dan sanksi hukum harus diatur secara tegas dalam UU pemilu tahun 2016 misal dengan melalui revisi UU secara terbatas dan cepat sehingga aturan tersebut masuk dalam UU," kata Heroik.
Baca juga: Rentan Covid-19, Perludem Desak Pilkada 2020 Ditunda
Lebih lanjut, Heroik mengkhawatirkan para penyelenggara pemilu yang menjadi garda terdepan dalam proses pilkada. Hal itu dikarenakan ada tahapan yang mengharuskan penyelenggara bertemu secara langsung dengan pemilih maupun pasangan calon.
"Mau tidak mau hari ini harus beralih ke era digital untuk meminimalisir pertemuan langsung yang menjadi rawan penularan Covid-19. Kampanye digital bukan yang baru dalam penyelenggaraan pemiu di Indonesia. Di pileg, pilkada sebelumnya banyak yang menggunakan medium digital," ujar Heroik.
Diketahui, pada 15 Juni 2020, pemerintah, DPR, dan KPU sepakat untuk melanjutkan tahapan Pilkada 2020 yang sebelumnya sempat ditunda karena penyebaran C-19. Mereka komitmen untuk memastikan protokol kesehatan dipatuhi secara ketat. []