Padang - Pembentukan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang akan ditunjuk langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) bukan solusi tepat untuk memberantas korupsi di Indonesia.
Hal ini disampaikan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO), Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand), Feri Amsari.
Memberi ruang terlalu luas bagi Presiden.
Menurutnya, dengan ditunjuk langsung oleh Presiden, kecenderungan Dewan Pengawas KPK bakal diisi orang-orang dekat Jokowi terbuka lebar. Kondisi tersebut akan membuat publik semakin pesimis terhadap pemberantasan korupsi di negeri ini.
"Pasal 69 huruf a ayat 1 UU nomor 19 tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi itu, memberi ruang terlalu luas bagi Presiden," katanya kepada Tagar melalui telepon seluler, Kamis 7 November 2019.
Publik akan semakin curiga karena yang berhak melantik dan memberhentikan Dewan Pengawas KPK itu adalah Presiden.
Feri menerangkan tugas dan wewenang KPK ke depan diawasi pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Hal ini tertuang dalam UU KPK yang baru saja direvisi. Dewan Pengawas KPK nantinya terdiri dari satu ketua dan empat anggota yang dipilih Presiden.
Idealnya, kata Feri, Presiden dan DPR tidak membentuk Dewan Pengawas KPK. Namun mengembalikan fungsi KPK sesuai UU KPK tahun 2002. Apalagi, Dewan Pengawas KPK bentukan orang-orang di lingkaran Presiden.
"Publik akan semakin curiga di sini, karena yang berhak melantik dan memberhentikan Dewan Pengawas KPK itu adalah Presiden," tuturnya.
Tugas Dewan Pengawas KPK yang diatur dalam revisi UU KPK tahun 2019 antara lain mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK seperti tertuang dalam pasal 37 huruf B. Lalu memberikan izin atau tidaknya aksi penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan.
Dewan Pengawas menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan dan pegawai KPK. Selanjutnya menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat soal adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai KPK.
Kemudian menyidang dugaan pelanggaran kode etik oleh unsur pimpinan dan pegawai KPK. Serta berhak mengevaluasi kinerja pimpinan dan pegawai KPK secara berkala setiap tahun. []