Denny Siregar: Bayar BPJS Kesehatan Anggap Bersedekah

Pegiat media sosial Denny Siregar menganggap membayar iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan setiap bulan adalah bersedekah.
Menjadi peserta BPJS Kesehatan artinya bergotong-royong, yang sehat membantu yang sakit. (Foto: Instagram/@bpjskesehatan_ri)

Jakarta - Pegiat media sosial Denny Siregar menganggap membayar iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan setiap bulan adalah bersedekah. "Kesal sama BPJS? BPJS itu jangan dilihat sebagai beban, anggap saja sebagai bagian sedekah tiap bulan. Kita membayar untuk rasa syukur karena tidak pernah memakainya. Kalau pun nanti kita akhirnya harus memakai, kita sudah punya pengaman," tutur Denny di laman Facebook, Sabtu, 16 Mei 2020.

Bersedekah adalah memberikan uang kepada fakir miskin atau yang berhak menerimanya, di luar kewajiban zakat dan zakat fitrah sesuai dengan kemampuan pemberi.

Denny bercerita ia dulu juga menggerutu harus membayar iuran BPJS Kesehatan, tidak pernah memakainya, apalagi kalau nilai iuran dinaikkan. Sampai kemudian ia melihat seorang teman, bapaknya harus cuci darah dan terbantu sekali dengan BPJS.

"Saya jadi bersyukur. Setidaknya saya punya andil membantu dia dan keluarganya meringankan masalahnya. Akhirnya saya setiap bulan dengan senang hati membayar iuran," tutur Denny.

Ia mengatakan kalau tidak sanggup membayar iuran BPJS Kesehatan kelas 1, ya turun ke kelas 2. Kalau tidak sanggup juga, turun ke kelas 3. "Namanya juga sedekah, ya sesanggupnya."

Denny mengajak untuk tidak ribut menyikapi Keputusan Presiden yang menaikkan iuran BPJS Kesehatan.

"Ribut enggak ada gunanya. Lebih baik dengarkan cerita orang-orang yang terbantu banget dengan BPJS supaya kita punya sedikit empati," kata Denny.

Kalau kita ikhlas menolong orang yang kesusahan, kata Denny, "Kelak kita juga akan ditolong orang ketika sedang kesusahan."

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang kembali menaikkan iuran peserta BPJS Kesehatan dengan subsidi iuran untuk peserta kelas III kategori pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja.

Iuran peserta kelas I yang sebelumnya Rp 80.000 naik menjadi Rp 150.000, sedangkan kelas II yang sebelumnya Rp 51.000 naik menjadi Rp 100.000. Kenaikan diberlakukan mulai Juli 2020.

Sedangkan untuk iuran peserta kelas III yang sebelumnya Rp 25.500 naik menjadi Rp 42.000, tetapi khusus untuk peserta kategori pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja disubsidi pemerintah Rp 16.500, sehingga mereka tetap akan membayar iuran Rp 25.500.

Namun, per Januari 2021, subsidi iuran dari pemerintah akan dikurangi menjadi Rp 7.000, sehingga para peserta akan membayar iuran Rp 35.000.

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) telah mengabulkan gugatan terhadap Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang menaikkan iuran BPJS Kesehatan. 

Lebih baik dengarkan cerita orang-orang yang terbantu banget dengan BPJS supaya kita punya sedikit empati.

BPJS KesehatanMenjadi peserta BPJS Kesehatan artinya bergotong-royong, yang sehat membantu yang sakit. (Foto: Instagram/@bpjskesehatan_ri)

Berpotensi Digugat ke MA Lagi

Pakar hukum Tata Negara Fahri Bachmid mengatakan Keputusan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 Tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan berpotensi digugat atau (diuji materi) kembali ke Mahkamah Agung.

"Secara yuridis, jika dilihat dari keberlakuan Perpres No. 64 Tahun 2020 ini sangat potensial untuk digugat kembali ke MA oleh pihak-pihak yang berkepentingan," kata pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Fahri Bachmid, seperti diberitakan Antara, Sabtu.

Keputusan Presiden tersebut mengatur kenaikan iuran BPJS Kesehatan dengan nominal yang sedikit berbeda dari kenaikan iuran sebelumnya, berdasarkan ketentuan dalam Perpres Nomor 75 Tahun 2019 Tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan.

Sebelumnya, Mahkamah Agung sudah mengeluarkan putusan dalam merespons kebijakan Presiden Joko Widodo dalam menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan beberapa waktu yang lalu. Dalam perkara Hak Uji Materil Nomor : 7P/HUM/2020 itu Mahkamah Agung memutushkan Perpres Nomor 75 Tahun 2019 itu pada prinsipnya dinilai bertentangan dengan ketentuan norma pasal 23A, pasal 28H dan pasal 34 UUD NRI Tahun 1945.

Perpres tersebut juga dinilai bertentangan dengan ketentuan pasal 2, pasal 4, pasal 17 ayat (3) UU RI No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN), serta ketentuan pasal 2, pasal 3, pasal 4 UU RI No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (UU BPJS), dan ketentuan pasal 5 ayat (2) Jo. Pasal 171 UU RI No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Dengan dibatalkannya Perpres Nomor 75/2019 terkait aturan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, maka kembali ke tarif iuran sebelumnya seperti diatur dalam ketentuan pasal 34 Perpres No. 82 Tahun 2018.

BPJS KesehatanMenjadi peserta BPJS Kesehatan artinya bergotong-royong, yang sehat membantu yang sakit. (Foto: Instagram/@bpjskesehatan_ri)

DPR Minta Iuran BPJS Tidak Dinaikkan

Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Achmad Hafisz Tohir meminta iuran BPJS Kesehatan tidak dinaikkan terutama untuk masyarakat yang kemampuan ekonominya rendah.

"BPJS untuk rakyat tidak mampu sebaiknya tidak dinaikkan. BPJS ini tidak akan merugikan negara, karena ia merupakan investasi untuk mencetak kader baru bangsa Indonesia yang lebih tangguh guna menghadapi persaingan global ke depan," ujar Achmad Hafisz.

Achmad Hafisz mengatakan rakyat saat ini sedang berjuang lolos dari wabah Covid-19 yang mengakibatkan hilangnya mata pencaharian, sementara merekalah kelompok yang paling banyak menggunakan jaminan kesehatan dari BPJS tersebut.

Dengan memberikan jaminan kesehatan terjangkau, kata Achmad Hafisz, menjadi sebuah dasar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Rakyat tidak mungkin cerdas kalau kesehatannya terganggu.

Ia mencontohkan di Jerman, harga daging dan telur murah, fasilitas kesehatan juga gratis, hal itu tentu demi menciptakan kader bangsa yang tangguh, maka diperlukan gizi dan kesehatan yang prima pula.

"Maka itu, dengan segala hormat saya minta kepada Bapak Presiden, khusus untuk BPJS ini jangan dinaikkan," kata Achmad Hafisz yang juga Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional tersebut.

Hafisz berpendapat sudah banyak anggaran yang direalokasi dan pemerintah bisa memanfaatkan anggaran itu untuk menutup defisit BPJS Kesehatan, bukan dengan cara menaikkan iuran.

"Kita sudah cukup melonggarkan APBN dan defisit yang naik. Olah saja dari dana belanja pemerintah yang direalokasi ke defisitnya BPJS Kesehatan," ujar Hafisz.

BPJS KesehatanMenjadi peserta BPJS Kesehatan artinya bergotong-royong, yang sehat membantu yang sakit. (Foto: Instagram/@bpjskesehatan_ri)

Solusi KPK Atasi Defisit BPJS Kesehatan

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK ) Nurul Ghufron mengingatkan Pemerintah agar menjalankan enam rekomendasi dari KPK supaya Pemerintah bisa menutup kerugian atau defisit BPJS Kesehatan.

"KPK mendukung penuh tercapainya program pemerintah dalam menyelenggarakan universal health coverage dengan memastikan masyarakat memiliki akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang ditunjang fasilitas kesehatan yang baik tanpa mengalami kesulitan finansial," ujar Ghufron.

Ia mengatakan beberapa alternatif solusi yang KPK sampaikan merupakan serangkaian kebijakan yang menjadi kewenangan Kementerian Kesehatan yang diyakini apabila dilakukan dapat menekan beban biaya yang harus ditanggung BPJS Kesehatan sehingga tidak mengalami defisit.

Berikut rekomendasi KPK kepada Pemerintah untuk menyelesaikan masalah defisit BPJS Kesehatan.

  1. Pemerintah cq Kementerian Kesehatan agar menyelesaikan Pedoman Nasional Praktik Kedokteran (PNPK).
  2. Melakukan penertiban kelas rumah sakit.
  3. Mengimplementasikan kebijakan urun biaya (co-payment) untuk peserta mandiri sebagaimana diatur dalam Permenkes 51 Tahun 2018 tentang Urun Biaya dan Selisih Biaya dalam Program Jaminan Kesehatan.
  4. Menerapkan kebijakan pembatasan manfaat untuk klaim atas penyakit katastropik sebagai bagian dari upaya pencegahan.
  5. Mengakselerasi implementasi kebijakan "coordination of benefit" (COB) dengan asuransi kesehatan swasta.
  6. Terkait tunggakan iuran dari peserta mandiri, KPK merekomendasikan agar pemerintah mengaitkan kewajiban membayar iuran BPJS Kesehatan dengan pelayanan publik.

Ghufron mengatakan KPK memandang rekomendasi tersebut adalah solusi untuk memperbaiki inefisiensi dan menutup potensi penyimpangan (fraud) yang ditemukan KPK dalam kajian.

"Sehingga, kata Ghufron, "Kami berharap program pemerintah untuk memberikan manfaat dalam penyediaan layanan dasar kesehatan dapat dirasakan seluruh rakyat Indonesia, dibandingkan dengan menaikkan iuran yang akan menurunkan keikutsertaan rakyat pada BPJS kesehatan." []

Baca juga:

Berita terkait
6 Rekomendasi KPK untuk Jokowi Soal BPJS Kesehatan
Wakil Ketua KPK memberikan enam rekomendasi untuk Presiden Jokowi terkait persoalan BPJS Kesehatan tanpa menaikkan iuran.
BPJS Naik di Tengah Covid-19 Buat Rakyat Terjepit
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Ribka Tjiptaning menilai rakyat terjepit dengan naiknya BPJS Kesehatan di tengah Covid-19.
Iuran BPJS Naik, Istana Sebut Negara Lagi Sulit
Istana angkat suar terkait keputusan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan, dengan menyebut alasan kondisi negara dalam keadaan sulit.
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.