Banda Aceh - Badan Legislasi (Banleg) Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh saat ini sedang menggodok Rancangan Qanun (Raqan) Pelestarian Situs Sejarah dan Cagar Budaya. Raqan ini ditargetkan akan rambung menjadi qanun pada akhir tahun 2020.
Ketua Banleg DPRK Banda Aceh, Heri Julius mengatakan, dengan adanya qanun tersebut, situs-situs bersejarah di Kutaraja akan memiliki payung hukum yang jelas. Dengan demikian, situs-situs tersebut akan terjaga.
“Dengan adanya qanun berarti situs sejarah yang ada di wilayah Banda Aceh terlindungi, sudah ada payungnya, sudah ada pagar, yang namanya sudah ada pagar tidak mudah lagi diganggu,” ujar Heri saat dihubungi Tagar, Kamis, 1 Oktober 2020.
Politikus NasDem ini menjelaskan, pembahasan tentang Raqan tersebut akan terus berlanjut. Dalam waktu dekat, pihaknya bersama skakeholder akan turun ke lapangan untuk meninjau sejumlah situs-situs bersejarah di Kota Banda Aceh.
Dengan adanya qanun berarti situs sejarah yang ada di wilayah Banda Aceh terlindungi.
“Alhamdulillah pembahasan sudah dimulai, dalam waktu dekat kita akan turun ke lokasi, ke lapagan-lapangan untuk meninjau situs-situs yang ada di Banda Aceh,” kata Heri.
Setelah turun ke lapangan, ujar Heri, pihaknya akan menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDP) dengan mengundang semua stakeholder, seperti sejarawan, pemerhati sejarah, tokoh adat, ulama dan lain sebagainya.
“Akan segera kita turun ke lapangan dan gelar RDP, Insya Allah qanun ini terwujud tahun ini,” tutur Heri.
Pada Senin, 28 September 2020 lalu, Banleg DPRK Banda Aceh juga sudah menggelar rapat dengan stakeholder di Banda Aceh. Rapat ini untuk mendengar masukan terkait penyempurnaan Raqan tersebut.
“Peserta rapat pada prinsipnya sepakat dan setuju qanun tersebut dibahas segera dan Insya Allah akan kita selesaikan di tahun 2020 ini,” ucap Heri.
Seperti diketahui, Masyarakat Peduli Sejarah Aceh (Mapesa) setiap pekan menata kembali nisan-nisan peninggalan Kerajaan Aceh Darussalam. Selama ini, nisan-nisan tersebut kurang mendapat perhatian dari pemerintah.
Ketua Mapesa, Mizuar Mahdi menyebutkan, penataan nisan memang kegiatan rutin mereka yang dilakukan setiap hari minggu. Kegiatan ini diberi nama meuseuraya atau gotong royong.
“Secara tipe dan model nisannya ini berasal dari abad ke-17 dan 18. Kita tidak menemukan inskripsi (ukiran nama) yang memuat pada nisan,” ujar Mizuar di sela-sela menata nisan-nisan makam di kawasan Pango Raya, Banda Aceh, Minggu, 30 Agustus 2020 sore.
Ia menjelaskan, kalau dilihat dari sisi kompleks pemakaman, makam ini merupakan milik orang-orang istana kerajaan. Kemudian letak kompleks makam ini juga lokasi inti dari bekas Kerajaan Meukuta Alam yang kemudian bergabung dengan Aceh Darussalam.
“Jadi kompleks makam ini sebelah baratnya itu ada kompleks makam Hamidul Muluk seorang penasehat sultan,” ujarnya. []