Bambang Widjojanto, Dulu Lantang Minta Prabowo Diadili

Bambang Widjojanto salah seorang yang paling lantang menyuarakan agar kasus penculikan oleh Prabowo diselesaikan melalui pengadilan
Ketua Tim Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 02 Bambang Widjojanto (kiri) menyerahkan berkas pendaftaran gugatan perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019 ke Panitera MK di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (24/5/2019). Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno akhirnya memutuskan mendaftarkan sengketa hasil Pilpres 2019 ke MK. (Foto: Antara/Hafidz Mubarak A)

Jakarta - Bagi Petrus Hariyanto, aktivis dan mantan Sekretaris Jenderal Partai Rakyat Demokratik (PRD), nama Bambang Widjojanto bukanlah nama asing. BW, panggilan akrab Bambang Widjojanto, adalah sosok yang ia kagumi karena kiprahnya yang gigih dan tak kenal takut membela hak asasi manusia terutama pada zaman Presiden Soeharto. 

Petrus bercerita, saat mogok makan Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) di halaman kantor YLBHI di Jakarta akan diserbu, BW melawan para polisi. 

"Sekuat tenaga ia melindungi kami yang duduk dan bergandengan tangan. Akhirnya satu persatu kami diseret dan ditangkap. BW begitu marah kepada aparat yang saat itu dipimpin Dadang Garnida," ungkap Petrus.

Baca juga: Bambang Widjojanto yang Kukenal Dulu

"Aksi heroik Bambang yang berani marah-marah kepada polisi atas sikap represifnya itu membuat aku kagum. Tak banyak pengacara YLBHI mengambil langkah berani seperti itu," tambahnya. 

Ia melanjutkan sosok BW menjadi pemuas dahaga para aktivis ketika itu untuk mendapat pembelaan di media massa. "Dalam beberapa statemennya bernada membela PRD. Tuduhan PRD sebagai dalang kerusuhan itu menurutnya terlalu jauh. Justru pemerintah melakukan pelanggaran HAM karena diduga di balik penyerbuan Kantor DPP PDI. Sebuah pernyataan yang sangat berisiko saat itu," ungkapnya.

Menurutnya, BW, melalui YLBHI, merupakan salah seorang yang paling lantang menyuarakan agar proses kasus penculikan aktivis tahun 1998 yang dilakukan Prabowo harus diselesaikan melalui pengadilan, tidak sebatas dipecat dari kemiliteran.

Namun Petrus mengaku kini tak lagi simpatik sejak BW menjadi bagian Tim Pemenangan Anies-Sandi dalam pencalonan gubernur DKI. "Tak bisa disangkal kubu yang dibela BW menggunakan politik identitas, memainkan isu SARA. Sebagai eksponen pejuang HAM dan gerakan demokrasi ia tahu betul isu SARA adalah upaya untuk melawan kemanusiaan. Ia tahu di berbagai negara isu itu telah menciptakan pelanggaran HAM yang luar biasa," ungkapnya.

Baca juga: Empat Kontroversi Bambang Widjojanto

"Semakin aku tidak simpati ketika langkah tersebut dilanjutkan dengan menjadi Tim Pemenangan Prabowo-Sandi. Bukan saja mendukung isu politik identitas yang semakin brutal, dengan strategi kampanye berbau hoaks, tetapi juga sama saja telah mengubur apa yang pernah dilakukannya dulu semasa kediktaktoran Orba," tambahnya.

Ia mengatakan hari-hari ini semakin tidak simpatik. BW ditunjuk menjadi Ketua Tim Hukum Gugatan ke MK untuk capres dan cawapres Prabowo-Sandi. Bahkan BW mengeluarkan pernyataan bahwa Pemilu 2019 adalah pemilu terburuk.

"Saya pikir pernyataannya ini sangat melupakan sejarah peranan dia sendiri di massa Orba. Ia tahu betul dalam mempertahankan kekuasaannya Soeharto telah melakukan pemilu curang. Dan ini yang lebih tepat disebut kecurangan yang sistimatis, masif, dan terstuktur."

Seperti diketahui, Bambang Widjojanto ditunjuk sebagai ketua tim kuasa hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam urusan sengketa Pilpres 2019.

Ia bersama tim hukum BPN mendaftarkan gugatan hasil Pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat malam 24 Mei 2019.

Sosok Bambang Widjojanto cukup populer termasuk dengan empat kontroversi berikut ini.

1. Ditangkap Bareskrim

Bambang Widjojanto ditangkap penyidik Badan Reserse Kriminal Polri (Bareskrim) pada 23 Januari 2015 saat masih menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia pernah menyandang status tersangka dalam kedudukan sebagai kuasa hukum Ujang Iskandar, calon bupati Kotawaringin Barat.

Bambang disangka mengarahkan saksi Ratna Mutiara untuk memberi keterangan palsu dalam sidang sengketa Pemilihan Kepala Daerah Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi tahun 2010.

Ia ditangkap sepekan setelah Komisaris Jenderal Budi Waseso diangkat sebagai Kepala Bareskrim. Saat hendak mengantar anaknya ke sekolah, Bambang dijemput paksa oleh tim penyidik dan dibawa ke Markas Besar Polri. Namun selama pemeriksaan, Bambang selalu membantah tudingan tersebut.

Baca juga: Prabowo Terpaksa ke Mahkamah Konstitusi

Penangkapan terhadap Bambang Widjojanto berpangkal pada bola panas Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menetapkan Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri. Ketika KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka kasus korupsi karena menerima hadiah dan gratifikasi, berbagai manuver untuk melemahkan KPK pun bermunculan.

Walau banyak yang menyesalkan langkah penangkapan Bambang, Budi Waseso (Buwas) pantang mundur.

"Penyidik itu bertindak independen, saya tidak bisa intervensi," ujar Budi Waseso, saat itu.

2. Dinilai Terkait Bail Out Bank Century

Bambang Widjojanto dinilai berperan dalam pembengkakan dana talangan (bail out) Bank Century sampai Rp 6,7 triliun. Ketika dana talangan itu dikucurkan, Bambang adalah kuasa hukum dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang berperan mencairkan dana dari kas negara.

Hal tersebut dikatakan Fahri Hamzah yang pada tahun 2013 menjabat sebagai Anggota Tim Pengawas (Timwas) Century dari Fraksi PKS. Bahwa penggelontoran dana talangan Century itu bermula pada tanggal 20 November 2008 malam hari, ketika Bank Century diputuskan butuh suntikan dana pemerintah sebesar Rp 632 miliar. Pengucuran dana itu disetujui oleh Ketua Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) Sri Mulyani Indrawati.

"Kami temukan adanya rekomendasi dari satu kantor lawyer. Jadi, tembakan Boediono ini kena dua orang, LPS dan kantor lawyer yang sekarang ini jadi pimpinan KPK," kata Fahri.

Pimpinan KPK yang dimaksudnya adalah Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Semenjak rapat panitia khusus untuk Century dilakukan di DPR, Fahri memantau Bambang selalu hadir melihat perkembangan kasus ini. Kecurigaan ini, Fahri rasakan semakin bertambah manakala Bambang menjadi komandan dalam penyidikan kasus Century di KPK.

Menurut Fahri, keberadaan Bambang di rapat timwas dapat menimbulkan konflik kepentingan. Sebab sebelum menjadi pimpinan KPK, Bambang pernah menjadi kuasa hukum LPS yang menangani Bank Century saat ditetapkan sebagai bank gagal berdampak sistemik.

3. Rawan Konflik Kepentingan

Pada 2018 Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengangkat Bambang Widjojanto sebagai Ketua Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Bidang Komite Pencegahan Korupsi DKI Jakarta.

Seperti diketahui, Bambang Widjojanto baru saja ditunjuk menjadi Ketua Tim Kuasa Hukum BPN Prabowo-Sandi dalam menggugat hasil Pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Menanggapi penunjukan Bambang oleh BPN, Gubernur menilai hal itu tidak masalah. Menurutnya meskipun sudah menjadi anggota TGUPP, Bambang tidak berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).

"Enggak apa-apa, selama bisa menjalankan tugas dengan baik dan tidak ada conflict of interest (konflik kepentingan)," kata Anies saat ditemui di Balai Kota, Jakarta Pusat, pada Jumat 24 Mei 2019.

"Karena memang apa yang dikerjakan (Bambang) di sini, di kota (TGUPP), dengan itu (sebagai kuasa hukum BPN di MK), tidak ada conflict of interest," sambungnya.

Baca juga: Delapan Pengacara Prabowo di Mahkamah Konstitusi

Pada Maret 2019 Anies merombak susunan dan nomenklatur TGUPP. Kedua bidang tersebut dilebur menjadi bidang hukum dan pencegahan korupsi. Tugasnya menganalisis kebijakan gubernur dalam rangka penanganan masalah hukum dan pencegahan korupsi.

Anggota dan ketua TGUPP digaji dari APBD DKI. Kini Bambang akan membela Prabowo di Mahkamah Konstitusi dalam gugatan sengketa hasil Pilpres 2019.

4. Sebut Pemilu 2019 Terburuk Selama Indonesia Berdiri

Ketua kuasa hukum tim BPN Bambang Widjojanto membandingkan Pemilu 1955 dan Pemilu 2019 sangat jauh berbeda. Menurutnya, pemilu paling demokratis justru terjadi pada awal perang kemerdekaan.

"Inilah pemilu terburuk di Indonesia selama Indonesia pernah berdiri," ucap Bambang dalam jumpa pers di Gedung MK, Jakarta, Jumat 24 Mei 2019.

Atas dasar ini, menurut dia, pengajuan gugatan sengketa Pilpres 2019 ke MK menjadi sangat penting.

"Akan diuji apakah dia (MK) pantas untuk menjadi suatu mahkamah yang akan menorehkan legacy dan membangun peradaban kedaulatan di masa yang akan datang," ujar mantan petinggi KPK itu.

Menurut jurnalis senior Tempo, Goenawan Mohamad, Bambang Widjajanto telah memalsukan sejarah. Hal itu ia ungkapkan di Twitter yang dikelolanya.

“BW (Bambang Widjajanto) memalsukan sejarah. Pemilu zaman Soeharto sangat lebih buruk: zaman itu pemilihan dikekang dari hilir ke hulu. Pemenangnya sudah ditentukan: mertua Prabowo, yakni Soeharto,” cuit @gm_gm. []

Baca juga: Bambang Widjojanto, Bermodalkan Nyali dan Pengalaman

Berita terkait
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.