Aktivis Kecam Pemotongan Rambut Pakai Pisau di Aceh

Sejumlah aktivis perempuan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)mengecam tindakan warga yang memotong rambut dengan pisau di Aceh.
Potongan video seorang wanita berasal dari Medan, Sumatera Utara, berinisial Jl, 37 tahun, ditangkap oleh warga karena kedapatan mencuri di Aceh. (Foto: Tagar/Istimewa)

Banda Aceh – Sejumlah aktivis perempuan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Balai Syura, mengecam tindakan warga yang memotong rambut salah seorang perempuan berinisial YL, karena kedapatan mencuri di Pasar Ulee Glee, Pidie Jaya, Aceh.

Ketua Presidium Balai Syura, Khairani Arifin mengatakan, aksi pemotongan rambut dengan pisau tersebut merupakan salah satu bentuk yang melanggar Hak Asasi Manusi (HAM) dan tindakan yang melawan hukum.

Idealnya warga segera melaporkan YL ke Polisi untuk mengikuti proses hukum yang berlaku, bukan malah dihakimi secara masal.

“Dari perspektif hak asasi manusia dan konstitus, apa yang terjadi di Pidie Jaya itu, merupakan tindakan melanggar hukum, bahwa orang tidak dapat diperlakukan semena-mena, meskipun orang yang bersangkutan diduga melakukan satu tindakan melawan hukum,” ujar Khairani Arifin, Jumat, 19 Juni 2020.

Khairani menambahkan, sebagai negara hukum, seluruh kasus-kasus yang dialami oleh warganya, harus diselesaikan dengan mekanisme hukum yang berlaku. Perlindungan hukum terhadap tersangka/terdakwa juga dijamin dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 68 KUHAP.

Selain itu, pemulihan terhadap perempuan korban amuk massa tersebut juga harus dipenuhi. Maka Balai Syura mendesak aparat penegak hukum untuk mengungkap dan menyelesaikan seluruh perkara yang dialami oleh YL.

Baca juga: Wanita Medan Dipotong Rambut Pakai Pisau di Aceh

Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Flower Aceh, Riswati menyebutkan, tindakan penghakiman massa tersebut, telah melampaui batas, dengan memaksa YL untuk membuka jilbabnya di depan orang.

Bukan hanya itu saja, tindakan tersebut juga sudah merendahkan dan mencederai hak kemanusiaanya, serta bertentangan dengan kearifan lokal di Aceh yang sarat dengan nilai-nilai keislaman.

“Idealnya warga segera melaporkan YL ke Polisi untuk mengikuti proses hukum yang berlaku, bukan malah dihakimi secara masal. Selain penanganan hukum, perlu juga dipastikan adanya intervensi pemulihan psikosial bagi YL,” tuturnya.

Begitu juga dengan Ketua Pusat Riset Gender Unsyiah, Nursiti, mengingatkan tentang hak perempuan untuk mendapatkan pendampingan hukum, serta menindak tegas pelaku-pelaku main hakim sendiri, agar peristiwa itu tidak terulang kembali.

Baca juga: Terungkap Pencuri Wanita Dipotong Rambut di Aceh

“Kita sudah punya peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perempuan Berhadapan dengan Hukum. Untuk Aceh, kita juga punya Qanun Nomor 9 tahun 2019, tentang penyelenggaraan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak,” kata Nursiti. []

Berita terkait
Setelah 44 Tahun, Aceh Kelola Sendiri Migas Blok B
Setelah menunggu selama 44 tahun sejak 1976, Aceh akhirnya memiliki wewenang untuk mengambil alih pengelolaan minyak dan gas bumi di Aceh Utara.
Bahaya Aktivitas Sekolah di Aceh Saat Pandemi Corona
Sekolah menjadi salah satu tempat berisiko tinggi penularan Covid-19, terutama bagi sekolah yang berkonsep asrama di Aceh.
Terbengkalainya Makam Sultan Di Aceh
Makam Bate Balee di Aceh minim perhatian pemerintah. Padahal kawasan tersebut merupakan makam sultan era kerajaan Samudera Pasai.