Terbengkalainya Makam Sultan Di Aceh

Makam Bate Balee di Aceh minim perhatian pemerintah. Padahal kawasan tersebut merupakan makam sultan era kerajaan Samudera Pasai.
Peneliti Sejarah Aceh, Husaini Usman ketika berada di kawasan makam Bate Balee, Desa Meucat, Kecamatan Samudera, Aceh Utara. (Foto: Tagar/Agam Khalilullah)

Aceh - Kondisi jalan menuju makam Bate Balee di Desa Meucat, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara, Aceh, cukup buruk. Padahal, kawasan tersebut merupakan tempat dimakamkannya Sultan yang hidup di zaman Kerajaan Samudera Pasai.

Pagi itu, Tagar berkunjung ke lokasi makam Bate Balee. Matahari perlahan naik dari ufuk timur. Sinar cukupnya menyengat kulit ketika melintas di ruas jalan rabat beton sempit. Jalan yang hanya bisa dilewati satu mobil.

Sangat kita sayangkan sekali kalau situs sejarah tidak terawat, Harusnya semua situs sejarah harus menjadi prioritas.

Saking buruknya, pemotor yang melewati jalan menuju makam tersebut akan merasakan sensasi guncangan akibat pecahan-pecahan jalan yang berubah menjadi bebatuan.

Tak hanya jalan rusak, kondisi makam juga terlihat sangat tidak terawat. Banyak sekali batu nisan yang terlihat mulai rusak. Sebagian pun sudah miring.

Peneliti Sejarah Aceh Husaini Usman mengatakan, makam tersebut menyimpan peradaban Islam yang cukup tinggi. Makam itu sudah ada sejak abad ke-15. Generasinya merupakan periode ketiga dari kerajaan Samudera Pasai.

Berdasarkan hasil penelitian, setiap nama sultan yang tertera pada mata uang atau dirham yang dikeluarkan Kerajaan Samudera Pasai, makamnya ada di Batee Balee itu.

"Peristiwa sejarah kejadian masa lalu dan tidak bisa diulang kembali. Setiap rentetan peristiwa yang terjadi, akan selalu kekal abadi, serta selalu ada dalam ingatan,” katanya.

Sederet nama Sultan yang dimakamkan di Bate Balee antara lain, Sultan Shalahuddin, Abu Zaid Ahmad, Mu’izzuddunya Waddin Ahmad, Muhammad Syah, Al Kamil bin manshur, Abdullah bin Manshur, Muhammad Syah III, Abdullah bin Mahmud dan Sultan Zainal Abidin IV.

Makam ini peninggalan peradaban Islam di masa lalu. Jika tidak ada yang mempedulikannya, ini akan sirna begitu saja.

Penasehat kolonial Belanda Christiaan Snouck Hurgronje, juga pernah berkunjung ke makam tersebut dan sempat lama melakukan penelitian. Alhasil, penelitianya itu digunakan Belanda untuk menghilangkan jejak sejarah.

Namun, kondisi makamnya kini mulai rusak dan bahkan tulisan-tulisan di batu nisannya mulai memudar, serta tidak terlihat dengan jelas. Jika tidak diperhatikan sama sekali, maka jejak sejarah itu akan sirna.

“Makam ini peninggalan peradaban Islam di masa lalu. Jika tidak ada yang mempedulikannya, ini akan sirna begitu saja. Kalau saja tulisan di nisan itu sudah tidak bisa dibaca lagi, maka ini merupakan pukulan berat bagi kita semua,” katanya.

Dia berharap Pemerintah Aceh dapat memberikan perhatian terhadap situs sejarah. Sebab, banyak sekali situs sejarah yang terbengkalai. Padahal, sejara merupakan identitas yang apabila hilang, maka suatu daerah tidak lagi memiliki jati diri.

“Saya berharap ada perhatian dari pemerintah untuk merawat situs sejarah Bate Balee. Ini sangat penting, mengingat nilai sejarahnya cukup tinggi,” tuturnya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Integrity, Masriadi Sambo mengatakan, jejak-jejak situs sejarah jangan sampai hilang dan harus selalu dirawat. Dengan begitu, kelak generasi Aceh bisa paham tentang setiap peristiwa yang terjadi.

“Sangat kita sayangkan sekali kalau situs sejarah tidak terawat, Harusnya semua situs sejarah harus menjadi prioritas. Coba bayangkan kalau seandainya situs sejarah hilang, apakah mungkin kita mengulang waktu ke belakang. Makanya harus dirawat dengan baik jangan sampai rusak,” katanya. []


Berita terkait
Kisah Mbah Uti, Penjual Gorengan di Kota Semarang
Jangan kehilangan harapan. Kalau ada kesempatan jualan, tetap jualan di mana pun. Seperti saya jualan di depan rumah. Mbah Uti Semarang.
Kisah Emak-emak Pecinta Drakor di Banyuwangi
Emak-emak di Banyuwangi sampai tidak tidur dan memasak demi menonton Drama Korea. Candu drakor juga dijadikan ladang bisnis.
Pak Cep, Satpam di Semarang Motoran 200 Km Tiap Hari
Usianya tak lagi muda. Pak Cep tiap hari menempuh 200 Km dari rumahnya di Pati hingga Semarang. Ia bekerja sebagai satpam.
0
Ini Alasan Mengapa Pemekaran Provinsi Papua Harus Dilakukan
Mantan Kapolri ini menyebut pemekaran wilayah sebenarnya bukan hal baru di Indonesia.