Akankah KIK Berakhir dengan Koalisi Plus-plus

Nama-nama menteri akan diumumkan Presiden Jokowi usai pelantikan tanggal 20 Oktober 2019 di Istana Kepresidenan ditunggu-tunggu KIK
Jokowi dan Ma\'ruf Amin. (Foto: Nusa Kini)

Oleh: Syaiful W. Harahap

Setelah pertemuan Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto, 24 Juli 2019, banyak spekulasi yang beredar, seperti kemungkinan Gerindra masuk koalisi Jokowi-Ma’ruf yang akhirnya mengurangi jatah kursi menteri untuk lima partai politik (Parpol) koalisi. Artinya, soliditas koalisi terganggu karena kekhawatiran adanya intervensi terhadap Jokowi dalam menyusun Kabinet Kerja Jilid II sebagai bagian dari Koalisi Indonesia Kerja (KIK).

Agaknya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) paham betul apa yang terjadi sejak pertemuan tsb. Sebagai orang yang bertanggungjawab sesuai dengan konstitusi untuk memilih menteri sebagai pembantu dalam menjalankan roda pemerintahan, Jokowi sadar betul makna koalisi yang tergabung dalam KIK.

Kegemparan soal koalisi kembali riuh ketika mantan Presiden RI Ke-6 Susilo Bambang Yodhoyono (SBY) berkunjung ke Istana Merdeka, Kamis, 10 Oktober 2019, menjumpai Jokowi. Spekulasi kembali ramai dengan kemungkinan Partai Demokrat masuk gerbong KIK.

Belum reda keriuhan SBY, Ketua Umum Gerindra yang juga tiga kali jadi capres tapi gagal, Prabowo Subianto, juga mengunjungi Jokowi di Istana Merdeka, Jumat, 11 Oktober 2019.

Ada kesan manuver parpol-parpol di luar KIK untuk mengusik soliditas koalisi. Tentu saja hal ini bisa membuat suasana tidak nyaman karena bisa jadi nilai kerja keras parpol yang tergabung dalam koalisi jadi buyar.

Di samping itu tidak ada pilihan bagi partai-partai di luar KIK karena ‘kekuasaan’ di parlemen sudah melebihi 50% +1. Jadi oposisi pun percuma saja. Maka, langkah jitu yang mereka pilih tentulah bergabung dengan koalisi atau KIK.

Seperti diketahui jauh sebelum hari pencoblosan Pilpres 2019 (17 April 2019), parpol yang tergabung dalam ‘kubu sebelah’, al. Demokrat dan Gerindra, sudah melempar isi negatif bahwa Pilpres 2019 akan berlangsung curang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Ini tentu saja di luar akal sehat karena pencoblosan belum dilakukan bagaimana mungkin bisa dikatakan curang.

Parpol koalisi Jokowi-Ma’ruf pun mati-matian menghadapi isu negatif dan fitnah itu dengan berbagai cara yang beretika, bermoral dan di koridor hukum. Setelah pengumuman Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menetapkan Jokowi-Ma’ruf sebagai peraih suara terbanyak dalam Pilpres 2019, ‘kubu sebelah’ menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) setelah berbagai manuver busuk gagal total. Ada juga pernyataan akan mengadu ke PBB dan Mahkamah Internasional. Tapi, setelah pakar-pakar hukum mematahkan alibi ‘kubu sebelah’ semua hening dan ketukan MK pun jadi pegangan bagi KPU menetapkan Jokowi-Ma’ruf sebagai presiden dan wakil presiden terpilih serta menetapkan tanggal pelantikan yaitu tanggal 20 Oktober 2019.

Sebagai lembaga hukum yang terhormat MK memutuskan gugatan dengan dalil-dalil yang kuat dengan menolak semua gugatan Prabowo-Sandiaga tentang tuduhan pemilu curang karena tidak ada bukti hukum. Upaya hukum mentok, tapi rupanya tetap saja ada upaya untuk mengganggu soliditas koalisi.

Gonjang-ganjing dampak pertemuan itu pun ditanggapi Jokowi dengan mengatakan bahwa kekuatan koalisi (parpol) yang mendukung sudah cukup. Dari sembilan parpol koalisi ada lima yang lolos ke Senayan (baca: DPR) yaitu: PDI Perjuangan (PDI-P), Partai Golkar, Partai Nasdem, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Lima partai ini menguasai 60,69 persen kursi di DPR.

Dengan tegas Jokowi mengatakan bahwa tidak ada pembicaraan tentang penambahan parpol koalisi Jokowi-Ma’ruf dengan parpol dari luar koalisi. Kepada wartawan pada acara pembubaran Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf di Menteng, Jakarta, 26 Juli 2019, dengan tegas Jokowi mengatakan bahwa kekuatan koaliasi sudah cukup.

Sikap tegas Jokowi membuat koalisi tenang, tapi ada kekhawatiran intervensi yang justru datang dari dalam koalisi untuk menambah kekuatan dengan memasukkan parpol yang disebut-sebut sebagai ‘koalisi plus-plus’.

Kini, dengan kunjungan Prabowo ke Megawati, kunjungan SBY dan Prabowo ke Jokowi jelas sudah ada ‘jatah’ menteri untuk Demokrat dan Gerindra. Yang diharapkan adalah Jokowi arif dan bijaksana memberikan jatah kepada Demokrat dan Gerindra karena selama kepemimpinan Jokowi pada priode pertama dan pada Pilpres 2019 dua partai ini nyaring menabuh genderang perang sebagai oposisi.

Kita berharap soliditas parpol koalisi (KIK) tidak diganggu agar Jokowi-Ma’ruf bisa menjalankan roda pemerintahan dengan mulus mewujudkan ‘Indonesia Sentris’. []

Berita terkait
Koalisi Indonesia Kerja Tolak Demokrat Gabung, Ini Alasannya
Koalisi Indonesia Kerja tolak Demokrat Gabung, ini alasannya. NasDem ungkap alasan mengapa tak mungkin Demokrat gabung.
PAN: Koalisi Perindo Tak Pengaruhi Elektabilitas Jokowi
Namun elektabilitas Jokowi belum bisa dinilai dengan koalisi yang didapatkan dari Perindo, kata Taufik.
Jokowi Bocorkan Menteri yang Duduk di Kabinet Jilid II
Presiden Jokowi mengatakan telah menentukan nama-nama untuk duduk di kursi menteri Kabinet Kerja Jilid II periode 2019-2024.
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.