AJI Sebut UU Omnibus Law Cipta Kerja Abaikan Aspirasi Publik

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengecam pengesahan UU Cipta Kerja yang dilakukan secara tidak transparan, dan mengabaikan aspirasi publik.
Logo AJI Aliansi Jurnalis Independen. (Foto Tagar/aji.or.id)

Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen mengecam pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang dilakukan secara tergesa-gesa, tidak transparan dan mengabaikan aspirasi publik. Pembahasan undang-undang dipersoalkan sejak awal karena rendahnya partisipasi publik dalam pembahasannya, terutama dari kelompok yang terdampak langsung dari regulasi tersebut, yakni buruh.

Abdul Manan, Ketua Umum AJI mengataan pertanyaan soal partisipasi itu makin besar karena DPR dan pemerintah ngotot tetap melakukan pembahasan pada saat Indonesia menghadapi pandemi. "Saat undang-undang ini disahkan, kasus infeksi sudah lebih dari 311.000 dan lebih dari 11.000 meninggal," ucapnya dalam keterangan di Jakarta, Rabu, 7 Oktober 2020.

Omnibus law ini membolehkan PHK dengan alasan efisiensi, perusahaan melakukan penggabungan, peleburan atau pemisahan.

Menurutnya, sikap ngotot pemerintah dan DPR ini menimbulkan pertanyaan soal apa motif sebenarnya dari pembuatan undang-undang ini. AJI menilai pembahasan yang cenderung tidak transparan dan mengabaikan aspirasi kepentingan publik ini karena pemerintah ingin memberikan insenstif yang besar kepada pengusaha agar investasi makin besar meski mengorbankan kepentingan buruh dan membahayakan lingkungan hidup.

"Pemerintah Joko Widodo sejak awal memang menggadang-gadang Omnibus Law UU Cipta Kerja ini untuk menggenjot investasi," tutur Manan.

Manan menambahkan, AJI juga mengecam pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja karena merevisi pasal-pasal dalam Undang Undang Ketenagakerjaan yang justru mengurangi kesejahteraan dan membuat posisi buruh lebih lemah posisinya dalam relasi ketenagakerjaan. Hal ini ditunjukkan dari revisi sejumlah pasal tentang pengupahan, ketentuan pemutusan hubungan kerja, ketentuan libur dan pekerja kontrak.

Menurutnya, Omnibus law ini membolehkan PHK dengan alasan efisiensi, perusahaan melakukan penggabungan, peleburan atau pemisahan. Padahal putusan Mahkamah Konstitusi pada 2012 melarang PHK dengan alasan efisiensi.

Omnibus Law juga menghapus aturan mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak dan menyerahkan pengaturannya melalui peraturan pemerintah. "Praktek ini tentu saja bisa merugikan pekerja media yang cukup banyak tidak berstatus pekerja tetap," ucap Manan.

Menurutnya, ketentuan baru ini membuat status kontrak semacam ini akan semakin luas dan merugikan pekerja media. Omnibus law juga mengurangi hari libur, dari semula bisa dua hari selama seminggu, kini hanya 1 hari dalam seminggu. Pasal soal cuti panjang juga dihapus dan menyebut soal pemberian cuti tahunan paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja/buruh bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus.

Manan menambahkan, ketentuan soal ini juga disebut harus diatur dalam perjanjian kerja bersama. Padahal diketahui bahwa mendirikan serikat pekerja di media itu sangat besar tantangannya sehingga sebagian besar media tidak memiliki serikat pekerja.

"Omnibus Law juga menghapus pasal sanksi bagi pengusaha yang tidak membayarkan upah sesuai ketentuan, Ini bisa menjadikan kesejahteraan jurnalis makin tidak menentu karena peluang pengusaha memberikan upah layak semakin jauh karena tidak ada lagi ketentuan soal sanksi," katanya. []

Berita terkait
Menteri Teten: Omnibus Law UU Cipta Kerja Perkuat UMKM
Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki menilai UU Cipta Kerja akan memberikan tempat positif bagi pertumbuhan dan perkembangan UMKM.
Menaker: UU Cipta Kerja Tetap Lindungi Buruh Outsourcing
Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah menjelaskan, syarat-syarat dan perlindungan bagi pekerja atau buruh masih tetap dipertahankan.
Omnibus Law Cipta Kerja Digolkan, Fadli Zon: Buruh Kian Terpojok
Anggota Komisi I DPR Fadli Zon menilai dengan sahnya Omnibus Law UU Cipta Kerja, buruh kian terpojok di tengah pandemi Covid-19.
0
Investasi Sosial di Aceh Besar, Kemensos Bentuk Kampung Siaga Bencana
Lahirnya Kampung Siaga Bencana (KSB) merupakan fondasi penanggulangan bencana berbasis masyarakat. Seperti yang selalu disampaikan Mensos.