Pematangsiantar - Seluruh unsur pimpinan dan fraksi di DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) sudah sepakat menolak rencana kedatangan 500 tenaga kerja asing atau TKA yang akan bekerja di perusahaan tambang PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) di Morosi, Kabupaten Konawe.
Menanggapi isu tersebut, anggota Komisi I DPR Sukamta menilai pemerintah tidak peka dengan batin rakyat di masa kondisi pandemi virus corona atau Covid-19. Menurutnya, pemerintah pusat tidak memprioritaskan kesehatan dan keselamatan masyarakat.
Dia menyarankan, dalam situasi saat ini seharusnya pemerintah pusat sepemikiran dengan langkah yang dilakukan Pemerintah Sultra dan DPRD.
Harusnya membatasi pergerakan warga negara asing yang akan masuk ke Indonesia, sebagaimana pemerintah membatasi masyarakatnya sendiri.
Baca juga: TKA China Masuk RI, IPW Kritik Jokowi dan Polri
"Pemerintah pusat seperti tidak peka dengan suasana kebatinan masyarakat saat pandemi Covid-19 ini. Harusnya yang diprioritaskan adalah kesehatan dan keselamatan rakyat Indonesia. Apalagi rakyat dan Forkopimda sebagai tuan rumah juga tegas menolak," kata Sukamta kepada Tagar, Kamis, 30 April 2020.
Saat ini sebanyak 9.771 masyarakat dinyatakan positif terinfeksi Covid-19. Dia menegaskan, seharusnya melihat kondisi tersebut pemerintah dapat membatasi pergerakan WNA yang hendak memasuki kawasan Indonesia.
Kemudian, masyarakat saat ini diharuskan mengikuti kebijakan pemerintah dalam hal Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Namun, realitas justru berkata sebaliknya. Tidak ada pengetatan bagi WNA China untuk masuk ke sini.
"Harusnya pemerintah pusat sejalan dengan pemikirannya sendiri. Pemerintah harusnya membatasi pergerakan warga negara asing yang akan masuk ke Indonesia, sebagaimana pemerintah membatasi masyarakatnya sendiri dengan PSBB, termasuk larangan mudik," ujarnya.
Baca juga: Komisi V DPR Soroti 39 TKA China Masuk di Bintan
Wakil Ketua Fraksi PKS Bidang Polhukam ini menambahkan, terlepas dari para TKA China memegang visa kunjungan atau visa kerja, seharusnya pemerintah pusat tidak menerima mereka terlebih dahulu. Terlebih sudah ada aturannya dalam Permenkumham Nomor 11 tahun 2020 tentang Pelarangan Sementara Orang Asing Memasuki Wilayah Negara Republik Indonesia.
"Pasal 3 diatur bahwa pengecualian bagi warga asing pemegang KITAS atau KITAP disyaratkan dalam 14 hari sebelumnya berada di negara yang bebas dari Covid-19. Menerima masuknya TKA dari negara China yang merupakan negara asal virus, jelas bertentangan dengan aturan tersebut," kata dia.
Pemerintah pusat, kata dia, harusnya sensitif dengan perasaan dan kondisi masyarakat, khususnya yang terdampak pandemi Covid-19 ini. Banyak masyarakat dalam catatannya kehilangan pekerjaan, kehilangan penghasilan, dan pergerakan harus dibatasi, tapi bantuan sosial belum maksimal, dimulai dari pendataan warga yang kacau, hingga tidak meratanya pembagian bantuan sosial. Lalu, banyak yang tidak mendapatkan bantuan sosial, padahal sangat membutuhkan.
"Isu TKA China sendiri sebelumnya sudah sensitif, terkait hubungan perusahaan asing dengan lingkungan dan masyarakat sekitar termasuk soal penyerapan tenaga kerja lokal. Ditambah lagi dengan kondisi akibat pandemi ini. Kita tidak ingin eskalasi masalah ini meningkat, karena bisa menimbulkan ketegangan dan gesekan sosial. Kita ingin hindari itu. Karena jika kerusuhan terjadi, maka efek ekonomi bisa lebih parah lagi," ucap Sukamta. []