Waspadai Skenario Aktor Radikal saat Pandemi Covid-19

Pengamat intelijen keamanan Stanislaus Riyanta meminta aparat keamanan TNI, Polri, dan BIN, mewaspadai aktor kelompok radikal saat pandemi Covid-19
Tim Densus 88 Mabes Polri melakukan olah TKP di rumah terduga teroris YF di Desa Bojong Lor, Kecamatan Jamblang, Kabupaten Cirebon, Senin malam, 14 Oktober 2019.(Foto: dok. Tagar)

Bekasi - Pengamat intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta meminta aparat keamanan Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian RI (Polri), dan Badan Intelijen Negara (BIN) ekstra waspada dan menutup celah terhadap skenario dari aktor kelompok-kelompok radikal yang berpotensi membuat situasi nasional tidak kondusif di tengah pandemi Covid-19. 

"Penanganan pandemi Covid-19 yang melibatkan TNI, Polri, dan BIN menjadi peluang bagi aktor-aktor yang ingin membuat gangguan, terutama bagi pemerintah. Aktor tersebut ingin memanfaatkan kelengahan aparat keamanan," kata Stanislaus Riyanta dalam diskusi virtual bertajuk "New Normal: Indonesia Optimis dan Indonesia Terserah", Kamis, 4 Juni 2020. 

Menurut dia, kelompok-kelompok tersebut terus mencari celah di tengah kesibukan pemerintah memerangi pandemi Covid-19. Terlebih dengan adanya tekanan ekonomi, maka pemberlakukan pembatasan sosial yang berdampak pada terbatasnya kesempatan kerja menjadi isu yang didorong oleh aktor-aktor tertentu dengan tujuan menggerus kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Ancaman dari kelompok pengusung ideologi khilafah juga terus terjadi.

Ia menyebutkan gangguan keamanan yang sudah terjadi secara nyata adalah dari kelompok radikal yang melakukan aksi teror. Seperti aksi teror terhadap petugas kepolisian di Poso oleh kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT), 15 April lalu. 

Baca juga: Lagi Wabah Corona, Teroris Poso Sebar Agenda Khilafah

Baru-baru saja, kata dia, terjadi serangan lone wolf di Polsek Daha Selatan, Kalimantan Selatan, 1 Juni 2020, yang menunjukkan bahwa kelompok teroris memanfaatkan celah kerawanan pada saat pandemi Covid-19 untuk menyerang aparat kepolisian. 

"Ancaman dari kelompok pengusung ideologi khilafah juga terus terjadi. Penyebaran pamflet ideologi khilafah di Kupang menjadi salah satu bukti bahwa propaganda khilafah terus dilakukan," katanya. 

Kemudian, Stanislaus juga menyinggung oknum eks anggota TNI Ruslan Buton yang melakukan propaganda agar Presiden Joko Widodo mundur. Dia menilai hal tersebut sebagai salah satu gerakan memanfaatkan situasi pandemi Covid-19. 

Pengamat Intelijen Stanislaus RiyantaPengamat Intelijen dan Keamanan Stanislaus Riyanta (foto: istimewa).

Propaganda yang dilakukan Ruslan Buton, disebutnya dapat diduga masuk dalam kategori informasi yang menimbulkan kebencian dan kegaduhan. 

"Begitu juga dengan adanya narasi tentang pemakzulan Jokowi yang muncul dari berbagai titik. Selain lewat mimbar akademis, juga sangat marak di media massa," ujarnya. 

Baca juga: Pasutri di Kupang Tepergok Sebar Ideologi Khilafah

Meskipun menjadi hak bagi akademisi untuk berpikir kritis terkait dengan isu pemakzulan Jokowi, Stanislaus menilai menjadi tidak etis dan tidak mempunyai bela rasa jika pada saat pandemi Covid-19 akademisi justru memprioritaskan diskusi terkait dengan politik pemakzulan presiden, daripada berkontribusi secara akademis untuk melawan virus corona.

"Meskipun demikian, isu tentang adanya teror terhadap akademisi yang berniat melakukan diskusi tetap harus diusut tuntas. Dapat diyakini bahwa gaya-gaya teror tersebut bukan inisiatif dari pemerintah," ucapnya. 

Oleh sebab itu ia meminta aparat penegak hukum bersikap tegas dan korban teror harus kooperatif bekerja sama dengan penegak hukum untuk menyampaikan bukti supaya kasus tersebut dapat diusut tuntas. 

"Siapa pelaku teror dan apa motifnya harus dibuka agar tidak menjadi fitnah, dan tidak menjadi sandungan bagi negara yang menjunjung tinggi demokrasi," tuturnya. 

Tingkat kriminalitas pada masa pandemi Covid-19, kata dia, juga mengalami kenaikan, merujuk pada data Polri yang menyatakan tingkat kriminalitas meningkat sebesar 19,72 persen selama pandemi virus corona. 

Berbagai ancaman tersebut, menurut Stanislaus, harus dicegah dan intelijen tidak boleh lengah karena aktor-aktor disebutnya akan memanfaatkan berbagai celah kerawanan yang muncul karena pandemi Covid-19. 

"Ruang informasi juga harus diisi oleh pemerintah. Narasi positif harus dikembangkan untuk membangun kepercayaan masyarakat, rasa persatuan, gotong royong, dan hal-hal yang produktif lainnya sehingga pandemi Covid-19 di Indonesia segera berakhir," kata Stanislaus. []

Berita terkait
Keputusan Jokowi Gentarkan Teroris Kelompok Radikal
Peneliti terorisme dari UI Ridlwan Habib menilai Peraturan Presiden (Perpres) dari Jokowi tentang keterlibatan TNI, menggentarkan teroris radikal.
Menag: Radikalisme di Indonesia Memprihatinkan
Menteri Agama Fachrul Razi mengatakan, arus gerakan radikalisme dan ekstremisme di indonesia cukup memperihatinkan, dan tidak boleh dianggap remeh.
Radikalisme, Jusuf Kalla: Karena Ada Menjual Surga
Jusuf Kalla mengatakan akibat radikalisme memunculkan konflik berdarah yang mengorbankan ratusan ribu nyawa manusia karena dalih janji surga palsu.
0
David Beckham Refleksikan Perjalanannya Jadi Pahlawan untuk Inggris
David Beckham juga punya tips untuk pesepakbola muda, mengajak mereka untuk menikmati momen sebelum berlalu