Warga Terdampak YIA Persoalkan Twitter Jokowi

Warga terdampak pembangunan Bandara New Yogyakarta Airport bersama sejumlah elemen merespons pernyataan Jokowi.
Anggota PWPP-KP (paling kiri) didampingi Walhi Yogyakarta dan LBH Yogyakarta saat memberikan keterangan pers perihal pernyataan Twitter Presiden Jokowi di Sekretariat Walhi Yogyakarta, Senin 29 Juki 2019. (Foto: Tagar/Ridwan Anshori)

Yogyakarta - Warga terdampak pembangunan Bandara New Yogyakarta Airport (YIA) bersama sejumlah elemen merespons pernyataan Presiden Joko Widodo yang disampaikan melalui Twiter perihal pembangunan di kawasan rawan bencana.

"Indonesia berada di kawasan cincin api rawan bencana. Jadi, kalau di suatu lokasi di daerah yang rawan gempa atau banjir, ya harus tegas disampaikan: jangan dibangun bandara, bendungan, perumahan," begitu tulisan Presiden Jokowi di akun Twitter pada 24 Juli 2019 lalu.

Warga terdampak yang mengatasnamakan Paguyuban Warga Penolak Penggusuran-Kulon Progo (PWPP-KP) menyindir statemen presiden. Mereka juga berkirim surat perihal statemen itu.

Kami berulang kali meningkatkan kepada pemerintah bahwa pesisir pantai selatan Jawa itu rawan bencana tsunami

"Mungkin Pak Presiden Jokowi yang terhormat sedang lupa. Bukankah Bandara YIA yang dibangun di pesisir Kulon Progo itu rawan bencana tsunami," kata Agus Widodo, Ketua PWPP-KP di Sekretariat Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Yogyakarta, Senin 29 Juli 2019.

Menurut dia, peletakan pertama pembangunan yang menggusur lima desa di Kecamatan Temon, Kulon Progo juga dilakukan oleh oleh Presiden Jokowi. "Peletakan batu pertama 27 Januari 2017 oleh tuan Presiden (Jokowi)," ujar dia.

Anggota PWPP-KP Sufyan menambahkan, kawasan yang sekarang berdiri YIA merupakan zona merah atau rawan bencana, khususnya tsunami.

"Pakar BMKG bahkan belum lama ini menyebut sepanjang garis pantai selatan Jawa rawan bencana," ungkapnya.

Sufyan mengutip pernyataan pakar BMKG tersebut adalah jumpa pers di Kantor BPBD DIY di Jalan Kenari, Yogyakarta pada 17 Juli 2019 lalu.

Dalam jumpa pers itu, pakar BMKG menyebut pantai selatan Jawa berpotensi terjadi gempa M 8.8 dan tsunami setinggi 20 meter.

"Sudah jelas lokasi Bandara YIA itu rawan bencana tsunami, jaraknya hanya puluhan meter dari bibir pantai (selatan Jawa)," ujar Sufyan.

Namun, kata dia, faktanya Bandara YIA tetap dibangun di kawasan tersebut. "Bahkan sudah beroperasi sejak 6 Mei 2019 lalu," ujar dia.

PWPP-KP sendiri merupakan paguyuban warga terdampak yang sampai saat ini konsisten menolak pembangunan bandara bernilai investasi Rp 8,8 triliun tersebut. "Bandara sudah beroperasi, tapi kami tetap konsisten menolaknya," kata Sufyan.

Perjuangan PWPP-KP ini mendapat dukungan dari sejumlah pihak. Mereka antara lain Walhi Yogyakarta, LBH Yogyakarta, PHBI, Teman Temon dan lainnya.

Direktur LBH Yogyakarta Yogi Zul Fadhli mengatakan, pernyataan Jokowi tersebut menunjukkan sikap yang tidak konsisten. "Dalam Twitter-nya jelas Jokowi melarang membangun bangunan di kawasan rawan bencana tapi di sisi lain bangunan dan infrastuktur dibangun di kawasan rawan bencana termasuk Bandara YIA," kata dia.

Menurut dia, di Provinsi DIY pembangunan infrastruktur ini banyak yang berada di rawan bencana. "Kami berulang kali meningkatkan kepada pemerintah bahwa pesisir pantai selatan Jawa itu rawan bencana tsunami," ujar Yogi.

Bahkan, kata dia, jauh-jauh hari pemerintah daerah juga menyebut pesisir selatan Jawa merupakan daerah rawan bencana. Hal tersebut tertuang dalam Perda Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Provinsi DIY.

"Perda DIY sudah menyebutkan di sepanjang pantai selatan Jawa merupakan zona merah atau rawan bencana. Tapi faktanya pemerintah abai dengan aturan yang dibuatnya sendiri, abai dengan fakta ini (rawan bencana)," ujarnya.

Sementara itu, sejumlah organisasi ikut menandatangani dan berkirim surat kepada Presiden Jokowi terhadap pernyataannya di Twitter. Berikut isi suratnya:

Yogyakarta, 29 Juli 2019

Kepada Yth:

Tuan Presiden Joko Widodo

Di Tempat

Tuan presiden yang terhormat, sebagai orang yang lahir dan besar di tanah Jawa tentu saja tuan mengetahui dan memegang falsafah "ajining diri dumunung ana ing lathi" (harga diri seseorang dilihat dari perkataannya).

Sejatinya, umat manusia di seluruh jagad raya ini mengamini falsafah konsistensi tersebut. Harga diri seseorang tidak hanya dilihat dari perkataan-perkataannya saja, melainkan harus selaras dengan tindakannya. Apakah tuan presiden sudah mencerminkan konsistensi antara perkataan dan perbuatan? Jika sudah, maka tuan layak untuk dilabeli memiliki harga diri.

Pada tanggal 24 Juli 2019, melalui akun Twitter, tuan presiden menyampaikan pernyataan "Indonesia berada di kawasan cincin api rawan bencana. Jadi, kalau di suatu lokasi di daerah yang rawan gempa atau banjir, ya harus tegas disampaikan: jangan dibangun bandara, bendungan, perumahan."

Sebagai orang yang dielu-elukan di republik ini, apakah tuan presiden sudah lupa, tepatnya pada tanggal 27 Januari 2017, tuan presiden melakukan peletakan batu pertama pembangunan bandara NYIA (YIA) di Temon, Kulon Progo.

Duhai tuan presiden, bukankah lokasi tersebut merupakan salah satu daerah rawan bencana alam (gempa bumi dan tsunami). Apakah tuan presiden tidak mengetahuinya, atau pura-pura tidak tahu? Rasanya mustahil jika tuan presiden tidak mengetahui lokasi tersebut sebagai zona merah (rawan bencana).

Bukankah para pembantu tuan yang setia, dari jajaran kementerian hingga pemerintah daerah memberikan laporan kepada tuan? Maka sudah semestinya tuan mengetahui titik lokasi zona merah yang dimaksud.

Namun, alih-alih mewujudkan mimpi pembangunan infrastruktur yang pro investor dengan segala ketamakannya, tuan presiden mengabaikan lokasi zona merah. Melalui RPJMN 2015-2019, juga Perpres nomor 56 tahun 2018 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN), tuan telah memasukan New Yogyakarta Internasional Airport (NYIA) sebagai salah satu dari sekian bandara yang harus dibangun dan direnovasi. Demi suksesnya proyek tersebut, tanpa segan, bahkan dengan leluasa merampas hak dan ruang hidup warga secara tidak manusiawi.

Sudah banyak hasil riset dari lembaga terkemuka dan pernyataan para ahli, lokasi pembangunan bandara baru YIA rawan benca gempa dan tsunami. Tidak tangung-tanggung, dalam rilisnya BMKG tertanggal 21 Juli 2019 lokasi pantai selatan Jawa (termasuk Temon, Kulon Progo) berkategori "zona merah", mempunyai potensi gempa 8,8 magnitude dan tsunami dengan ketinggian 8 hingga 20 meter. Sekalipun potensi yang tidak bisa diprediksi kapan waktunya, namun yang harus dilihat adalah ancaman berikut dampaknya. Entah kapan waktunya, tetapi itu akan terjadi.

Tentu saja tuan presiden sudah menimbang ancaman dan dampak dari bencana tersebut. Terlebih di lokasi bandara baru YIA. Itu pun jika tuan presiden memikirkannya sejauh itu! Pesan dalam pernyataan tuan, jangan membangun bandara di daerah yang rawan bencana (gempa dan tsunami), menunjukan kalau tuan presiden telah menimbang ancaman dan dampaknya jika bencana itu benar-benar terjadi.

Jika sudah mengetahui potensi bencana, ancaman dan dampaknya, kenapa tuan presiden tetap membangun bandara baru YIA. Kami tidak melihat konsistensi antara perkataan dan perbuatan tuan presiden. Hal ini dibuktikan dengan serentetan kebijakan yang tuan presiden keluarkan. Demi mempermulus mimpi pembangunan bandara yang digadang-gadang tersebut, tuan melakukan rekayasa hukum. Tuan telah melakukan perubahan Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 2008 menjadi PP No. 13 tahun 2017 tentang "Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional."

Dalam perubahan peraturan tersebut, telah dihapus seluruh pasal yang berkaitan dengan pelarangan pembangunan di zona rawan bencana. Kemudian, tuan presiden juga mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2017, tentang "Percepatan Pembangunan dan Pengoperasian Bandara di Kulon Progo."

Tidak tanggung-tanggung, tuan presiden juga memasukan bandara baru YIA sebagai proyek strategis nasional. Termuat dalam Perpres No. 56 tahun 2018 tentang "Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional," yang telah sedikit disinggung di atas.

Sejumlah kebijakan yang tuan presiden keluarkan tersebut diduga merupakan instrumen dengan aroma yang tamak dan dibuat untuk melawan alam. Sebagai seorang pemimpin yang mengaku memegang falsafah jawa, tentu saja tuan juga memegang falsafah "sabda pandita ratu, tan kena wola-wali" (seorang raja atau pemimpin harus bisa di pegang kata-katanya). Sekali lagi kami mengingatkan, pada tanggal 24 Juli 2019, tuan presiden mengatakan jangan membangun (bandara) di lokasi rawan bencana. Jika perkataan tuan presiden bisa dipegang, maka tuan tidak akan membangun bandara baru YIA, atau tuan presiden akan menghentikannya!

Duhai tuan presiden, sebagai orang yang arif dan bijaksana (itupun jika demikian) dan konsisten dengan perkataan tuan, kami menuntut hentikan seluruh operasi bandara baru YIA. Jika pernyataan tuan presiden bukan kata-kata pemanis semata atau sekadar alih-alih sikap tegas, tentu saja tuan presiden akan membatalkan dan menghentikan bandara baru Yogyakarta International Airport (YIA). Dengan demikian, tuan presiden telah menunjukan falsafah tentang keselarasan antara perkataan dan perbuatan.

Paguyuban Warga Penolak Penggusuran-Kulon Progo (PWPP-KP)

Walhi Yogyakarta

LBH Yogyakarta

PBHI Yogyakarta

Teman-Temon. []

Baca juga:

Berita terkait
0
Indonesia Akan Isi Kekurangan Pasokan Ayam di Singapura
Indonesia akan mengisi kekurangan pasokan ayam potong di Singapura setelah Malaysia batasi ekspor daging ayam ke Singapura