Jakarta - Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Nur Hidayati menyatakan pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU menyakiti hati masyarakat. Ia menyebut UU tersebut merupakan puncak pengkhianatan negara terhadap banyak pihak.
“Pengesahaan Omnibus Law RUU Cipta Kerja merupakan puncak pengkhianatan negara terhadap hak buruh, petani, masyarakat adat, perempuan, dan lingkungan hidup serta generasi mendatang," kata Nur Hidayati dalam pernyataan tertulis yang diterima Tagar, Selasa, 6 Oktober 2020.
Satu-satunya cara menarik kembali mosi tidak percaya yang kami nyatakan ini hanya dengan cara negara secara sukarela membatalkan pengesahan RUU Cipta Kerja.
Baca juga: Sengit Omnibus Law, Sekjen DPR Benarkan Tindakan Puan Maharani
Nur Hidayati mengatakan upaya pengesahan tersebut pada dasarnya tidak mencerminkan kebutuhan rakyat dan lingkungan hidup. Ia menyebut perbuatan itu merupakan tindakan inkonstitusional.
Ia menambahkan, kondisi demikian memunculkan reaksi masyarakat yang meluas hingga tercetus slogan mosi tidak percaya kepada presiden, DPR dan DPD RI.
"Satu-satunya cara menarik kembali mosi tidak percaya yang kami nyatakan ini hanya dengan cara negara secara sukarela membatalkan pengesahan RUU Cipta Kerja," ucapnya.
Nur Hidayatai menjelaskan, massifnya gelombang penolakan rakyat selama proses pembahasan RUU Cipta Kerja seharusnya membuat pemerintah, DPR hingga DPD membatalkan pembahasan. Namun yang terjadi adalah legislatif dan eksekutif tetap ngotot bersepakat dan mengesahkan RUU Cipta Kerja.
Baginya, pengesahaan RUU yang pada draft awal disebut dengan nama RUU Cipta Lapangan Kerja (cilaka) menjadi cermin kemunduran demokrasi yang akan membawa rakyat dan lingkungan hidup pada keadaan cilaka sesungguhnya.
Baca juga: Demokrat Kecewa Mikrofon Mati Saat Interupsi UU Cipta Kerja
Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal menyatakan hari ini siap akan menggelar aksi. Ia menyebut, 32 federasi dan konfederasi serikat buruh dan beberapa federasi serikat buruh lainnya siap bergabung dalam unjuk rasa serempak secara nasional tanggal 6-8 Oktober 2020 yang diberi nama mogok nasional.
Said Iqbal mengungkapkan mogok nasional ini dilakukan sesuai dengan UU No 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan endapat di muka umum dan UU No 21 Tahun 2000 khususnya Pasal 4 yang menyebutkan, fungsi serikat pekerja salah satunya adalah merencanakan dan melaksanakan pemogokan.
“Selain itu, dasar hukum mogok nasional yang akan kami lakukan adalah UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik,” kata Said Iqbal dalam pernyataan tertulis yang diterima Tagar, Senin, 5 Oktober 2020. []