Uni Eropa Sahkan UU Pertama untuk Lindungi Perempuan dari Kekerasan

UU untuk melindungi perempuan di UE dari kekerasan berbasis gender, pernikahan paksa, mutilasi alat kelamin perempuan
Ilustras - Setiap negara di Uni Eropa harus menerapkan undang undang ini (Foto: dw.com/id - Luca Bruno/AP Photo/picture alliance)

TAGAR.id - Uni Eropa (UE) mengesahkan UU pertama untuk memerangi kekerasan terhadap perempuan. UU ini mewajibkan semua negara yang tergabung dalam UE untuk mengkriminalisasi mutilasi alat kelamin perempuan, pernikahan paksa, dan pelecehan online.

Negara-negara Uni Eropa (UE) pada Selasa (7/5/2024) memberikan lampu hijau pada undang-undang (UU) pertama blok tersebut yang ditujukan untuk memerangi kekerasan terhadap perempuan.

UU baru ini bertujuan untuk melindungi perempuan di UE dari kekerasan berbasis gender, pernikahan paksa, mutilasi alat kelamin perempuan, dan kekerasan dunia maya seperti penguntitan online dan pembagian gambar intim tanpa persetujuan.

UU ini juga memudahkan korban kekerasan dalam rumah tangga untuk melaporkan kejahatannya, yang menurut kerangka baru, dapat dihukum dengan hukuman penjara hingga lima tahun.

Hukuman atas kejahatan terhadap anak-anak, pasangan, mantan pasangan, politisi, jurnalis, dan aktivis hak asasi manusia bisa lebih berat lagi.

Namun, kegagalan untuk mencapai definisi umum tentang pemerkosaan menjadi sumber perdebatan di antara beberapa negara anggota.

kekerasan perempuanIlustrasi kekerasan terhadap perempuan. (Foto: Pixabay.com)

Politisi Eropa sebut UU ini 'terobosan'

"Kekerasan terhadap perempuan dan kekerasan dalam rumah tangga adalah kejahatan yang terus berlanjut,” kata Wakil Perdana Menteri Belgia Paul Van Tigchelt. "Undang-undang ini akan memberi jaminan d seluruh Uni Eropa bahwa pelaku akan diberi sanksi keras dan korban akan menerima semua dukungan yang mereka butuhkan.”

Parlemen Eropa sebelumnya telah menyetujui regulasi baru tersebut pada April lalu dan adopsi resmi yang dilakukan oleh negara-negara anggota pada Selasa (07/05) merupakan langkah terakhir sebelum regulasi tersebut menjadi UU. Sementara, untuk mengubahnya menjadi UU nasional, negara-negara anggota UE memiliki waktu tiga tahun.

"Ini adalah momen terobosan dalam meningkatkan hak-hak perempuan,” kata Marie-Colline Leroy, Menteri Luar Negeri Belgia untuk Kesetaraan Gender.

"Kesetaraan yang nyata hanya dapat terjadi ketika perempuan dapat hidup tanpa rasa takut dilecehkan, diserang dengan kekerasan, atau disakiti secara fisik. Undang-undang ini merupakan langkah penting untuk mewujudkan hal tersebut," tambahnya.

PM Albanese hadiri pertemuan umum cetak KDRTPM Australia, Anthony Albanese, pakai topi dan berdiri di dekat spanduk saat menghadiri pertemuan umum yang menyerukan langkah-langkah untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan di Canberra pada Minggu, 28/4/2024. (Foto: voaindonesia.com via AP)

Tidak ada definisi umum mengenai pemerkosaan

Tapi, meskipun negara-negara anggota sepenuhnya sepakat terkait pentingnya UU baru ini, teks arahan dalam UU itu justru gagal menentukan definisi umum tentang pemerkosaan, yang menjadi sumber perdebatan selama negosiasi.

Negara-negara seperti Italia dan Yunani mendukung dimasukkannya definisi tersebut, namun Jerman dan Perancis berpendapat bahwa UE tidak memiliki kompetensi dalam hal tersebut.

Menjelang pertemuan di Brussels pada Selasa (7/5/2024), Menteri Kesetaraan Spanyol Ana Redondo bahkan mengatakan dia menginginkan UU yang "sedikit lebih ambisius.”

Meski begitu, dia tetap mengatakan bahwa UU tersebut merupakan "titik awal yang baik.” [rs/gtp (AFP, KNA)]/dw.com/id. []

Berita terkait
Jumlah Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan di Indonesia Naik pada Tahun 2022
Tiga jenis kekerasan tertinggi itu, yaitu kekerasan seksual dengan 14.174 korban, kekerasan psikis 11.230 korban dan kekerasan fisik 9.271 korban
0
Uni Eropa Sahkan UU Pertama untuk Lindungi Perempuan dari Kekerasan
UU untuk melindungi perempuan di UE dari kekerasan berbasis gender, pernikahan paksa, mutilasi alat kelamin perempuan