Yogyakarta – Bencana kekeringan selalu dirasakan oleh sebagian masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) saat musim kemarau. Untuk mengantisipasinya selama ini belum optimal, karena hanya mengandalkan droping air bersih. Namun Pemerintah Daerah (Pemda) DIY memastikan langganan droping air atau kekeringan segera berakhir.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY Biwara Yuswantana mengatakan untuk memaksimalkan potensi air tanah untuk memastikan ketersediaan air. Tercatat ada 144 titik cekungan air yang akan dibangun sumur bor.
"Targetnya 2022 kita bisa membangun sumur bor di 144 titik, sehingga droping air bisa ditekan," katannya usai diskusi publik tentang pengelolaan air di Gedung DPD RI Perwakilan DIY, Senin, 2 Desember 2019.
Biwara mengatakan meski dibangun sumur bor nantinya tetap membutuhkan droping air bersih untuk mengatasi kekeringan. Alasannya ada wilayah-wilayah yang tidak terjangkau instalasi perpipaan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) maupun tidak ada sumber air tanah.
"Kita upayakan juga perpipaan PDAM agar bisa menjangkau ke semua warga. Targetnya memang DIY bebas kekeringan," ungkapnya.
Menurut dia, selama ini setiap tahun saat musim kemarau sebagian masyarakat di DIY mengalami kekurangan air bersih. Pada 2019 ini saja, sebanyak 69,7 juta liter air bersih telah disalurkan ke warga yang membutuhkan. Jumlah tersebut bantuan dari pemerintah maupun dari pihak swasta.
“Musim hujan saat ini pun masih ada permintaan droping air bersih untuk di Gunungkidul. Beberapa hari yang lalu telah mengirim surat ke kami, karena ada laporan masyarakat di sana masih ada yang membutuhkan,” ucapnya.
Targetnya 2022 kita bisa membangun sumur bor di 144 titik, sehingga droping air bisa ditekan.
Kepala BPBD Kabupaten Gunungkidul Edy Basuki mengatakan setiap tahun selalu mendapat jatah pembangunan sumur bor. Namun hanya diperuntukkan wilayah tengah dan utara saja.
“Kalau wilayah selatan tidak memungkinkan dibangun sumur bor. Seperti Kecapatan Rongkop, Tepus, Tanjungsari dan Panggang. Karena tidak ada sumber air tanah,” katanya.
Dia mengatakan untuk empat kecamatan tersebut tetap mengandalkan droping air bersih. Alasannya perpipaan PDAM juga tidak menjangkaunya. “Jadi tidak sepenuhnya bisa bebas dari droping air bersih. Karena ada wilayah yang tidak terjangkau perpipaan dan sumber air tanah,” katanya.
Edy juga mengatakan setiap tahun sebagian warganya mengalami kekurangan air bersih ketika musim kemarau. Pada 2019 ini saja dirasakan sekitar 143 ribu jiwa yang terdampak kemarau panjang.
“Awal musim hujan saat ini pun masih ada permintaan droping air bersih. Di Kecamatan Tepus, Rongkop, dan Girisubo. Kalau berkepanjangan, kami akan gunakan dana belanja tak terduga untuk droping air,” pungkasnya.
Anggota DPD RI Daerah Pemilihan (Dapil) DIY Afnan Hadikusumo menyebut hasil survey dari para ahli geologi sumber air bawah permukaan tanah cukup memadai di DIY. “Penggunaan air tanah kita masih belum optimal. Padahal lokasi sumbernya banyak,” katanya.
Afnan juga menyebut manajemen pengelolaan air hujan sampai saat ini juga belum maksimal. Yakni menampung air hujan untuk digunakan saat kemarau tiba. “DPD mendorong Pemda DIY dalam hal regulasi bagaimana mengoptimalkan pemanfaatan air tanah dan hujan. Termasuk menumbuhkan kesadaran masyarakat agar bisa mengelola air hujan secara mandiri,” katanya. []
Baca Juga:
- Sudah Hujan, Droping Air Masih Berlanjut di Sleman
- Angin Kencang Mengamuk di Prambanan Sleman
- Penyebab Angin Kencang Mengamuk di Lereng Merapi