Malaikat Kecil di Tengah Kemarau Kulon Progo

Murid dan guru di Kulon Progo, Yogyakarta, kompak membawa air bersih untuk keperluan di sekolah. Tanggap darurat kekeringan hingga 31 Oktober 2019.
Siswa menunjukkan botol air yang mereka bawa dari rumah pada 3 September 2019. (Foto: Tagar/Harun Susanto).

Kulon Progo - Ada hal mencolok di lingkungan SD Negeri 1 Jonggrangan, Desa Jatimulyo, Kulon Progo. Di saat matahari masih samar menunjukkan wajahnya, pagi itu sejumlah siswa tengah berjalan kaki ke tempatnya menimba ilmu dengan terengah-engah. 

Seperti biasa, mereka menggemblok perlengkapan belajarnya di dalam tas. Namun menjadi tidak biasa, lantaran siswa-siswi itu tangannya menenteng sebotol air mineral untuk kebutuhan air bersih di sana.

Sesampainya di sekolah, air yang mereka bawa itu tidak mereka tenggak, melainkan langsung didistribusikan ke kamar mandi sekolah, dituangkan ke dalam bak air yang sudah berhari-hari kering kerontang.

Meski sedikit, tapi kalau dikumpulkan dengan yang lain, akan jadi banyak. Repot kalau tidak ada air.

Para murid berinisiatif melakukan hal demikan untuk memenuhi kebutuhan air bersih di SD Negeri 1 Jonggrangan. 

Meski volume air yang dibawa tidak banyak, setidaknya mereka sudah sangat membantu sekolahan yang kekurangan air bersih karena didera kemarau berkepanjangan. 

Melek Mata Terhadap Krisis Air

Bocah kekeringan di Kulon ProgoSiswa menuangkan air bersih yang mereka bawa ke bak kamar mandi sekolah pada 3 September 2019. (Foto: Tagar/Harun Susanto).

Salah satu siswi pembawa air yang ditemui Tagar adalah Febriana Adisekar Dharma Putri. 

Perempuan yang kini duduk di kelas V SD Negeri 1 Jonggrangan itu rela membawa perbekalan air berlebih, agar sekolahnya tidak diterpa kekeringan.

Menurut Putri, sapaannya, air sudah menjadi kebutuhan primer untuk minum, mandi, cuci tangan, hingga menyucikan diri sebelum salat. Sebotol air yang dia bawa itu diambil dari sebuah sungai di dekat rumahnya yang terletak di Dusun Gendu, Desa Jatimulyo, Kulon Progo.

"Saya hanya membawa satu botol saja dari rumah. Meski sedikit, tapi kalau dikumpulkan dengan yang lain, akan jadi banyak. Repot kalau tidak ada air," ujar wanita berusia 11 tahun itu di sekolahnya di Kulon Progo, Yogyakarta, Selasa, 3 September 2019.

Air sungai dengan terpaksa harus dipakai penduduk sekitar, karena lingkungan tempat Putri tinggal juga dilanda krisis air bersih. Bahkan, untuk mengambil air di sungai, dia harus mengantre dengan sejumlah warga lain.

Tak henti-hentinya Putri memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kepalanya menengadah ke atas, menunggu langit mendung kembali menurunkan hujan.

"Mudah-mudahan, semoga segera turun hujan, terus ada air. Juga semoga ada bantuan air," tutur Putri.

Guru Merasa Terbantu dengan Inisiatif Siswa

Akhmadi, guru agama di SD Negeri 1 Jonggrangan, mengamini perkataan siswinya yang tulus hati membawa air dari rumah. 

Padahal, pihak guru tidak mewajibkan para murid untuk melakukan hal demikian. Jadi, yang dilakukan muridnya, semata adalah kepedulian terhadap lingkungan sekolah.

Dipakainya bukan untuk sembahyang saja, namun untuk keperluan buang air kecil siswa.

Di SD Negeri 1 Jonggrangan, Akhmad mengajar 159 siswa-siswi mulai dari kelas 1 hingga kelas 6 SD. Dia menilai, inisiatif muridnya itu sangat membantu pihak sekolah.

"Dipakainya bukan untuk sembahyang saja, namun untuk keperluan buang air kecil siswa. Kalau tidak disiram kan bau sekali," ujarnya.

Selama ini, lanjutnya, SD Negeri I Jonggrangan kerap memanfaatkan air dari sebuah sumber mata air yang berjarak 500 meter dari sekolah. Namun, karena musim kemarau terlalu panjang, debit mata air di sana semakin hari kian menyusut. Pipa besar yang terpasang di sana sudah tidak bisa lagi mengalirkan air ke sekolahan.

"Pipa kami kalah dengan selang air milik warga, yang juga tersambung ke mata air itu. Ada sekitar 16 selang milik warga," kata Akhmadi.

Untuk menyiasati kekeringan, pihak sekolah kemudian meminta karyawannya untuk ngangsu (mengambil air) bolak-balik ke sumber mata air yang ada. Selain itu, juga meminta bala bantuan pengiriman air dengan mencolek Tagana Kulon Progo.

Guru dan Murid Kompak Membawa Perbekalan Air

Kondisi serupa ternyata juga dialami para murid dan guru di SD Jatiroto, Girimulyo, Kulon Progo. Kekeringan di sana sudah terjadi cukup lama. 

Bantuan air bersih yang dikirim pemerintah ataupun warga, menjadi andalan utama untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Karyawan SD Jatiroto Sutikno menerangkan, habisnya air sudah dialami warga setempat sejak akhir bulan Mei 2019.

Sudah beberapa hari ini siswa diminta membawa air, karena ketelatan untuk pengiriman bantuan. Kami sudah mengalami kesulitan air sejak akhir bulan Mei 2019.

Seperti halnya di SD Negeri 1 Jonggrangan, para siswa-siswi SD Negeri Jatiroto juga membawa botol berisi air dari rumahnya masing-masing. Mereka yang dimintai pihak sekolah untuk membawa sebotol air, mulai dari murid kelas 4 hingga kelas 6. Supaya fair, para guru juga membawa perbekalan air.

"Sudah beberapa hari ini siswa diminta membawa air, karena ketelatan untuk pengiriman bantuan. Kami sudah mengalami kesulitan air sejak akhir bulan Mei 2019," kata Sutikno.

Air yang dibawa murid dan guru, lanjutnya, dipakai untuk keperluan penting, utamanya untuk mengisi ketersediaan air di kamar mandi. Imbas kemarau panjang, salah satunya, berwudu pun menjadi terganggu. Maka itu banyak murid yang beribadah salat di rumah.

"Siswa kemudian diminta salat di rumah, karena tidak ada air," tutur Sutikno.

Penyuplai Air di Kulon Progo

Penyaluran Air Bersih di Kulon ProgoPenyaluran bantuan air bersih ke SD Jatiroto di Kulon Progo pada 15 September 2019. (Foto: Tagar/Harun Susanto)

Secara terpisah, Anggota Tagana Kulon Progo, Darmana membenarkan bahwa kekeringan di Girimulyo berimbas ke SD Jonggrangan 1. Menurut dia, pada kemarau-kemarau terdahulu, sekolah tersebut tidak pernah mengalami kesulitan air.

"Mereka akhirnya meminta dropping, karena kesulitan air," ujar Darmana.

Dia menyatakan, pihaknya sudah berupaya semaksimal mungkin melakukan penyaluran bantuan air bersih ke dua sekolah dasar tersebut pada Selasa, 3 September 2019.

"Kami melakukan dropping ke sejumlah titik, seperti di Nogosari, Kedungtawang, Jatiroto, Ngaglik, dan Penggung yang terletak di Purwosari," tuturnya.

Dia memandang kekeringan di Girimulyo sudah parah, karena sumber air makin sudah sulit didapatkan. Imbasnya, sejumlah obyek wisata yang biasanya memiliki debit air yang masih mengalir di musim kemarau, kini sudah benar-benar tidak ada. 

Kulon Progo Tanggap Darurat Kekeringan

Kekeringan makin meluas di Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Warga yang berada di wilayah kekeringan, kesulitan mendapatkan air bersih. Mereka kini kebingungan dengan kondisi yang dialami.

Sejumlah warga terpaksa membeli demi mendapatkan air bersih untuk menutupi keperluan primer. 

Seorang warga Dusun Ngaglik, Desa Purwosari, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, Suciyati mengatakan, kesulitan air bersih sudah terjadi sejak Mei 2019 lalu. Jarak sejauh 4 kilometer harus ditempuh setiap hari, hanya untuk mengambil air.

Kondisi kekeringan sudah terjadi di tujuh kecamatan, yakni Kecamatan Girimulyo, Kokap, Samigaluh, Kalibawang, Pengasih, Galur, dan Lendah. Cakupannya, yaitu 30 desa, dengan 4.100 KK dan lebih dari 7.500 jiwa.

"Namun sekarang sumber mata air juga sudah mengering. Jadi kami bingung," kata Suciyati, kepada Tagar di Kulon Progo, Selasa, 17 September 2019.

Dia menambahkan, untuk memenuhi kebutuhan, terpaksa dia membeli air ke wilayah yang masih mendapatkan akses air. Untuk satu tangki, dihargai Rp 200.000. Suciyati berharap, dropping air bisa dilakukan rutin ke wilayahnya, mengingat kebutuhanan air memang sangat penting.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kulon Progo Ariadi mengatakan kondisi kekeringan sudah terjadi di tujuh kecamatan, di antaranya adalah Kecamatan Girimulyo, Kokap, Samigaluh, Kalibawang, Pengasih, Galur, dan Lendah. Cakupannya, yaitu 30 desa, dengan 4.100 KK dan lebih dari 7.500 jiwa.

Menurut dia, Pemerintah Kabupaten Kulon Progo telah menetapkan status darurat kekeringan terhitung sejak 9 September sampai 31 Oktober 2019.

"Setelah adanya status darurat ini, BPBD Kulon Progo bisa menggunakan anggaran tidak terduga untuk penyediaan air bersih di beberapa wilayah yang membutuhkan," kata Ariadi. []

Berita terkait
Kulon Progo Daerah Rawan Bencana
Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu daerah di Yogyakarta yang rawan bencana alam. Ada tanah longsor, banjir.
Lupa Rasa Hujan, Salat Istiska Digelar di Kulon Progo
Kekeringan serta kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang melanda Pulau Kalimantan, Sumatera, dan Jawa, diharapkan mereda dengan salat Istiska.
Sumber Mata Air di Kulon Progo Sudah Mengering
Warga yang berada di wilayah kekeringan, kesulitan mendapatkan air bersih.