Jawa Timur - Tunggakan hutang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang tersebar di 325 rumah sakit di Jawa Timur mencapai Rp 2,5 triliun
Deputi BPJS Kesehatan Jatim, Handaryo mengaku dirinya tidak dapat merinci secara detail jumlah tunggakan BPJS di tiap rumah sakit. Jumlah tanggungan hutang itu diperkirakan bisa terus bergerak.
“Tunggakan Rp 2,5 Triliun itu tersebar di RS ada di Jatim,” kata Handaryo, dikonfirmasi, Selasa 8 Oktober 2019.
Handaryo memastikan bahwa BPJS terus melakukan pembayaran ke rumah sakit, baik dengan sistem pelunasan, maupun bertahap.
Dia menjelaskan bahwa BPJS memiliki tunggakan tinggi karena premi yang dibayar oleh peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tidak mampu menutupi fasilitas pelayanan rumah sakit. Belum lagi, masyarakat yang baru sakit langsung daftar BPJS. Ketika sudah sembuh dari sakitnya, tak mau kembali membayar premi.
“Ada juga yang sudah terdaftar, rajin membayar iuran hanya saat sakit saja. Ketika sudah sembuh, mereka enggan iuran,” tuturnya.
Untuk mengatasi tanggungan hutang di rumah sakit, BPJS Kesehatan butuh dukungan pemerintah daerah untuk menyelesaikannya.
Jika tunggakan tidak segera dibayar dan melebihi jatuh tempo, dikhawatirkan Perjanjian Kerjasama (PKS) rumah sakit dengan BPJS Kesehatan tidak diperpanjang.
“Kami berharap ada kucuran dana dari pemerintah pusat untuk melunasi hutang di Jatim," paparnya.
Buruh Tolak Kenaikan Iuran BPJS
Sementara Wakil Ketua Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSPSI) Mojokerto, Suwandi mengatakan, Pemerintah menaikkan premi BPJS untuk menutup defisit merupakan alasan tidak logis. Mengingat sebelumnya Pemerintah Pusat sudah mengucurkan dana cukai rokok untuk menutup defisit BPJS.
"Bukan alasan kalau iuran dinaikkan untuk menutup defisit. Karena sebelumnya Pemerintah sudah menutup defisit dengan dana cukai," ungkapnya.
Anggota Fraksi NasDem DPRD Jatim itu menegaskan, menutup defisit tidak harus menaikkan iuran. Pemerintah bisa mengambil dana dari sektor lain. Seperti Migas atau pajak lainnya.
Dengan adanya kenaikan premi di tahun 2020, buruh menolak karena memberatkan masyarakat. Terutama kaum buruh. Pemerintah kurang berpihak kepada masyarakat miskin.
"Seharusnya Pemerintah sebelum dan sesudah memberlakukan kenaikan BPJS mempunyai regulasi sehingga tidak mengalami kerugian," pungkasnya. []
Baca juga:
- PKS Sebagai Oposisi Pemerintah Soroti BPJS dan KPK
- Serikat Pekerja Minta Jokowi Tidak Naikan Iuran BPJS
- Demo di Gowa Tolak Kenaikan BPJS