Jakarta - Pengamat Kesehatan Universitas Indonesia, Budi Hidayat mengatakan kenaikan iuran kesehatan BPJS dapat mempengaruhi perilaku peserta. Hal itu diungkapkannya berkaitan dengan rencana pemerintah yang akan menyesuaikan tarif pada 1 Januari 2020 mendatang.
"Bahwasannya akan ada migrasi dari mereka yang sebelumnya kelas satu bisa jadi pindah ke kelas dua dan seterusnya pasti ada. Namun besarannya berapa nanti harus ada dihitung," ujar dia di Gedung Serbaguna Kemenkominfo Jakarta, Senin, 7 Oktober 2019.
Tidak hanya itu, Budi menuturkan perubahan juga akan berdampak pada kapasitas layanan kelas seiring bertambahnya jumlah perpindahan peserta BPJS.
Meski secara layanan akan meningkat sesuai penyesuaian tarif, kata Budi, peserta tetap mengambil pelayanan VIP ketika berobat.
"Perpindahan kelas tersebut pasti terjadi. Tapi ada kemungkinan, meski dia dari kelas satu pindah jadi kelas dua, secara layanan tetap mengambil kelas satu atau VIP. Mereka rela membayar biaya tambahan," ucapnya.
Budi mengungkap hal ini sudah menjadi konsekuensi dari sistem yang dipilih pemerintah dalam pelayanan yang diimpelementasikan oleh BPJS, terutama berkaitan dengan fasilitas kelas di rumah sakit di Indonesia.
"Ini lah salah satu kelemahan, ketika kita itu mendiskriminasi berdasarkan kelas. Filosofinya dari awal pada waktu ngeset sistem ini sama karena kita mengikuti sistem pelayanannya bukan sistem pendanaannya," katanya.
Budi berpendapat penyesuaian tarif yang akan dilakukan pemerintah pada awal Januari 2020 itu merupakan kebijakan jangka pendek.
Ia memprediksi dalam dua tahun ke depan, kemungkinan pemerintah akan kembali melakukan kebijakan penyesuaian tarif. Hal Itu dilakukan guna mengatasi defisit anggaran yang diderita BPJS.
Kalau tidak ada perubahan sistem, law enforcement, dan penyesuaian tarif maka defisit BPJS bisa membengkak dari awalnya Rp 28 triliun jadi Rp 32 triliun.
Sementara, Direktur Utama BPJS Fahmi Idris mengatakan penyesuaian tarif dilakukan untuk menutup defisit anggaran yang diderita institusi penyelenggara jaminan kesehatan nasional tersebut.
Diperkirakan pada akhir 2019 mendatang defisit BPJS bisa mencapai Rp 32 triliun.
"Kalau tidak ada perubahan sistem, law enforcement, dan penyesuaian tarif maka defisit BPJS bisa membengkak dari awalnya Rp 28 triliun jadi Rp 32 triliun," ujar Fahmi.
Sebelumnya, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) melalui hitungan aktuaria dan tim teknis mengusulkan penyesuaian tarif sebesar Rp 120 ribu untuk kelas satu, Rp 75 ribu untuk kelas dua, dan Rp 42 ribu untuk kelas tiga.[]
Baca juga: