Jakarta - Pemerintah bakal menaikkan tarif premi asuransi kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) untuk menambal defisit. Direktur Utama BPJS Fachmi Idris mengatakan penyesuaian tarif harus dilakukan karena jumlah peserta BPJS yang meningkat dan penggunaannya juga meningkat sehingga kesenjangannya makin melebar.
Menurut Fachmi, kenaikan tarif belum mampu menutupi defisit. "Tapi kalau tidak dilakukan defisit yang akan semakin tinggi yang diprediksi bisa mencapai Rp 77 triliun," katanya dalam acara Forum Merdeka Barat 9, yang digelar di Gedung Serbaguna Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Senin, 7 Oktober 2019.
Fahmi menambahkan, kenaikan tarif premi tidak dimaksudkan untuk menambah beban masyarakat. Sebab, meskipun tarif dinaikkan, sebagian besar beban BPJS sudah dibayar pemerintah. "Pemerintah sudah menutupi iuran BPJS 73 persen, jadi salah besar kalau kenaikan tarif ini membebani masyarkat," ucapnya.
Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Kalsum Komaryani mengatakan hal yang sama. Menurutnya, tingginya penggunaan BPJS menyebabkan melonjaknya angka defisit. "Menurut data kami, tahun lalu ada sekitar 238 juta peserta yang menggunakan BPJS," katanya.
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan penyesuaian tarif merupakan opsi terakhir yang yang diambil pemerintah. Ada dua opsi lain yang sudah dibahas Kementerian Keuangan dengan BPJS dan pihak-pihak terkait. Ada tiga opsi yang diambil untuk mengatasi ini. Pertama perbaikan sistem dan manajemen JKN (Jaminan Kesehatan Nasional), termasuk kepesertaan, jangan sampai tidak valid. "Kedua, bagaimana pelayanannya. Tidak boleh ada fraud. Jangan sampai faktanya peserta sudah meninggal tapi masih bisa klaim, dan yang ketiga sinergitas antara jaminan sosial, seperti Jasa Raharja, BPJS Ketenagakerjaan, dan lainnya," ucapnya.
Kenaikan tarif sama dengan usulan pemerintah sebelumnya yakni dua kali lipat. Peserta mandiri kelas mandiri I naik dari Rp 80 ribu menjadi Rp 160 ribu per bulan, kelas mandiri II naik dari Rp 59 ribu menjadi Rp 110 ribu dan iuran kelas mandiri III dari Rp 25.500 menjadi Rp 42 ribu per bulan.
Rencana kenaikan tarif premi BPJS mendapat banyak penolakan publik, salah satunya Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI). Presiden KSPSI, Andi Gani Nuwa Wea meminta pemerintah untuk meninjau ulang kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Kenaikan tersebut memberatkan masyarakat terutama yang tidak mampu.
Andi menyampaikan langsung ke Presiden Joko Widodo dalam pertemuan tertutupnya di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat. "Kami meminta pemerintah untuk meninjau ulang kenaikan iuran BPJS kesehatan di kelas III karena berpengaruh kepada buruh dan rakyat," kata Andi di Istana Kepresidenan Bogor, Senin, 30 September 2019.
- Baca Juga: PKS Sebagai Oposisi Pemerintah Soroti BPJS dan KPK
- BPJS Bengkak dan Polemik KPK, Jokowi Didesak Mundur