Tugas Menteri Pariwisata Meningkatkan Kedatangan Wisman

Presiden Jokowi membentuk kabinet baru, diharapkan menteri pariwisata yang dipilih harus bisa meningkatkan inbound untuk meningkatkan devisa
NUSA DUA LIGHT FESTIVAL: Sejumlah pengunjung menikmati lampion saat Nusa Dua Light Festival di Badung, Bali, Jumat (8/12) malam. PT Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) menggelar Nusa Dua Light Festival sebagai upaya menarik wisatawan dan menunjukkan pariwisata Bali tetap aman di tengah situasi erupsi Gunung Agung. (Foto: Ant/Fikri Yusuf)

Oleh: Syaiful W. Harahap*

Pariwisata merupakan salah satu sektor yang tidak terkena dampak resesi ekonomi global. Di beberapa negara pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa utama. Thailand, misalnya, sektor pariwisata Negeri Gajah Putih itu menyumbang 9-17,7% ke PDB (produk domestik bruto) dari sektor pariwisata.

Sedangkan Indonesia pada tahun 2018 menerima kontribusi dari pariwisata ke PDB sebesar 6% dengan nilai 62,6 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 890,43 triliun. Sektor pariwisata dan sarana pendukungnya menyumbangkan lapangan kerja sebanyak 10,3 persen yang menyerap 13 juta pekerja dalam berbagai bidang keahlian. Fakta menunjukkan 1 dari 3 jenis pekerjaan di sektor pariwisata di 10 negara ASEAN ada di Indonesia. Sektor pariwisata menyediakan 1 dari 10 jenis pekerjaan di Indonesia.

Outbound vs Inbound

Laporan berbagai studi menunjukkan pariwisata di Indonesia tumbuh dua kali lebih cepat dari rata-rata pertumbuhan pariwisata global. Pada tahun 2018 laporan World Travel & Tourism Council (WTTC) menujukkan pertumbuhan pariwisata Indonesia tumbuh 7,8%. Ini dua kali lipat dari rata-rata pertumbuhan pariwisata global yaitu 3,9%. Jika pertumbuhan ekonomi nasional berkembang pesat sektor pariwisata Indonesia akan tumbuh 5,1%.

Dengan tingkat pertumbuhan ini pariwisata Indonesia akan jadi negara terbesar ketiga di ASEAN setelah Thailand dan Filipina.

Pada tahun 2018 wisatawan internasional/mancanegara (Wisman) menghabiskan uang senilai 15,5 miliar dolar AS setara dengan Rp 221 triliun. Angka ini setara dengan 6,8% dari total nilai ekspor nasional. Lama tinggal wisman (ALOS/Average Length of Stay) di Indonesia juga meningkat yang berdampak pada jumlah pengeluaran. Catatan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2016 lama tinggal wisatawan asal Swedia paling lama yaitu 15,40 hari, sedangkan yang paling singkat wisatawan dari Singapura 4,35 hari. Secara nasional rata-rata 8,42 hari.

Tahun 2019 asumsi kontribusi PDB diproyeksikan akan tumbuh sebesar 5,2% terhadap PDB Indonesia. Tentu saja ini dapat dicapai jika tingkat inbond Wisman ke Indonesia ditingkatkan. Soalnya, pasar internasional inbound terbesar saat ini adalah Singapura (15%), Malaysia (14%), China (13%), Australia (11%), dan Jepang (5%).

Celakanya, jumlah WN Indonesia yang berwisata ke luar negeri (outbound) juga tinggi. Pada tahun 2015 ada 8,18 juta WN Indonesia yang berwisata ke luar neger (outbound). Jumlah ini mengluarkan devisa sebesar 8,06 miliar dolar AS. Sedangkan devisa dari inbound (Wisman) sebesar 12,23 miliar dolar AS. Sedangkan pengeluaran wisatawan nusantara (Wisnus) sebesar Rp 224,7 triliun dengan jumlah Wisnus 257 juta.

Pada tahun 2018 inbound yang berkunjung ke Malaysia datang dari Singapore (10.615.986), Indonesia (3.277.689), China (2.944.133), Thailand (1.914.692), Brunei (1.382.031), South Korea (616.783), India (600.311), The Philippines (396.062), Japan (394.540) dan Taiwan (383.922).

Bali Baru

Maka, tugas menteri pariwisata baru adalah meningkatkan jumlah inbound. Jika Wisman tetap menjadikan Bali sebagai tujuan utama, maka upaya meningkatkan inbound sangat berat. Untuk itulah perlu dikembangkan program pariwisata yang dijalankan Jokowi yaitu mengembangkan ’10 Bali Baru’ untuk meningkatkan devisa, meningkatkan pendapatan daerah dan warga di lokasi wisata. Soalnya, perkembangan inboud di ASEAN justru turun 7% sehingga jadi tantangan besar bagi menteri pariwisata (baru).

“10 Bali Baru” yang dikembangkan Jokowi adalah:

1. Danau Toba (Sumatera Utara). Pemandangan alam berupa danau.

2. Tanjung Kelayang (Bangka Belitung). Pantai berpasir. Juga ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di bidang pariwisata.

3. Tanjung Lesung (Banten). Wisata pantai juga pemandangan ke Gunung Krakatau di Selat Sunda.

4. Pulau Seribu (DKI Jakarta). Gugusan pulau-pulau di Teluk Jakarta. Ada pula berpenghuni dan tidak berpenghuni. Ada pulau untuk objek riset dan pusat osenalogi.

5. Candi Borobudur (Jawa Tengan). Candi Buddha terbesar di Indonesia.

6. Mandalika (Lombok, Nusa Tenggara Barat/NTB). Pantai juga jadi KEK dengan sirkuit balap motor.

7. Gunung Bromo (Taman Nasional Bromo Tengger, Jawa Timur). Wisata budaya dan pemandangan alam.

8. Wakatobi (Sulawesi Tenggara). Taman laut dengan panorama bawah air dan terumbu karang.

9. Labuan Bajo (Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur/NTT). Panorama laut dan komodo.

10. Morotai (Maluku Utara). Pantai dan hutan.

Agar “10 Bali Baru” bisa jadi tujuan Wisman dan Wisnus perlu dikebut pembangunan infrastrukur, seperti jalan dan sarana di objek wisata. Selain itu juga sarana dan prasarana penunjang.

Yang tidak kalah pentingnya adalah hospitality yaitu keramahtamahan warga di “10 Bali Baru” yang objektif tidak hanya sekedar senyum dengan basa-basi tapi tetap terjadi kejahatan terhadap Wisman dan Wisnus.

Baca juga: Kejahatan Seksual Menghantui Pariwisata Nasional

Begitu juga dengan tarif dan jasa harus diatur dengan peraturan daerah (Perda) agar seragam dan ditempel di tempat yang mudah diliha Wisman dan Wisnus. Banyak keluhan Wisman dan Wisnus tentang harga minuman dan makanan serta tarif jasa yang tidak masuk akal di beberapa tempat wisata.

Wisata Halal

Perlu juga diperhatikan tingkat keamanan di tempat-tempat wisata untuk mencapai kenyamanan yang memenuhi standar pariwisata internasional. Karena banyak kasus-kasus kejahatan (kriminalitas) di beberapa daerah tujuan wisata.

Baca juga: Pariwisata Bali Dihantam Kriminalisasi Zina dan RKUHP: Pasal Zina Dorong Fenomena Polisi Moral

Isu krusial yang terjadi belakangan ini adalah langkah-langkah yang kontraproduktif dengan memakai slogan agamis yaitu ‘wisata halal’ atau ‘wisata syariah’. Kalau memang mau mengembangkan ‘wisata halal’ silakan saja di daerah-daerah yang bisa dikembangkan jadi daerah tujuan wisata bukan di tujuan wisata yang sudah dikenal luas secara global.

Baca juga: Wisata Halal, Quo Vadis Pariwisata Danau Toba dan Wisata Halal Danau Toba Pelabelan yang Salah Kaprah

Silakan saja mengembangkan ‘wisata halal’ atau ‘wisata syariah’ di “10 Bali Baru” atau daerah lain yang potensial sebagai tujuan pariwisata. Lagi pula kalau dibaca Perda Wisata Halal Pemprov NTB tidak ada yang istimewa karena semua pasal-pasalnya hanya normatif yang bisa diatur dalam sektor-sektor lain, seperti izin mendirikan bangunan (IMB).

Baca juga: Perda Pariwisata Halal NTB Hanya Aturan Normatif

Persoalan-persoalan yang mendasar di sektor pariwisata jadi pekerjaan rumah yang tidak ringan bagi menteri pariwisata yang baru di Kabinet Kerja Jilik II (Bahan-bahan dari: wttc.org, indonesiantravelbook.com, tourism.gov.my, BPS, dan sumber-sumber lain). []

* Syaiful W. Harahap, Redaktur di tagar.id

Berita terkait
Menanti Nama dan Kementerian Kabinet Jokowi Jilid II
Dalam berbagai kesempatan Jokowi menyebut kriteria (calon) menteri yang akan mengisi Kabinet Kerja Jilid II, ini membuat banyak kalangan penasaran
Jokowi Diminta Tidak Memasukkan Koruptor Dalam Kabinet
Pengamat politik dan hukum dari Universitas Muhammadiyah Makassar Arqam Azkin sarankan Jokowi tidak memasukkan nama koruptor di pemerintahannya.
Yogyakarta Menuju Pusat Pariwisata Terkemuka di Asia
Daerah Istimewah Yogyakarta (DIY) menuju pusat pariwisata terkemuka di Asia Tenggara.
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.