Kejahatan Seksual Menghantui Pariwisata Nasional

Pariwisata salah satu sektor yang tidak terpengaruh dengan resesi regional dan global, untuk itulah Presiden Jokowi mencanangkan DTW “10 Bali Baru”
Pariwisata salah satu sektor yang tidak terpengaruh dengan resesi regional dan global, untuk itulah Presiden Jokowi mencanangkan DTW “10 Bali Baru”

Oleh: Syaiful W. Harahap*

Catatan: Artikel ini pertama kali ditayangkan di Tagar.id pada tanggal 13 September 2019. Redaksi.

TAGAR.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memanfaatkan fakta tentang pariwisata yang tidak bisa dipengaruhi oleh resesi ekonomi, bahkan tingkat global. Ini sudah diakui badan dunia sekelas UN-World Tourism Organization (UN-WTO) yaitu Badan Dunia (PBB) di sector pariwisata. 

Pariwisata justru dipengaruhi oleh penyebaran penyakit menular dan kerusuhan serta kriminalitas, terutama terkait dengan kekerasan seksual, di negara tujuan wisata. Wisatawan Jepang disebut-sebut sangat takut terhadap kolera dan diare, maka daerah yang tidak bersih airnya tidak akan jadi tujuan wisata wisatawan Jepang. 

Namun, dengan unjuk rasa yang berkepanjangan di Thailand, misalnya, pariwisata di Negara Gajah Putih itu tetap tidak terpengaruh. Soalnya, unjuk rasa di Thailand lebih 'beradab' daripada di Indonesia, misalnya.

Ini peringatan untuk Indonesia karena unjuk rasa dan kerusuhan sering terjadi di luar koridor hukum. Merusak fasilitas umum dan mengganggu ketertiban umum.

Sarana Wisata

Itulah sebabnya Jokowi dengan sepenuh hati mengembangkan 10 daerah atau destinasi tujuan wisata (DTW) baru yang disebut sebagai ‘Bali Baru’. Sejak dulu dunia pariwisata sudah mulai memikirkan DTW di luar Bali dan Yogyakarta dengan semboyan “Bali and the Beyond” dan “Beyond Bali”.

Artinya, biarlah DTW utama wisatawan mancanegara (Wisman) tetap (ke) Bali, tapi mereka diharapkan menghabiskan masa liburannya di luar Bali dan Yogyakarta. 

Jika melihat data Badan Pusat Statistik tentang lama tinggal Wisman di Indonesia harapan itu memungkinkan karena Wisman dari Eropa Barat, Australia dan Amerika Utara rata-rata lama tinggal di Indonesia di atas 10 hari. Bandingkan dengan Wisman dari Malaysia, Brunei dan Singapura rata-rata hanya 5 hari.

Dengan lama tinggal di atas 10 hari ada kemungkinan mereka tidak menghabiskan waktu di Bali atau Yogyakarta. Maka, ini kesempatan emas bagi “10 Bali Baru” dengan catatan akses yang mudah dan sarana wisata serta layanan yang mumpuni.

Data UN-WTO menunjukkan krisis ekonom global tahun 2008 kunjungan wisatawan internasional hanya 2,1 persen karena turun dari 6,6 persen di tahun 2007. Tapi, tahun 2010 meningkat 6,6 persen dan 5 persen di tahun 2011. 

Penurunan wisatawan internasional karena isu kesehatan, seperti flu babi di tahun 2009 menurukan kunjungan sebesar 3,8 persen. Disebutkan ini kinerja sektor pariwisata terburuk dalam kurun waktu 60 tahun.

Dalam kaitan itulah pariwisata nasional diharapkan bisa menjaring Wisman. Masalahnya kemudian adalah kesiapan DTW “10 Bali Baru” memancing kedatangan Wisman setelah berlibur di Bali. Soalnya, Bali sudah bagaikan sebuah ‘kota’ tujuan utama wisata karena dalam satu hari semua objek wisata di Bali bisa dikunjungi. Bahkan, pertunjukan seni yang biasanya di malam hari bisa disaksikan di siang hari.

10 Bali Baru

Adakah infrastruktur, sarana dan prasarana sert kondisi yang mendukung Wisman betah di “10 Bali Baru”?

Dalam pijakan yang lebih luas disebut sebagai hospitality atau keramahtamahan yang alami bukan sekedar basa-basi di bibir atau lip services.

Ini daftar “10 Bali Baru” yang digenjot Jokowi untuk meningkatkan penghasilan daerah dan pendapatan warga dari Wisman dan Wisnus. DTW itu adalah:

1. Danau Toba (Sumatera Utara). Pemandangan alam berupa danau.
 
2. Tanjung Kelayang (Bangka Belitung). Pantai berpasir. Juga ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di bidang pariwisata.
 
3. Tanjung Lesung (Banten). Wisata pantai juga pemandangan ke Gunung Krakatau di Selat Sunda.
 
4. Pulau Seribu (DKI Jakarta). Gugusan pulau-pulau di Teluk Jakarta. Ada pula berpenghuni dan tidak berpenghuni. Ada pulau untuk objek riset dan pusat osenalogi.
 
5. Candi Borobudur (Jawa Tengan). Candi Buddha terbesar di Indonesia.
 
6. Mandalika (Lombok, Nusa Tenggara Barat/NTB). Pantai juga jadi KEK dengan sirkuit balap motor.

7. Gunung Bromo (Taman Nasional Bromo Tengger, Jawa Timur). Wisata budaya dan pemandangan alam.

8. Wakatobi (Sulawesi Tenggara). Taman laut dengan panorama bawah air dan terumbu karang.

9. Labuan Bajo (Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur/NTT). Panorama laut dan komodo.

10. Morotai (Maluku Utara). Pantai dan hutan.

Saingan Indonesia (baca: Bali dan Yogyakarta) dalam pasar wisata sangat ketat karena menghadapi DTW di Indonesia tidak jadi tujuan utama wisata wisatawan internasional. Selain itu banyak pula keluhan wisatawan, nasional dan internasional, terkait dengan DTW.

Di kawasan Danau Toba, misalnya, pernah muncul keluhan di media sosial karena pengunjung harus bayar kursi yang diduduki. Ada wisatawan nusantara (Wisnus) yang berkunjung ke salah satu objek wisata. Mereka berempat duduk di meja sebuah warung. Satu minum kopi. Tagihan kemudian menunjukkan jumlah Rp 115.000. Harga kopi Rp 15.000. Yang Rp 100.000 untuk bayar apa? Itu ongkos atau sewa kursi yang diduduki yaitu Rp 25.000/kursi.

Kejahatan Seksual

Keluhan lain datang dari Wisnus yang makan makanan laut (sea food) di salah satu objek wisata di Banten. Hanya makan beberapa ikan dan kepiting serta minuman ringan tagihan mereka hampir Rp 1 juta.

Maka, langkah Pemkot Jogja yang mengusir pedagang makanan di trotoar Malioboro jika terbukti ‘nuthuk’ atau menaikkan harga dengan jumlah yang tidak wajar merupakan langkah yang tepat. Ini perlu dilakukan daerah lain agar yang lain tidak jadi korban ketika Wisman dan Wisnus berpaling ke DTW lain.

Kejahatan seksual merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi citra buruk DTW. Labuan Bajo, misalnya, sudah dinodai dan dikotori oleh seorang laki-laki yang mengaku pemandu wisata yang memerkosa seorang Wisman asal Perancis dan Italia tahun 2018. Pelaku, CAP, sudah ditangkap. Dikabarkan tidak menyesal. Berita kejahatan seksual itu di Eropa tidak mudah dihapus dan akan terus jadi isu buruk terhadap wisata Indonesia.

Tahun 2018 Wisman asal Denmark diperksosa di Mentawai, Sumbar. Ini juga berita buruk yang merusak citra pariwisata nasional. Di Bali juga ada perkosaan terhadap Wisman asal Norwegia dan Amerika (2018) dan percobaan perkosaan terhadap Wisman asal Cina (2018).

“Kebebasan” berpakaian Wisman, terutama cewek, juga jadi masalah besar karena “10 Bali Baru” itu pasti menolak cara berpakaian Wisman seperti di Bali dan Yogyakarta. Memang, ada rencana mengatur bikini di Bali tapi pada tempat tertentu.

[Baca juga: Bikini di Bali Akan "Ditertibkan"]

Adalah hal yang merusak citra pariwisata nasional jika Wisman cewek jadi objek pelecehan seksual secara verbal dan nonverbal. Bahkan, ada keluhan Wisman cewek diintip ketika mandi. Ada juga suitan dan teriakan yang mengarah ke pelecehan seksual verbal terhadap Wisman cewek.

Kenyamanan “10 Bali Baru” juga akan terusik dengan peraturan yang berpijak pada hal-hal yang normatif, seperti slogan ‘wisata halal’ dan ‘wisata syariah’. Ini jadi kontra produktif terhadap promosi wisata aman, nyaman dan damai yang dilancarkan pemerintah.

[Baca juga: Wisata Halal, Quo Vadis Pariwisata Danau Toba dan Wisata Halal Danau Toba Pelabelan yang Salah Kaprah]

Selama DTW tetap dihantui harga dan tarif yang tidak pasti serta keamanan, terutama kriminalitas dan kejahatan seksual, tidak terjamin itu artinya “10 Bali Baru” tidak akan pernah sebagai “Bali and the Beyond” atau “Beyond Bali”. 

Harapan Jokowi pun sirna ketika “10 Bali Baru” hanya sebatas wacana yang jadi bahan diskusi dan seminar. (Artikel ini pertama kali ditayangkan di Tagar.id pada tanggal 13 September 2019). []

* Syaiful W. Harahap adalah Redaktur di Tagar.id

Berita terkait
Praktisi Pariwisata Cemaskan Kehadiran Grab Toba
Kalangan pelaku pariwisata di Sumatera Utara mencemaskan kehadiran layanan Grab di kawasan Danau Toba.
Akademisi Muslim: Tak Ada Diksi Halal dalam Pariwisata
Akademisi muslim dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara mengatakan, kata halal dalam terminologi pariwisata kurang tepat.
Perda Pariwisata Halal NTB Hanya Aturan Normatif
Gaung wisata halal terus bergema. Provinsi NTB daerah pertama di Indonesia yang mempunyai perda pariwisata halal, apa saja yang diatur perda?
0
7 Rekomendasi Curug di Bogor, Buat Weekend Mu Lebih Bermakna
Saking banyaknya curug di Bogor, tentu kamu kebingungan untuk memilih curug mana yang akan kamu kunjungi terlebih dahulu. Simak ulasannya.