Jakarta - Pemerintah akan bersikap oportunisme terhadap kebutuhan pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui strategi pembiayaan melalui penerbitan surat utang. Hal tersebut untuk menekan terjadinya pelebaran defisit anggaran hingga akhir tahun.
"Kita akan oportunistik dan mencari timing yang tepat pada harga yang pas dan kondisi yang tepat masuk ke pasar," kata Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara di Jakarta, Senin, 18 November 2019 seperti dilansir dari Antara.
Strategi pembiayaan melalui penerbitan surat utang periode November-Desember 2019 itu akan mempertimbangkan imbal hasil (yield) yang terbaik dan suku bunga rendah bagi APBN.
"Kita akan lihat realisasi APBN seperti apa, termasuk melihat realisasi penerimaan dan pengeluaran seperti apa, secepat apa dan seefisien apa," ujarnya.
Meski demikian, ia memastikan dua kali lelang Surat Utang Negara (SUN) dan satu kali penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) di sisa 2019 masih terjadwal sesuai rencana.
Kebutuhan pembiayaan itu, kata dia tetap dibutuhkan untuk menjaga realisasi belanja pemerintah tetap tinggi dan berkualitas agar mampu mendorong pertumbuhan ekonomi.
Realisasi penerimaan perpajakan sampai 31 Oktober 2019 baru mencapai Rp 1.173,9 triliun atau 65,7 persen dari target Rp1.786,4 triliun. Penerimaan perpajakan disumbangkan oleh PPh Migas sebesar Rp 49,3 triliun, pajak nonmigas Rp 969,2 triliun serta kepabeanan dan cukai Rp 155,4 triliun.
Lesunya penerimaan perpajakan yang hanya tumbuh 1,2 persen sebagian besar disebabkan oleh turunnya kinerja sektor pertambangan maupun industri pengolahan.
Untuk mengantisipasi turunnya realisasi perpajakan, pemerintah mendorong pembiayaan melalui utang sebesar Rp 384,5 triliun atau 107 persen dari target Rp 359,3 triliun.
Porsi pembiayaan ini diperkirakan akan meningkat mengingat penerimaan perpajakan diproyeksikan mengalami kekurangan (shortfall) sekitar Rp 200 triliun dari target APBN.
Menghadapi kondisi ini, maka pemerintah memperlebar target defisit anggaran pada akhir tahun sebesar 2,0 persen-2,2 persen terhadap PDB, atau melebihi target 1,84 persen terhadap PDB.
Pemerintah memastikan pengelolaan pembiayaan itu akan ditujukan untuk hal-hal yang produktif dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi di tengah tekanan global. []