Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan defisit neraca perdagangan masih menunjukkan rapor merah pada periode pertama Kabinet Kerja pemerintahan Presiden Joko Widodo - Jusuf Kalla. "Indikator makro tidak semua bagus, terutama neraca perdagangan yang akhirnya berimbas ke transaksi berjalan," ucap Darmin, Jumat, 18 Oktober 2019.
Dalam data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan impor migas tercatat sebesar 1,59 miliar dolar AS, sedangkan impor non migas 12,67 miliar dolar AS. Jumlah impor migas per September 2019 sebenarnya sudah turun meski tipis dari sebelumnya 1,63 miliar dolar AS. "Impor minyak dan gas (migas) masih relatif besar," kata Darmin.
Jika diakumulasi berdasar data BPS sejak Jokowi menjabat hingga 2019, neraca perdagangan pada 2015 tercatat surplus sebesar 7,52 miliar dolar AS, 2016 surplus sebesar 8,8 miliar dolar AS, 2017 surplus sebesar 11,84 miliar AS, dan 2018 defisit sebesar 8,57 miliar. Kemudian, neraca dagang kembali defisit pada September 2019 sebesar 80 juta.
Kendati demikian, Darmin juga menunjukkan sejumlah keberhasilan yang dicapai di sektor ekonomi dalam lima tahun terakhir. Seperti tingkat inflasi yang berhasil ditekan hingga satu digit dari posisi orde baru yang mencapai dua digit. Tidak hanya itu, BPS mencatat terjadi deflasi pada September 2019 sebesar 0,27 persen. Namun, posisi bulan sebelumnya masih tercatat inflasi sebesar 0,12 persen.
Darmin mengaku bangga dengan turunnya tingkat kemiskinan pada Maret 2019 sebesar 9,82 persen. Realisasi itu menjadi yang terendah sejak krisis moneter (krismon) pada 1998 silam. "Tingkat kemiskinan turun konsisten," jelasnya