Sukamiskin di Mata Tiga Napi Koruptor Populer

Sukamiskin di mata tiga napi koruptor populer. 'Pakai kloset duduk tahun 1945 itu baru mewah, kalau sekarang tidak mewah.'
Sukamiskin di Mata Tiga Napi Koruptor Populer | Barang-barang sitaan hasil sidak diperlihatkan saat pers rilis di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Minggu (22/7/2018). Kementerian Hukum dan HAM serentak melakukan sidak barang-barang mewah atau elektronik yang dimiliki warga binaan lapas dan rutan seluruh Indonesia. (Foto: Antara/Agung Rajasa)

Jakarta, (Tagar 28/7/2018) - Penjara atau bahasa halusnya Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin yang pernah dihuni Presiden pertama RI Soekarno pada zaman penjajahan Belanda itu kini sedang menjadi buah bibir. 

Tiga narapidana koruptor populer, Anas Urbaningrum, Mohamad Sanusi, dan Jero Wacik penghuni Sukamiskin, menceritakan keadaan dalam tempat huniannya itu.

Anas Urbaningrum mantan Ketua Umum Partai Demokrat, mengaku tidak ada barang haram yang disembunyikan di kamar selnya di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin.

"Saya biasa saja ketika kemarin dirazia, tidak ada barang satupun diambil. Semua kamar didatangi petugas kira-kira ada 5 petugas, tidak ada barang yang dikeluarkan dari kamar saya, artinya tidak ada barang haram, artinya biasa-biasa saja," kata Anas di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (26/7) mengutip Antara.

Anas mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap vonis di tingkat kasasi yaitu selama 14 tahun penjara ditambah denda Rp 5 miliar subsidair 1 tahun 4 bulan kurungan dan ditambah membayar uang pengganti Rp 57,59 miliar subsider 4 tahun kurungan dalam kasus korupsi penerimaan hadiah dari sejumlah proyek-proyek pemerintah dan tindak pidana pencucian uang.

Dirjen Pemasyarakatan (PAS) melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lapas Sukamiskin pada Sabtu (21/7) setelah Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada Jumat (20/7) terhadap Kalapas Sukamiskin Wahid Husein dan narapidana korupsi Fahmi Darmawansyah.

"Kondisi kamarnya tidak ada yang saya tambah-tambah, misalnya fasilitas khusus AC, ah di Bandung itu sudah dingin kedinginan malah, kalau malam saya pakai selimut," ungkap Anas.

Anas UrbaningrumMantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum berdiskusi dengan penasehat hukumnya sebelum mengikuti sidang lanjutan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis (26/7/2018). Sidang tersebut mengagendakan jawaban jaksa penuntut umum atas materi peninjauan kembali yang diajukan oleh Anas Urbaningrum. (Foto: Antara/Wahyu Putro A)

Anas juga membantah ia membayar hingga ratusan juta untuk mendapatkan sel yang ia tempati saat ini.

"Aset saya diduga atas kezaliman ini bagaimana membayarnya? Seluruh aset saya itu yang saya dapatkan, saya mulai bekerja ini menghasilkan satu rupiah sejak saya bekerja disikat semua atas nama kezaliman ini, tidak ada satupun aset yang tersisa, tidak ada itu," ungkap Anas.

Ia menyayangkan pembongkoran saung-saung di lapas Sukamiskin yang dilakukan oleh Ditjen PAS pada Selasa-Rabu (24-25 Juli 2018).

"Tidak apa-apa saung dibongkar, dibongkar saya terima tamu lesehan tidak masalah karena saya waktu itu dapat warisan saja dulu sudah ada itu," tambah Anas.

Namun Anas mengaku pernah meminta izin keluar lapas saat harus melakukan operasi.

"Saya pernah keluar operasi, yang sakit harus dizinkan keluar," tambah Anas.

Anas juga meyakini dirinya hingga saat ini yakin tidak melakukan korupsi.

"Sampai kapan pun dunia akhirat saya nyatakan kalau saya korupsi Hambalang satu rupiah saja gantung di Monas, itu berlaku sampai kapan pun, kebenaran saya yakini dunia akhirat sampai kapan pun. Keterangan jelas dari Teuku Bagus M Noer, sebagai pemilik proyek Hambalang, dia menyatakan tidak kenal dan memberikan apa pun kepada saya mobil Harrier, tidak benar, pertemuan di hotel di Sudirman itu hoaks, cerita hoaks dari orang yang bikin hoaks itu nama kafenya saja tidak pernah ada," jelas Anas.

Tidak Mewah

Mohamad Sanusi mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Gerindra, membantah adanya sel-sel mewah di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung.

"Kalau ada orang bilang mewah itu kan asumsi orang, mewah kalau dulu pakai kloset duduk tahun 1945 itu baru mewah, kalau sekarang tidak mewah. Bayangkan itu material sudah 100 tahun yang lalu kalau kita tidak plester ulang debunya jatuh ke muka. Terus kalau kita tidur, kepala kita di WC," kata Sanusi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Sanusi berada di Pengadilan untuk mengajukan Permohonan Kembali (PK) terhadap vonis 10 tahun yang dijatuhkan kepada dirinya. Sanusi menilai ada kekhilafan hakim saat membuat putusan.

Majelis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memutuskan memperberat vonis Sanusi menjadi 10 tahun ditambah denda Rp 550 juta subsider 4 bulan kurungan ditambah pencabutan hak politik dan perampasan harta benda karena terbukti menerima suap Rp 2 miliar dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja terkait reklamasi dan tindak pidana pencucian uang.

"Perbedaannya kalau Anda cari kosan pasti carinya kamar tidur yang ada kamar mandinya. Kalau kami ini tidak, WC yang ada tempat tidurnya. Jadi tidak bisa dibilang mewah. Kita cari WC yang ada kasurnya, karena semua dijadiin satu sama WC," ungkap Sanusi yang mengubah tampilan rambutnya dengan cukuran tipis di bagian samping tersebut.

Menurut Sanusi, narapidana yang tergolong mampu di Lapas Sukamiskin hanya sekitar 5 persen dari penghuni lapas.

"Di sana itu orang hukumannya panjang kemudian yang usianya sudah tua banyak sekali 75 tahun ke atas, jangan dilihat yang punya uang, yang tidak punya uang itu banyak sekali, mungkin yang punya (uang) cuma 5 persen ke bawah lah," tambah Sanusi.

Mohammad SanusiTerpidana kasus suap pembahasan peraturan daerah tentang reklamasi di Pantai Utara Jakarta, Mohammad Sanusi (kiri), menjalani sidang perdana Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (25/7/2018). Sanusi merupakan terpidana dengan hukuman tujuh tahun penjara karena terbukti menerima Rp 2 miliar dari mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja terkait pembahasan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta di Baleg Daerah DPRD DKI. (Foto: Antara/Galih Pradipta)

Sanusi bahkan membantah ada fasilitas tambahan seperti pendingin udara (AC) dan televisi di kamar selnya.

"Saya kurang suka yang dingin karena lahir di Priok, lama di Priok jadi saya enggak demen. Di Bandung sudah dingin, terakhir 16 derajat saya saja tidur pakai kaus kaki, jadi tidak perlu pakai AC. Saya memang pernah ditawari (fasilitas) tapi buat apa? Misalnya TV, di depan kamar saya ada koridor, ada TV-nya, TV besar lagi, ramai-ramai nonton bola," jelas Sanusi.

Tawaran lain yang pernah datang ke Sanusi misalnya mengambil sel yang sudah pernah direnovasi oleh narapidana sebelumnya.

"Misalnya kamar Rio Capella, jadi Rio Capella merenovasi kamarnya, saat dia keluar, kan wajar ada orang yang menempati kamarnya dia ganti (uang). Itu saja, jadi tidak ada transaksi sama lapas," ungkap Sanusi.

Adik dari Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi itu juga mengaku kecewa dengan pembongkaran saung-saung di lapas Sukamiskin yang dilakukan oleh Ditjen Pemasyarakatan (PAS) Kementerian Hukum dan HAM pada Selasa-Rabu (24-25 Juli 2018).

"Semalam kalian dengar semua kan saung dibongkar semua, nanti Anda datang hari Sabtu deh bagaimana orang ketemu keluarganya itu di emperan jalan nanti. Padahal di sana ada bekas ketua dewan ketua partai, jasanya banyak jangan disepelekan, tidak pernah dilihat ini negara sepertinya tidak berucap terima kasih," katanya.

"Jadi seolah-olah jadi sampah ya. Coba aja dilihat ada nggak ruang kunjungan di Sukamiskin. Enggak ada! Cuma itu satu-satunya yang buat kunjungan keluarga, sekarang hancur kita mau enggak mau ya berebutan di emperan yang tidak kena panas," kata Sanusi.

Normal Saja

Jero Wacik mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkap situasi terkini di lembaga pemasyarakatan Sukamiskin pasca Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada Jumat (20/7).

"Situasinya normal saja, saya baru dengar OTT besoknya (Sabtu, 21 Juli)," kata Jero di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Jero Wacik adalah terpidana 8 tahun penjara dalam kasus korupsi Dana Operasional Menteri (DOM) dan menerima gratifikasi berdasarkan putusan majelis kasasi pada 26 Oktober 2016. Jero menjadi penghuni lapas Sukamiskin sejak November 2016.

"Di sana ada 500 kamar, blok saya terpisah, di sebelah timur, bloknya Soekarno," ungkap Jero.

Jero juga mengaku tidak punya saung. Saung tersebut ada di ruang terbuka lapas Sukamiskin dan diduga diperjualbelikan kepada narapidana yang mendiami lapas tersebut.

"Saya tidak punya saung, dan tidak ditawari kalapas," tambah Jero.

Jero WacikTerpidana kasus tindak pidana korupsi Jero Wacik menjalani sidang Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Senin (23/7/2018). Mantan Menteri ESDM itu mengajukan PK setelah dijatuhi hukuman delapan tahun penjara oleh Mahkamah Agung di tingkat kasasi. (Foto: Antara/Hafidz Mubarak A)

Mantan menteri Pariwisata itu juga mengaku tidak menggunakan pendingin udara di kamarnya.

"Saya tidak pakai AC, hanya WC tadinya ada yang jongkok diganti jadi WC duduk karena tidak kuat jongkok lagi, saya juga tidak ada kulkas," tambah Jero.

Jero pun mengaku hanya kadang saja bertemu dengan Fahmi Darmawansyah ketika berolahraga.

KPK melakukan OTT pada Jumat (20/7) terhadap Kepala Lembaga Permasyarakatan Sukamiskin Wahid Husein, stafnya Hendry Saputra, narapidana yang divonis 2 tahun 8 bulan dalam kasus korupsi kasus suap pejabat Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla) Fahmi Darmawansyah dan narapidana kasus pidana umum sekaligus tahanan pendamping Fahmi Darmawansyah, yaitu Andri Rahmat.

KPK menyita 2 mobil yaitu 1 unit Mitsubishi Triton Exceed hitam dan 1 unit Mishubishi Pajero Sport Dakkar hitam serta uang Rp 279,92 juta dan 1.410 dolar AS dari tangan Wahid, Hendry, Fahmi dan Andri. Mistubishi Triton tersebut diduga dipesan oleh Fahmi dan diberikan kepada Wahid.

Saat tim KPK masuk ke sel Fahmi, ia diketahui menikmati sejumlah fasilitas seperti pendingin udara (AC), televisi, rak buku, lemari, wastafel, kamar mandi lengkap dengan toilet duduk dan mesin pemanas air, kulkas, dan kasur pegas. Wahid diduga menawarkan sel dengan berbagai fasilitas itu senilai Rp 200-500 juta.

KPK sat OTT juga mengamankan istri Fahmi, Inneke Koesherawati saat OTT, namun Inneke masih berstatus saksi dalam perkara ini.

Sebagai tersangka penerima adalah Wahid Husen dan Hendry Saputra sedangkan tersangka pemberi adalah Fahmi Darmawansyah dan Andri Rahmat. []

Berita terkait