Jakarta - Koordinator BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan jika dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 disebutkan tentang adanya sanksi tidak mendapat layanan publik yang diturunkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013.
Sementara, Undang-Undang 40 Tahun 2004 sebagai regulasi Undang-undang yang mengatur tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dalam Undang-undang tersebut berisikan kepesertaan JKN tersebut wajib untuk seluruh rakyat Indonesia.
“Jadi ada PP 86 Tahun 2013 tentang sanksi tidak dapat layanan publik, ketika kita baca pada pasal 9 ayat 2 itu disebutkan apa-apa aja yang untuk masyarakat (sanksi) IMB, tidak dapat SIM, tidak dapat sertifikat tanah, tidak dapat paspor, tidak dapat STNK, dan sebagainya,” kata Timboel Siregar dalam wawancara di kanal YouTube Tagar TV, pada hari Rabu, 23 Februari 2022.
Kalau dia memang miskin dia datang ke Dinsos aja dan Dinsos akan mengambil datanya dan bisa dijadikan peserta PBI dari unsur pemerintah pusat yang dibiayai APBN dan bisa juga dibiayai dari unsur APBD.
Timboel juga menambahkan hal ini sebenarnya sudah diwajibkan paling lambat 1 Januari 2019. “Sebenarnya kalau mengacu pada Perpes 82 Tahun 2018, itu pasal 27 ayat 2, disebutkan paling lambat 1 Januari 2019 itu seluruh rakyat wajib ikut JKN,” katanya.
Timboel berpendapat hal ini sangat baik untuk mendorong masyarakat memiliki JKN dan bisa diarahkan agar masyarakat memiliki pegangan.
- Baca Juga: BPJS Jelaskan Tujuan Optimalisasi JKN
- Baca Juga: Kartu BPJS Kesehatan Jadi Syarat Jual Beli Tanah Mulai 1 Maret 2022
“Nah jadi target utama pemerintah adalah bagaimana memastikan 2024, 98% warga Indonesia ikut JKN. Nah tentunya ini menurut saya sangat baik ya, bagaimana persyaratan-persyaratan ini bisa diarahkan supaya kita memiliki pegangan atau memiliki JKN karena sakit, itu kita tidak tahu kapan mulainya, kapan datangnya, kita tidak tahu sakit ringan dulu atau langsung berat,” katanya.
Dengan hal tersebut, Timboel mengatakan jika semua rakyat harus menjadi anggota BPJS Kesehatan dan kalaupun kondisinya tidak mampu dan pengangguran, itu sudah ada jalan keluarnya.
“Kalau dia memang miskin dia datang ke Dinsos aja dan Dinsos akan mengambil datanya dan bisa dijadikan peserta PBI dari unsur pemerintah pusat yang dibiayai APBN dan bisa juga dibiayai dari unsur APBD,” ujarnya.
Timboel juga mengajak masyarakat yang mampu untuk ikut serta bergotong royong dengan mendaftarkan diri dan membayar iuran minimal Rp 35.000 per bulannya.
“Jangan sampai mereka nggak punya akses, jangan sampai mereka ketika sakit mereka mengeluh dan akhirnya tidak terlayani karena bukan belum menjadi peserta JKN tapi mereka tidak memiliki dana untuk membiayai kesehatannya,” ucapnya.
- Baca Juga: Apa Perbedaan BPJS Kesehatan, JKN dan KIS?
- Baca Juga: RI Siapkan Aturan Soal Vaksin Booster bagi Peserta JKN
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), pada 2024, 98% masyarakat Indonesia harus menjadi anggota BPJS Kesehatan, Timboel berharap jika 100% masyarakat menjadi anggota BPJS dimana yang artinya semua terlayani oleh JKN dengan peningkatan pelayanan dari BPJS.
“Kalau pelayanan ini ditingkatkan terus, maka akan secar alamiah muncul. Sehingga seluruh rakyat secara alamiah menjadi peserta JKN dan secara berkesinambungan membayar iuran, gotong royong membantu masyarakat kita yang sedang sakit,” ucapnya.
(Ni Nyoman Mastika Mega Puspita)