Jakarta - Anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI, Anis Byarwati mengatakan ada dua opsi untuk menyikapi polemik Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja yang baru saja ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi (Senin, 2 November 2020).
Kedua opsi yang dimaksud Anis adalah melakukan legislative review dan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu.
Maka tidak ada yang menghalangi kewenangan presiden untuk menerbitkan Perppu saat ini
"Ada dua opsi untuk menyikapi polemik tentang Undang-Undang Cipta Kerja," kata Anis melalui keterangan yang disampaikan kepada Tagar, Rabu, 4 November 2020.
Anis menegaskan, hingga kini PKS cenderung tidak memilih opsi legilative review. Pasalnya, langkah itu merupakan upaya untuk mengubah suatu undang-undang melalui DPR.
"Legislative review ini adalah proses pengusulan undang-undang baru atau revisi undang-undang. Hal itu diatur UUD 1945 dan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan," ujarnya.
Politisi senior PKS ini menyebut, legislative review UU Cipta Kerja harus melalui 5 tahapan pembuatan UU, yaitu perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan dan pengundangan.
Menurutnya, hal itu tidak berbeda dengan proses pembuatan undang-undang.
"Artinya, Pemerintah dan DPR harus berkomunikasi tentang siapa yang menginisiasi legislative review dengan mengajukan poin-poin revisi. Jika diterima DPR, UU Cipta Kerja akan kembali dibahas dalam rapat-rapat di DPR. Prosesnya seperti mulai dari awal lagi," ucap Anis.
Lantas, dia menegaskan bahwa sikap politik PKS setelah UU ini diundangkan oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi, pihaknya akan terus mendesak Jokowi untuk menerbitkan Perppu.
"Bahkan, harus tegas dikatakan bahwa saat ini sangat urgen menerbitkan Perppu karena telah terjadi situasi kegentingan yang memaksa seperti yang disebutkan dalam dalam kriteria putusan MK 138/PUU-VII/2009," kata dia.
Anis menjelaskan, situasi kegentingan yang memaksa seperti disebutkan dalam kriteria putusan MK 138/PUU-VII/2009 adalah pertama, adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang.
Selanjutnya, undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada undang-undang, tetapi tidak memadai.
Terakhir, kata dia, kekosongan hukum itu tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama, sementara keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.
- Baca juga: Demokrat Upayakan Revisi UU Ciptaker Lewat Legislative Review
- Baca juga: UU Cipta Kerja Salah Ketik, PKS Minta Jokowi Terbitkan Perppu
"Jika melihat tiga kriteria di atas, maka syarat Perppu sudah terpenuhi. Ditambah lagi, UU Cipta Kerja ini sudah diundangkan dan memiliki nomor registrasi di Lembaran Negara RI (LNRI) tahun 2020 dengan nomor 245. Maka tidak ada yang menghalangi kewenangan presiden untuk menerbitkan Perppu saat ini," ucap Anis.[]