Banda Aceh - Lada merupakan komoditas budidaya pertama di Aceh. Lada ini awalnya diperkenalkan oleh saudagar dari Malabar, India pada akhir abad ke-13 dan awal 14.
Hal tersebut diungkapkan Mawardi Umar, Ketua Masyarakat Sejarah Indonesia (MSI) Aceh dalam webinar dengan tema 'Jalur Pelayaran dan Perdagangan Rempah di Aceh, Benarkah?' yang digelar pada Senin, 26 Oktober 2020.
“Karena sebelum ada lada, dalam proses perdagangan di Aceh adalah komoditas yang disediakan hanya dari alam, terutama hasil hutan,” kata Mawardi.
Disebutkannya, setelah diperkenalkan oleh saudagar dari Malabar, lada kemudian dibudiyakan oleh penduduk Aceh, dan hasilnya cukup mengembirakan. Daya jual lada di pasaran pun cukup tinggi.
“Jadilah lada itu sebagai komoditas budidaya pertama, dan juga sangat penting, karena sangat diminati di pasaran dunia,” ujarnya.
Saat itu, kata Mawardi, lada juga berkembang di Kerajaan Pedir, bahkan menjadi komoditas pertama di Kerajaan Aceh Darussalam. Hal ini menjadi salah satu alasan Portugis ingin menguasai Aceh.
Dalam perjalanannya, kata Mawardi, pada tahun 1511 masehi, Malaka jatuh ke tangan Portugis.
Akibat penguasaan wilayah itu, Portugis berhasil mengirim lada ke Lisabon melalui Cape Town di Afrika Selatan.
Saat inilah, Aceh berhasil mengirim rempah ke Jeddah, melalui laut tengah juga sampai ke Eropa, antara 40 ribu hingga 50 ribu kuintal tiap tahun
“Portugis merebut Malaka, mereka bisa mengirim lada melalui Cape Town ke Lisabon antara 40 ribu hingga 50 ribu kuintal tiap tahun,” tutur Mawardi.
Menurutnya, kondisi tersebut menyebabkan pedagang-pedagang muslim dari Nusantara yang selama ini menjadi peran penting dalam perdagangan rempah di Nusantara, memilih untuk tarik diri dari Malaka.
“Pedagang-pedagang muslim ini tidak mau lagi berniaga di Malaka, karena sudah dikuasai Portugis,” katanya.
Setelah tarik diri, sambung Mawardi, pedagang-pedagang ini mencari lokasi baru di sekitar Selat Malaka.
Pada saat bersamaan pula, muncul Kerajaan Aceh Darussalam. Saat itu kerajaan ini dilengkapi dengan kekuatan angkatan laut cukup mumpuni.
Ia menyebutkan, kekuatan angkatan laut yang dimiliki Kerajaan Aceh mampu menjaga para pedagang-pedagang lada di jalur Selat Malaka.
Para pedagang Aceh bahkan mampu memasok lada ke berbagai negara di Eropa.
“Daerah perdagangan Aceh dijaga ketat oleh meriam-meriam, atau benteng-benteng yang dilengkapi meriam, untuk menjaga keamanan para pedagang,” ucapnya.
“Saat inilah, Aceh berhasil mengirim rempah ke Jeddah, melalui laut tengah juga sampai ke Eropa, antara 40 ribu hingga 50 ribu kuintal tiap tahun, terutama dengan kapal gujarat, India. Ini koneksi perdagangan internasional,” katanya. []