Saran Sri Sultan HB X Mengatasi Klitih di Yogyakarta

Klitih semakin meresahkan warga Yogyakarta. Sultan memberi saran agar dialog dengan keluarga diutamakan dalam mengantisipasi klitih.
Gubernur DIY Sri Sultan HB X. (Foto: Tagar/Agung Raharjo)

Yogyakarta - Aksi brutal pelaku klitih di Yogyakarta baru-baru ini menimbulkan keresahan warga. Aksi klitih belum hilang di daerah berjuluk Kota Pelajar ini.

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X ikut mengomentari aksi klitih yang kembali marak, sekaligus memberi saran penyelesaian klitih. Pendekatan dialog dinilai penting untuk menyelesaikan prilaku anak muda yang meresahkan warga tersebut.

Raja Keraton Yogyakarta ini mengaku telah membicarakan kasus klitih tersebut dengan beberapa pihak terkait. Semua sepakat klitih harus hilang dari Yogyakarta. "Jadi memang kalau bisa kita bicara klitih itu hilang," katanya di Kompleks Kantor Kepatihan, Yogyakarta, Senin 11 Januari 2020.

Sultan menempatkan para pelaku klitih kurang beruntung. Dalam arti ada persoalan mendasar yang mempengaruhi kehidupannya. "Karena mayoritas mereka kurang beruntung, dalam arti broken home dan sebagianya," tutur dia.

Dari hasil pembicaraan dengan sejumlah pihak terkait, Sultan mengatakan pentingnya melakukan pendekatan dialog baik dengan keluarganya, terutama orang tua maupun para saudaranya. 

"Kemarin kita sepakat, nanti masih ada pembicaraan lagi, bagaimana kita membangun dialog dengan orang tua dari anak-anak itu, juga dengan saudara-saudaranya di dalam mengatasi klitih," ungkapnya.

Karena mayoritas mereka kurang beruntung, dalam arti broken home dan sebagianya.

Pria bernama lahir Herjuno Darpito ini mengatakan membangun atau melakukan pendekatan dialog itu sangat penting. "Berdialog itu penting, sebetulnya keluarga itu punya masalah apa," katanya.

Sultan melihat pemicu persoalan klitih bukan dari sekolahan. Namun lebih pada masalah kehidupan keluarga baik itu menyangkut ekonomi keluarga atau persoalan lainnya. "Itu bukan masalah di sekolah tapi itu masalah di kehidupan keluarga," kata Ngarsa Dalem, sapaan lain Sri Sultan HB X.

Ngarsa Dalem mengungkapkan kekerasan klitih dimungkinkan sebagai bentuk pelarian anak karena merasa tidak nyaman dengan kondisi keluarga. "Dia minum-minuman keras karena pelarian juga bisa. Tapi persoalan-persoalan itu kan perlu didialogkan,"ucap dia.

Sultan berkeinginan penyelesaian klitih dapat menyentuh akar persoalan, bukan sekedar tindakan sesaat. "Maunya tidak hanya kulit, tapi kita juga bicara isi," katanya.

10 pelaku klitihSebanyak 10 pelaku pengrusakan warung makan dan penganiayaan dengan senjata tajam. (Foto: Tagar/Evi Nur Afiah)

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana merasa prihatin dengan munculnya kembali kasus klitih. Menurut dia aksi klitih agar segera dihentikan dengan sistematis. "Saya khawatir klithih ini mencoreng citra Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan," katanya.

Menurut Huda kasus klitih seperti berjalan terskenario, karena banyak ditemukan pelaku ditemukan usia di bawah 17 tahun. Mereka juga masih bebas dari jeratan hukum.

Huda mengungkapkan setidaknya ada empat hal yang perlu dilakukan dalam menangani kasus klitih. Pertama, melakukan pembinaan khusus untuk pelajar yang berpotensi melakukan klitih. Pembinaan ini dilakukan bekerjasama dengan aparat keamanan polisi dan TNI serta pihak sekolah-sekolah.

Saya khawatir klithih ini mencoreng citra Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan.

"Pelajar yang berpotensi klitih sebenarnya kan bisa dideteksi, anggota geng, dari sekolah tertentu dan sebagainya. Pelajar-pelajar ini bisa dibina khusus dari segi kedisiplinan, wawasan hukum, mental, dan sebagainya bekerjasama dengan aparat secara massif. Bisa juga acara outbond atau kemah kedisiplinan," para dia.

Kedua, pentingnya penegakan aturan terkait penggunaan sepeda motor untuk pelajar di bawah umur. Sebab, banyak pelajar yang belum punya surat izin mengemudi (SIM) namun nekat naik kendaraan bermotor ke sekolah. "Perlu ditegakkan aturan," katanya.

Ketiga, dilakukankannya pembinaan siswa bekerja sama dengan sekolah dan orang tua. Wali murid harus dilibatkan dalam penyelesaian masalah klitih, karena pada dasarnya orang tua adalah penanggungjawab utama pendidikan.

"Sehingga bagaimana anak-anaknya berbuat mereka wajib dilibatkan pembinaan melalui pertemuan orang tua dan siswa dengan sekolah dan aparat, ini perlu digalakkan lagi," ujar dia.

Keempat, perlu fasilitasi kendaraan umum untuk ke sekolah agar meminimalkan penggunaan sepeda motor oleh pelajar. Hal ini bisa dilakanakan melalui bus sekolah atau kerja sama dengan penyedia jasa secara mandiri untuk transportasi ke sekolah. "Tujuannya agar tidak menggunakan sepeda motor. Sebagai awalan saya usulkan gratiskan transjogja untuk pelajar," terang Huda. []

Baca Juga:

Berita terkait
Keinginan Warga Yogyakarta tentang Klitih
Warga Yogakarta mayoritas menyebut klitih sudah meresahkan dan membuat tidak nyaman. Salah satu keinginan warga, polisi semakin intensif patroli.
Terduga Klitih Pernah Merusak Mobil Polsek di Jogja
Inisial DK, satu dari 10 pelaku yang diduga akan melakukan aksi klitih, ternyata pernah merusak mobil Polsek. Saat itu DK diberi diversi usia anak.
10 Pelajar Klitih Ditangkap Saat Mau Balas Dendam
Polresta Yogyakarta menangkap 10 pelaku yang diduga mau aksi klitih, tadi malam. Mereka ditangkap saat akan balas dendam terhadap geng lain.