Jakarta - Pegiat antikorupsi dari Indonesian Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal menanggapi pernyataan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan yang mengatakan koruptor akan berutang budi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Erwin menyebut, apa yang dikatakan Novel sah-sah saja. Pasalnya hubungan Novel dengan pecegahan korupsi di Indonesia sangat dekat. Tercatat Novel pernah menjabat sebagai Ketua Wadah Pekerja (WP) KPK dan kini berstatus penyidik lembaga antirasuah.
Dalam penelusuran kasus tindak pidana korupsi (tipikor), Novel sebagai penyidik berhasil mengungkap kasus besar, di antaranya Korupsi Wisma Atlet SEA Games Palembang yang menjerat Nazaruddin dan Angelina Sondakh. Kemudian mengungkap kasus suap terkait empat dari lima sengketa Pilkada yang membelit terdakwa Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar.
"Kalau orang normal menurut saya, dia tidak perlu memberikan komentar. Tapi dalam posisi yang berbeda, dia korban. Juga mantan ketua WP, menurut saya sah-sah saja Novel memberikan pandangannya," kata Erwin kepada Tagar, Senin 16 September 2019.
Saya melihat karena posisi dia sebagai korban. Korban yang selama ini kasusnya tidak pernah terselesaikan. Dan kontribusinya juga signifikan terhadap korupsi.
Ditambahkannya, Novel menjadi korban terhadap penanganan kasus rasuah di Tanah Air. Dalam menyisir kasus, Novel menjadi korban penyiraman air keras sehingga mata penyidik KPK itu buta setengah.
Titik terang siapa tersangka dan perkembangan kasus itu pun masih buram. Sebab itu, kata Erwin, Novel berhak untuk mengatakan demikian, karena telah menjadi korban dari upayanya menegakan hukum terkait antirasuah di Indonesia.
"Saat ini, menurut saya, suaranya perlu kita dengarkan. Saya melihat karena posisi dia sebagai korban. Korban yang selama ini kasusnya tidak pernah terselesaikan. Dan kontribusinya juga signifikan terhadap korupsi," ujar dia.
Erwin menilai, pernyataan yang terlontar dari Novel tak selalu diatasnamakan dari lembaga tempatnya bernaung. Dia berpendapat upaya Novel dalam berbicara ke publik murni pandangan personal terkait rasuah.
"Menurut saya Novel tidak pernah ngomong dari sisi KPK ya. Dia ngomong dari personal menurut saya," kata dia.
Namun, bila ada bukti pernyataan dari Novel mengatasnamakan KPK maka itu tidak dibenarkan. Musababnya KPK memiliki pintu tersendiri untuk menyampaikan pandangan kelembagaan.
"Dan dia tidak boleh juga mengklaim dari institusi KPK. Tidak boleh. Tapi secara personal, sah-sah saja menurut saya," tuturnya.
Novel Baswedan sebelumnya mempertanyakan sikap Jokowi mengeluarkan surat presiden yang diduga memuluskan jalan pengesahan revisi UU KPK di parlemen. Novel beranggapan revisi UU KPK yang sedang berjalan di DPR berpotensi bermasalah dan melemahkan KPK.
Di satu sisi, pegiat antikorupsi dan akademikus juga ikut mempersoalkan bergulirnya pembahasan revisi UU KPK. Terutama pada poin KPK dapat menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), pembatasan penyadapan, dan status anggota KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN)
"Saya tidak bisa tuduh Pak Jokowi punya kepentingan, tapi kalau kita ingat, semasa beliau menjabat saja, kan upaya seperti ini sudah berulang kali dilakukan oleh DPR, bukan baru pertama kali. Jadi saya yakin Pak Jokowi tahu. Setelah Pak Jokowi tahu dan tetap mau mengubah, apa masalahnya itu, saya enggak ngerti," kata Novel seperti dilansir dari CNNIndonesia, Sabtu 14 September 2019.
"Dan tentunya kalau Pak Jokowi selesaikan ini [RUU KPK] maka koruptor akan berutang budi sekali sama beliau," ujar dia.
Baca juga: