Saat Tionghoa Gugat Hak Milik Tanah, Ini Kata Sultan

Mahasiswa UGM menggugat UU Keistimewaan karena dianggap mendiskriminasi warga Tionghoa soal hak kepemilikan tanah. Sultan anggap hal yang wajar.
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X saat ditemui di Bangsal Kepatihan Yogyakrata, Rabu 20 November 2010, menganggap gugatan atas UU Keistimewaan adalah hal yang wajar. (Foto : Tagar/Ratih Keswara)

Yogyakarta - Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Felix Juanardo Winata menggugat Undang-undang (UU) nomor 13/2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta. Dia menilai UU tersebut mendiskriminasikan warga Tionghoa karena tidak boleh memiliki tanah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). 

Gugatan tersebut diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pasal 7 ayat (2) huruf d UU Nomor 13/2012 pada 14 November 2019 lalu.

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X menanggapi santai adanya gugatan mahasiswa Fakultas Hukum UGM ini. Bagi Sri Sultan, gugatan merupakan hal yang wajar. “Ya tidak apa-apa, ya (gugatan) itu wajar saja. Ya biasa saja. Dasarnya apa kan pasti nanti ada,” ujar Sri Sultan saat ditemui di Bangsal Kepatihan, Yogyakarta, Rabu, 20 November 2019.

Raja Keraton Yogyakarta ini mengaku sejauh ini Pemerintah Daerah DIY belum mengambil langkah hukum apa pun terkait gugatan UUK tersebut. “Ya kami belum tahu akan seperti apa, tidak ada yang menghubungi juga soal ini,” kata Sultan HB X.

Sekretaris Daerah DIY, Kadarmanta Baskara Aji mengaku tidak bisa melarang siapa pun yang memilih mengambil jalur hukum. Itu hak warga negara. Namun dia berharap pemahaman penggugat tentang UU Kestimewaan Yogyakarta sudah benar.

Ya biasa saja. Dasarnya apa kan pasti nanti ada.

“Ya di DIY itu aturannya yang seperti di UU Keistimewaan itu. Materi soal UU Keistimewaan dulu juga sudah pernah dibawa ke MK dan sudah tidak ada persoalan. Jadi sebetulnya, ya sudah, menyesuaikan saja dengan undang-undang yang ada,” ujar Aji, sapaan akrabnya.

Menurut dia jika memang penggugat tetap mempersoalkan UU Keistimewaan, bisa diselesaikan sesuai budaya dan kebiasaan di Yogyakarta. Segala persoalan diselesaikan dengan musyawarah atau rembugan. 

“Kalau ada yang belum jelas ya kita jelaskan. Kalau memang butuh penjelasan, banyak teman-teman kami yang bisa memberikan penjelasan, baik tentang materi, filosofi, sampai riwayat UU Keistimewaan,” ungkapnya.

Sebagai informasi, Felix Juanardo Winata menggugat UU Keistimewaan ke MK terkait Pasal 7 ayat (2) huruf d pada 14 November 2019 lalu. Dia menilai pasal yang diajukan merugikan hak kontitusional penggugat sebagai warga nergara dalam hal memiliki tanah, serta bertentangan dengan UUD 1945.

Gugatan ini berawal saat pria keturunan Tionghoa ini ingin melakukan investasi dengan membeli sebidang tanah berstatus hak milik di wilayah DIY. Saat berupaya mewujudkan keinginannya itu, Felix mengetahui jika ia tidak bisa membeli tanah karena ada aturan yang melarangnya.

Aturan tersebut berupa Instruksi Wakil Kepala DIY No.K.898/I/A/1975 tentang Penyeragaman Policy Pemberian Hak Atas Tanah kepada Seorang WNI nonprobumi. Intinya, aturan tersebut tidak memperbolehkan WNI berketurunan Tionghoa untuk memiliki hak milik atas tanah di DIY. []

Baca Juga:

Berita terkait
Kronologi Sengketa Hak Kekancingan Sultan Ground
PKL yang membuka lapak di atas tanah Sultan Ground terancam tergusur setelah kalah gugatan sengketan hak kekancingan dari Keraton Yogyakarta.
Sengketa Hak Kekancingan di Atas Tanah Sultan Ground
PKL yang menempati lahan Sultan Ground terusik digusur setelah sengketa dengan pemilik kekancingan memang di tingkat kasasi di MA.
Oknum Abdi Dalem Keraton Yogyakarta Diduga Asusila
Oknum abdi dalem Keraton Yogyakarta diduga melakukan tindakan pelecehan seksual terhadap mahasiswa di Alun-alun Yogyakarta, Minggu malam.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.