Riwayat Duit Rp 11.000 Triliun yang Bikin Heboh

Pemerintah yakin jumlah aset WNI yang terparkir di luar negeri mencapai Rp11.000. Lantas apa saja upaya yang dilakukan untuk menarik dana tersebut?
Dolar Amerika Serikat. (Foto: Pixabay/Сергей Ремизов)

Jakarta – Pada 2016 silam, Presiden Joko Widodo memberlakukan kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) guna memperbesar potensi penerimaan pajak dari sektor nontradisional yang selama ini luput dari fokus pemerintah. Beberapa yang masuk dalam objek pengampunan pajak antara lain uang tunai, rumah, kendaraan, tabungan, dan aset lainnya.

Tidak tanggung-tanggung, Presiden Jokowi yang bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani mematok target ambisius. Saat itu, negara yakin bisa memboyong aset WNI senilai Rp 1.000 triliun di luar negeri masuk ke Tanah Air. Angka tersebut diharapkan bisa diraup pemerintah dari Rp 4.000 triliun uang harta yang dilaporkan.

Bahkan, dalam sebuah kesempatan di penghujung 2016, Presiden Jokowi sempat mengklaim bahwa terdapat sekitar Rp 11.000 triliun aset masyarakat yang tersimpan di luar negeri. Angka tersebut dia kemukakan berdasarkan data dari Kementerian Keuangan. Meski demikian, data tersebut bersifat rahasia dan tidak bisa dibeberkan secara gamblang kepada khalayak.

Dalam perjalanannya, realisasi tax amnesty yang terbagi dalam tiga periode tersebut dikabarkan hanya menyentuh angka Rp 130 triliun hingga Rp 160 triliun. Meski dirasa masih jauh dari targetyang dibidik, namun program pengampunan pajak dianggap menjadi gebrakan pembuka dalam memboyong aset WNI yang bertebaran di seantero bumi.

Tak patah arang, pemerintah kembali menjalankan siasat berbeda. Kali ini, bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sepakat untuk memperkuat perjanjian Mutual Legal Assistance (MLA) Indonesia – Swiss. Caranya, dengan mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) MLA menjadi Undang-Undang.

Perjanjian Mutual Legal Assistance Indonesia – Swiss sendiri merupakan langkah strategis pemerintah untuk mendatangkan aset warga negara yang tersimpan di luar negeri, khususnya di Swiss yang selama ini dikenal sebagai lokasi surga pajak atau tax haven.

Pengesahaan RUU MLA menjadi Undang-Undang rencananya akan terjadi pada Juli ini. Disinyalir, strategi ini dimaksudkan guna menambal APBN yang kini banyak terkuras akibat penanggulangan dampak pandemi.

Situs berita online ini pernah memberitakan bahwa banyaknya dana maupun aset yang terparkir di luar negeri akibat sistem perpajakan nasional yang kurang bersahabat bagi pelaku usaha.

“Sebenarnya, kuncinya ada di kondisi pajak kita. Kalau pajak di sini rendah orang tidak mungkin lari bawa dana mereka ke luar negeri. Kalau misalnya tarif pajak kita 5 persen seperti Singapura, saya yakin kita tidak perlu repot-repot urus MLA,” ujar Pengamat perpajakan dari Universitas Pelita Harapan Ronny Bako kepada Tagar beberapa waktu lalu.

Meski demikian, tidak serta – merta seluruh upaya pemerintah yang telah disebutkan dapat menarik dengan segera dana Rp 11.000 triliun yang katanya disimpan di luar negeri. Diperlukan sejumlah upaya lanjutan agar target dana repatriasi dapat terus mengalir ke dalam negeri.

Berita terkait
Covid-19, Insentif Pajak Diperpanjang Hingga 2020
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan memperpanjang stimulus berupa inssentif pajak hingga Desember 2020.
RUU MLA RI – Swiss, Sebuah Catatan Pengamat
Rancangan Undang-Undang Mutual Legal Assistance (RUU MLA) Indonesia - Swiss berpotensi menarik kembali dana yang tersimpan di luar negeri
Revisi PMK, Ini Daftar Insentif Pajak yang Diperluas
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan pemerintah telah memperluas insentif pajak dunia usaha dengan merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK).