RUU MLA RI – Swiss, Sebuah Catatan Pengamat

Rancangan Undang-Undang Mutual Legal Assistance (RUU MLA) Indonesia - Swiss berpotensi menarik kembali dana yang tersimpan di luar negeri
Ilustrasi Pajak. (Foto:Reqnews.com/Tagar)

Jakarta - Kesepakatan pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat soal Rancangan Undang-Undang Mutual Legal Assistance (RUU MLA) Indonesia - Swiss yang kini telah maju ke tingkat II Rapat Paripurna meninggalkan catatan tersendiri.

Pengamat perpajakan dari Universitas Pelita Harapan Ronny Bako mengatakan pemerintah terkesan mengambil jalan pintas dalam menyelesaikan persoalan pajak di Tanah Air. Pasalnya, upaya negara mengesahkan RUU MLA menjadi undang-undang dianggap cara instan dalam memperoleh pendapatan dari sumber nontradisional.

Menurut Ronny, ‘penarikan paksa’ sejumlah besar dana dari luar negeri dalam bentuk repatriasi merupakan wujud sengkarutnya sistem perpajakan nasional.

“Sebenarnya, kuncinya ada di kondisi pajak kita. Kalau pajak di sini rendah orang tidak mungkin lari bawa dana mereka ke luar negeri,” ujarnya kepada Tagar, Senin, 6 Juli 2020.

Sebagai contoh, akademisi itu membandingkan besaran pungutan di Indonesia dengan negara tetangga Singapura.

“Kalau tarif pajak kita lima persen seperti Singapura, saya yakin kita tidak perlu repot-repot urus MLA,” tegasnya.

Lebih lanjut Ronny membeberkan bahwa aspek lain yang membuat banyaknya wajib pajak memilih negara lain sebagai tax haven adalah iklim usaha yang lebih berpihak kepada pemilik modal. Komparasi itu dia ungkap melalui cerminan kemudahan berinvestasi, regulasi dan alur birokrasi yang sederhana, hingga upah tenaga kerja yang cenderung terjangkau.

“Sekarang dia [wajib pajak] lebih memilih melempar uangnya ke luar negeri atau doing business-nya di luar negeri karena tarif pajaknya murah bisa nol, bahkan gratis. Jadi ada efek dominonya juga,” ucap dia.

Meski demikian, Ronny menyebut langkah yang dilakukan pemerintah dan DPR melalui proses pembahasan RUU MLA semata-mata ditujukan untuk menambal struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang kini tertekan hebat akibat pandemi Covid-19.

“Ini juga mirip-mirip dengan tax amnesty yang beberapa tahun lalu sempat digulirkan pemerintah,” kata dia.

Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Keuangan pada 2017 silam sempat melaksanakan program pengampunan pajak, atau lebih dikenal dengan tax amnesty, dengan target perolehan dana sekitar Rp 1.000 triliun. Angka tersebut diharapkan dapat diraih dari pungutan pajak di dalam negeri maupun di luar negeri. Namun, rancangan penerimaan itu meleset dan diperkirakan hanya menyentuh kisaran Rp 147 triliun.

“Untuk dana repatriasi sekarang ini saya perkirakan masih sama dengan target tax amnesty yang lalu, yakni sekitar Rp 1.000 triliun,” tutur Ronny menambahkan.

Sebagai informasi, pada Kamis 2 Juli 2020 muncul kabar dari Kompleks Parlemen di Senayan, Jakarta bahwa Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dari unsur pemerintah telah sepakat dengan Komisi I serta Komisi III DPR untuk membawa RUU MLA RI –Swiss maju dalam Rapat Paripurna.

Apabila tidak ada halangan, RUU tersebut kabarnya akan disahkan dalam agenda sidang yang bakal berlangsung pada 14 Juli 2020 mendatang.

Berdasarkan data yang dilansir oleh Kementerian Keuangan, realisasi penerimaan hingga akhir bulan pertama triwulan II/2020 tercatat sebesar Rp 549,51 triliun atau setara dengan 31,21 persen dari target 2020.

Jumlah itu terdiri dari penerimaan pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang masing-masing mencapai Rp 434,33 triliun dan Rp 114,50 triliun, serta realisasi dari hibah sebesar Rp 670 miliar.

Sejatinya, tekanan penerimaan ini terefleksi pada rendahnya penerimaan pajak hingga akhir bulan April 2020 yang tumbuh negatif 3,1 persen dibandingkan dengan periode yang sama 2019.

Adapun, untuk penerimaan Kepabeanan dan Cukai, secara nominal realisasinya masih tumbuh sebesar Rp 57,7 triliun atau 27,7 persen dari target APBN 2020.

Berita terkait
5 Sektor Paling Banyak Dapat Insentif Pajak Covid-19
Direktorat Jenderal Pajak mencatat ada lima sektor yang paling banyak menerima insentif pajak pemerintah dalam situasi pandemi Covid-19.
DJP: 355 Ribu WP Menerima Insentif Pajak Dunia Usaha
DJP Kementerian Keuangan Suryo Utomo menuturkan sudah ada 355 ribu wajib pajak (WP) yang memanfaatkan kebijakan relaksasi pajak dunia usaha.
Dampak Besar Tax Amnesty, Transaksi BEI Meningkat 100%
Namun terlihat dari jumlah transaksi yang mengalami peningkatan hingga dua kali lipat di BEI Sulut, sehingga dampak Tax Amnesty ini sangat besar.