Revisi Undang-Undang KPK Merupakan Lonceng Kematian

Ketua WP KPK Yudi Purnomo Harahap tidak menyetujui revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Kuningan, Jakarta Selatan. (Foto: Tagar/Nurul Yaqin)

Jakarta - Ketua Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (WP KPK) Yudi Purnomo Harahap tidak menyetujui revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjadi inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Menurutnya, revisi UU KPK merupakan lonceng kematian lembaga anti rasuah.

"Kan ini sudah pernah ditolak, tentu ini merupakan lonceng kematian bagi KPK sekaligus memupus harapan rakyat akan masa depan pemberantasan korupsi," ucap Yudi kepada Tagar, Jumat, 6 Agustus 2019.

Apalagi, revisi UU KPK muncul ketika proses seleksi calon pimpinan (Capim) KPK belum mencapai tahap akhir. "Dimana banyak penolakan atas terpilihnya calon pimpinan KPK bermasalah karena bisa menghambat Pemberantasan korupsi dari dalam KPK," kata dia.

Baca juga: Usulan Revisi UU: KPK Surati Presiden Jokowi

Sebenarnya, sebelum ketok palu di rapat paripurna, ia mempertanyakan urgensi dari revisi UU KPK. Karena, saat ini tidak ada masalah krusial di KPK yang mengharuskan revisi UU KPK.

"Malah justru KPK sedang giat-giatnya memberantas korupsi dimana dalam dua hari kemarin ada tiga operasi tangkap tangan (OTT)," ujarnya.

Yudi mengaku kecewa atas keputusan seluruh fraksi partai di DPR yang menyetujui revisi UU KPK. Padahal, kejahatan korupsi di Indonesia begitu luar biasa. "Rakyat pun kembali bergerak melindungi KPK dengan menyatakan menolak revisi UU KPK," tuturnya.

KPK Tidak Dilibatkan

Sebelum disetujui dalam rapat paripurna, Pimpinan Badan Legislasi DPR telah mengirim surat kepada Wakil Ketua DPR tertanggal 3 September untuk menjadwalkan penetapan RUU tentang Perubahan kedua atas UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.

Materi muatan revisi UU KPK tersebut meliputi perubahan status kepegawaian para pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), kewenangan penyadapan, pembentukan Dewan Pengawas, KPK tunduk pada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), peralihan pelaporan Laporan Harta Kekayaan Penyelanggara Negara (LHKPN), dan kewenangan KPK untuk menghentikan perkara.

Namun kenyataannya, menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan selama ini KPK tidak mengetahui maupun dilibatkan dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, yang diusulkan badan legislatif (Baleg) DPR.

"KPK belum mengetahui dan juga tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan rencana revisi UU KPK tersebut. Apalagi sebelumnya berbagai upaya revisi UU KPK cenderung melemahkan kerja pemberantasan korupsi," kata Febri di Jakarta, Rabu, 4 September 2019 seperti dilansir dari Antara.  

Reaksi Penolakan

Seusai revisi UU KPK disahkan menjadi insiatif DPR, Ketua KPK Agus Rahardjo dengan tegas menolaknya. Menurut dia, lembaga anti rasuah itu tidak membutuhkan perubahan undang-undang untuk menjalankan pemberantasan korupsi. 

"Apalagi jika mencermati materi muatan RUU KPK yang beredar, justru rentan melumpuhkan fungsi-fungsi KPK sebagai lembaga independen pemberantas korupsi," tutur Agus di Jakarta, Kamis, 5 September 2019.

Terlebih revisi UU KPK yang memang wewenang DPR, dibahas dengan sunyi di DPR. "Akan tetapi, KPK meminta DPR tidak menggunakan wewenang tersebut untuk melemahkan dan melumpuhkan KPK," ucapnya. []

Berita terkait
Hasto Optimistis dengan Revisi UU KPK yang Diketok DPR
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto optimistis dengan revisi UU KPK yang diketok DPR kemarin.
Pemimpin KPK Terpilih Ikuti Aturan UU KPK Hasil Revisi
DPR menyatakan pemimpin KPK terpilih nanti akan menerapkan UU KPK hasil revisi.
Tanggapan DPR Setelah Revisi UU KPK Disepakati
Beberapa anggota DPR menanggapi revisi UU Nomor 30 Tahun Tahun 2002 tentang KPK dalam rapat paripurna. Dibahas juga mengenai penyadapan oleh KPK.