Oleh: Syaiful W. Harahap*
Dalam laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI, tanggal 29 Mei 2020, tentang Perkembangan HIV/AIDS dan Penyakit Infeksi Menular Seksual (PIMS) Triwulan I Tahun 2020, jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS dari tahun 1987 sd. Maret 2020 di wilayah Jawa Tengah adalah 47.041 yang terdiri atas 34.805 HIV dan 12.236 AIDS. Jumlah ini menempatkan Jawa Tengah (Jateng) di peringkat ke-5 dalam jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS secara nasional.
Sedangkan kasus kumulatif HIV/AIDS nasional dari tahun 1987 sd. Maret 2020 berjumlah 511.955 yang terdiri atas 388.724 HIV dan 123.231 AIDS dengan 17.210 kematian.
Sama halnya dengan banyak daerah yang menutup semua tempat pelacuran (lokasi dan lokalisasi), Pemprov Jateng pun menutup lokalisasi pelacuran Sunan Kuning yang belakangan dikenal sebagai Resos Argorejo karena masyarakat menolak pemakai nama Sunan Kuning. Lokalisasi Argorejo diresmikan tanggal 15 Agustus 1966. Pada tanggal 18 September 2019 Argorejo resmi ditutup sebagai resos pelacuran.
Apakah dengan penutupan resos Argorejo praktek pelacuran di Kota Semarang dan di Jateng berhenti?
Secara de jure jelas berhenti karena tidak ada lagi tempat pelacuran terbuka di Jateng. Tapi, secara de facto tidak ada jaminan praktek pelacuran dengan transasi seks melalui berbagai modus, bahkan memakai media sosial, terus terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.
Salah satu faktor risiko penularan HIV/AIDS, terutama pada laki-laki dewasa, adalah melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan perempuan yang sering berganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK). Dalam hal ini PSK yang kasat mata yaitu PSK langsung antara lain yang mangkal di resos Argorejo yang lebih dikenal sebagai “SK” (Sunan Kuning).
Ketika “SK” dan tempat-tempat pelacuran lain ditutup tidak bisa lagi dilakukan penjangkauan dan intervensi terhada PSK dan laki-laki pelanggan PSK. Biasanya, ada LSM yang menjangkau PSK untuk melakukan advokasi agar menerapkan ‘seks aman’ yaitu hanya melayani laki-laki memaka kondom. Celakanya, laki-laki tidak mau memakai kondom dengan 1001 macam alasan.
Thailand berhasil menekan infeksi HIV baru pada laki-laki melalui intervensi berupa program kewajiban laki-laki memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual dengan PSK. Ini hanya bisa dilakukan jika praktek PSK dilokalisir.
Dengan kondisi PSK langsung dan PSK tidak langsung melakukan transaksi sek melalui media sosial, maka intervensi tida bisa dilakukan. Itu artinya insiden infeksi HIV pada laki-laki dewasa akan terus terjadi.
Laki-laki yang tertular HIV akan menularkan HIV ke pasangannya. Kepada istri bagi laki-laki beristri atau ke pasangan seks lain. Dengan demikian penyebaran HIV/AIDS akan terus terjadi di Jateng sebagai ‘bom waktu’ yang kelak bermuara pada ‘ledakan AIDS’. []
* Syaiful W. Harahap, Redaktur di Tagar.id