Prancis dan Jerman Desak Iran Kembali ke Perundingan Nuklir

Prancis dan Jerman desak Iran untuk segera kembali ke perundingan nuklir, setelah jeda dalam pembicaraan menyusul pemilu di Iran
Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Yves Le Drian (Foto: voaindonesia.com/AP)

Jakarta – Prancis dan Jerman, 1 September 2021, mendesak Iran untuk segera kembali ke perundingan nuklir, setelah jeda dalam pembicaraan menyusul pemilu di Iran pada Juni 2021. Paris menuntut perundingan "segera" dimulai kembali di tengah kekhawatiran Barat atas perluasan upaya nuklir Teheran.

Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Yves Le Drian, mengatakan kepada rekannya yang baru diangkat dari Iran, Hossein Amirabdollahian melalui telepon mengatakan penting bagi Teheran untuk kembali ke perundingan, kata kementerian luar negeri Prancis dalam sebuah pernyataan.

Putaran keenam pembicaraan tidak langsung antara Teheran dan Washington ditunda pada Juni setelah penganut garis keras Ebrahim Raisi, terpilih sebagai presiden Iran. Raisi mulai menjabat pada 5 Agustus 2021.

Sejak April, Iran dan enam kekuatan dunia telah mengupayakan agar Teheran dan Washington bisa kembali pada pernjanjian nuklir itu, yang ditinggalkan oleh mantan Presiden AS, Donald Trump, pada 2018 dan menerapkan kembali sanksi keras terhadap Teheran.

fas nuklir iranFoto yang dirilis oleh Organisasi Energi Atom Iran menunjukkan interior Fasilitas Konversi Uranium Fordo di Qom, di Iran utara, 6 November 2019 (Foto: voaindonesia.com/AFP)

"Menteri (Menlu Prancis, red.) menggarisbawahi pentingnya dan urgensi segera dimulainya kembali negosiasi," kata Kementerian Luar Negeri Prancis setelah percakapan antara Le Drian dan menteri luar negeri Iran.

Le Drian mengulangi keprihatinannya sehubungan dengan semua kegiatan nuklir yang dilakukan oleh Iran yang melanggar kesepakatan nuklir 2015 dengan kekuatan dunia. Iran secara bertahap melanggar batasan dalam perjanjian sejak Washington meninggalkan perjanjian nuklir itu pada 2018.

Putaran pembicaraan berikutnya belum dijadwalkan.

Dua pejabat senior Iran kepada Kantor Berita Reuters pada bulan Juli mengatakan Raisi berencana untuk mengadopsi "sikap yang lebih keras" dalam perundingan.

Menlu Iran Hossein AmirabdollahianMenlu Iran, Hossein Amirabdollahian (Foto: voaindonesia.com/Wikipedia)

Amirabdollahian hari Senin, 30 Agustus 2021, mengatakan pembicaraan kesepakatan nuklir mungkin dilanjutkan dalam "dua hingga tiga bulan", meskipun belum jelas apakah kerangka waktu itu dimulai dari sekarang atau ketika pemerintahan baru mengambil alih bulan lalu.

Jerman sebelumnya juga meningkatkan tekanan pada Teheran yang memintanya untuk melanjutkan pembicaraan "sesegera mungkin".

"Kita siap untuk melakukannya, tetapi kerangka waktu tidak akan terbuka tanpa batas ," kata seorang juru bicara kementerian Jerman dalam sebuah pengarahan.

Bulan lalu, Prancis, Jerman, dan Inggris menyuarakan keprihatinan serius tentang laporan dari pengawas nuklir PBB yang mengonfirmasi bahwa Iran telah memproduksi logam uranium yang diperkaya hingga 20% kemurnian fisil untuk pertama kalinya dan meningkatkan kapasitas produksi uranium yang diperkaya menjadi 60%. Iran membantah mengupayakan senjata nuklir (my/jm)/voaindonesia.com. []

Prancis, Inggris, Jerman Kerubuti AS, Jangan Ganggu Kesepakatan Nuklir Iran

Program Nuklir Iran Akan Perkaya Uranium Sampai 20%

Israel Dituding Iran Pelaku Sabotase Fasilitas Nuklir Natanz

Menlu Amerika dan 3 Menlu Eropa Bahas Isu Nuklir Iran

Berita terkait
Israel Dituding Iran Pelaku Sabotase Fasilitas Nuklir Natanz
Iran tuding Israel serang fasilitas nuklir bawah tanah Natanz sehingga merusak sentrifugal-sentrifugalnya untuk memperkaya uranium
0
Parlemen Eropa Kabulkan Status Kandidat Anggota UE kepada Ukraina
Dalam pemungutan suara Parlemen Eropa memberikan suara yang melimpah untuk mengabulkan status kandidat anggota Uni Eropa kepada Ukraina