Potret Buram Pelanggaran HAM di Papua

Deretan kekerasan masih terus berlangsung hingga kini di Indonesia, khususnya di Papua.
Kepala Komnas HAM RI Perwakilan Papua Frits Ramandey. (Foto: Tagar/Paul Manahara Tambunan)

Jayapura – Peringatan resmi Hari Hak Asasi Manusia (HAM) pada 10 Desember dimulai pada 1950. Itu terjadi setelah Dewan Umum PBB mengundang semua negara termasuk organisasi untuk memperingatinya. Selanjutnya, United Nations Postal Administration mengeluarkan rancangan perangko untuk memperingati HAM berikutnya, pada 1952.

Hari ini, Selasa 10 Desember 2019, tepat 71 tahun perayaan HAM se-dunia. Deretan kekerasan masih terus berlangsung hingga kini di Indonesia, khususnya di Papua.

Catatan Komnas HAM RI Perwakilan Papua, sepanjang 2019 terdapat 154 pengaduan terkait pelanggaran HAM di Bumi Cenderawasih. Jumlah ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2015 sebanyak 103 pengaduan. Menyusul lagi tahun 2016 sebanyak 124 pengaduan, tahun 2017 sebanyak 89 pengaduan, dan tahun 2018 sebanyak 68 pengaduan.

Sementara Komnas HAM baru bisa menindaklanjuti 47 dari total 154 pengaduan, pada 2019.

Paling banyak dilanggar itu adalah hak hidup dan hak atas Pendidikan orang lain.

Kepala Komnas HAM RI Perwakilan Papua, Frits Ramandey mengakui kondisi tersebut sangat buruk jika dibandingkan tahun sebelumnya, baik dari segi kuantitas maupun segi kualitas. Diperparah lagi oleh sejumlah kekerasan di daerah pegunungan tengah Papua, termasuk pembantaian 28 pekerja PT Istaka Karya di Kabupaten Nduga, pada 1 Desember 2018.

“Kondisi Sipol efek 2019 bawahan dari kasus 2018. Misalnya, kita lihat 1 Desember 2018 membawa sedikit panjang catatan buruk soal kondisi kekerasan di Papua,” terang Frits di Kota Jayapura, Selasa 10 Desember 2019.

Akibat pembantaian di Nduga, kata Frits, berdampak luar biasa bagi warga di kabupaten terdekat seperti Paniai, Lanny Jaya, Mamberamo Tengah, dan Jaya Wijaya khusunya akibat dampak dari pengunsi. Hak hidup para korban dihilangkan secara paksa, menyusul operasi penegakan hukum negara terhadap kelompok kriminal bersenjata (KKB) dibawah komando Egianus Kogoya. Jumlah pengungsi pun semakin bertambah.

“Paling banyak dilanggar itu adalah hak hidup dan hak atas Pendidikan orang lain,” katanya.

Frits menyebut sebanyak 47 pengaduan dari masyarakat sipil, kepolisian, TNI, pemerintah daerah dan individu, pasca kerusuhan yang terjadi di Kota Jayapura, pada 29 Agustus 2019 lalu. Hal itu menambah catatan suram atas hak sipil dan politik di tahun ini.

Kekerasan yang terjadi secara bersamaan di Papua dan Papua Barat yang diklaim sebagai respon dari perlakuan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, menggambarkan situasi HAM yang semakin kronis. Itu pun terjadi secara massal, massif dan berkepanjangan.

“Ini terjadi di Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Manokwari, Sorong, Fak-fak, Deiyai, Wamena, Paniai dan Yahukimo,” sebutnya.

Belum lagi soal nasib pengunsi Nduga yang belum mendapat layanan pendidikan, kesehatan dan pangan. Begitu juga hak dari 8.000 karyawan PT Freeport yang diputus hubungan kerjanya secara sepihak.

Sementara ini, Komnas HAM masih mendalami secara luas terkait aktor di balik sejumlah pelanggaran HAM di Papua. Komunikasi intens tengah dibangun dengan pihak penegak hukum dan pemerintah daerah.

Peringatan HAM kali ini mengambil tema 20 tahun UU 39 tahun 1999 tentang HAM: Refleksi dan Koreksi. Refleksi dimaksud sejauh mana pemerintah dan Komnas HAM merefleksikan pelaksanaan UU tersebut. Misalnya, bagaimana perencanaan pembangunan berbasis HAM.

Proyeksi Komnas HAM sendiri, lebih memberikan perhatian terhadap berbagai dugaan maupun kasus pelanggaran HAM. Seperti kasus Wamena berdarah, Wasior, dan kasus Paniai berdarah.

“Semua pihak harus bersinergi dalam penanganan kasus HAM, sehingga HAM tak hanya menjadi sebuah slogan tapi HAM menjadi tanggung jawab dan membutuhkan partisipasi semua pihak di tanah ini,” ungkapnya seraya mengajak semua pihak mengambil peran aktif. Sebab kemajuan HAM harus dimulai dari diri sendiri.

“Ingat, dalam kebijakan pemerintahan Jokowi ada poin penting yang disebutkan yakni penuntasan isu-isu pelanggaran HAM di Papua, dan Jokowi harus komitmen dengan programnya itu,” ujarnya. []

Baca juga: 

Berita terkait
90 Persen Pengguna Narkoba di Papua Kalangan Muda
BNN Provinsi Papua tengah menangani 18 kasus narkotika dan obat terlarang (Narkoba) dengan total tersangka 18 orang, sepanjang 2019.
Proyek APBN Papua Diduga Berbau Korupsi
Sejumlah proyek infrastruktur di pedalaman Papua diduga sarat dengan praktek korupsi akan segera diselidiki.
Papua Rekrut 36.000 Relawan untuk PON XX
Perekrutan petugas penghubung Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua resmi dibuka. Ini persyaratannya.
0
Ini Alasan Mengapa Pemekaran Provinsi Papua Harus Dilakukan
Mantan Kapolri ini menyebut pemekaran wilayah sebenarnya bukan hal baru di Indonesia.